Minggu, 02 Januari 2011

KONSEP DAN TRANSAKSI MATA UANG ASING

Transaksi Mata Uang Asing Selaian Kontrak Berjangka
Transksi LN : transksi yang terjadi antar negara atau antar perusahaan dari Negara yang berbeda.
Transaksi mata uang asing : transaksi dimana nilau tukarnya dinyatakan dalam mata uang selain mata uang fungsional suatu entitas.

PSAK No. 10 untuk Transaksi Mata Uang Asing Dan Untuk Laporan keuangan Mata Uang Luar Negeri. Untuk transaksi mata uang asing selaian kontrak berjangka, maka:
1. Pada tanggal transaksi diakui, setiap aktiva, kewajiban, penerimaan, pengeluaran, keuntungan dan kerugian yang timbul dari transaksi tersebut harus dicatat dan dinilai dalam mata uang fungsional dari entitas yang melakukan pencatatan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal tersebut.
2. Pada setiap tanggal neraca, saldo yang dicatat dalam mata uang selain mata uang fungsional dari entitas yang melakukan pencatatan harus disesuaikan untuk mencerminkan kurs sekarang.
3. Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan kedalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila ada kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia.
4. Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi.
5. Pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.

Penjabaran kurs spot
Sebuah perusahaan Indonesia mengimpor persediaan dari perusahaan Malaysia ketika kurs spot yang terjadi Rp 730 per Ringgit Malaysia. Dalam transaksi ditentukan pembayaran 10.000 Ringgit dalam 30 hari.
Importir Indonesia mencatat:
Persediaan Rp 7.300.000
Hutang dagang (ma) Rp 7.300.000

Jika hutang dibayar saat kurs spot Rp 720, maka pembayaran transaksi tersebut dicatat:
Hutang dagang (ma) Rp 7.300.000
Kas Rp 7.200.000
Keuntungan pertukaran Mata Uang Rp 100.000
Pembelian yang Dinyatakan Dalam Mata Uang Asing
PT Abuba di Indonesia membeli barang dagangan dari perusahaan Kebangsaan Malaysia, pada tanggal 1 Des. 2007 sebesar 10.000 Ringgit saat kurs spot Rp 770. Saat tutup buku 31 Des 2007 kurs spot Rp 765, saat pelunasan hutang 30 Jan 2008 kurs spot Rp 775. Pencatatan transaksi tersebut adalah:
1 Des 2007
Persediaan Rp 7.700.000
Hutang dagang (ma) Rp 7.700.000

31 Des 2007
Hutang dagang (ma) Rp 50.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 50.000

30 Jan 2008
Hutang dagang (ma) Rp 7.650.000
Kerugian pertukaran mata uan Rp 100.000
Kas Rp 7.750.000

Penjualan yang Dinyatakan Dalam Mata Uang Asing
Pada tanggal 16 Des 2007 PT Abuba di Indonesia menjual barang dagangan kepada perusahaan Kebangsaan Malaysia seharga 20.000 Ringgit, saat kurs spot Rp760. Saat tutup buku 31 Des 2007 kurs spot Rp 765. Perusahaan Kebangsaan Malaysia melunasi hutang 15 Jan 2008 saat kurs spot Rp 770, dan PT Abuba mengkonversi Ringgit ke dalam Rupiah pada tangga 20 Jan. 2008 dengan kurs spot Rp 772,5. Pencatatan transaksi tersebut adalah:

16 Des 2007
Piutang dagang (ma) Rp 15.200.000
Penjualan Rp 15.200.000

31 Des 2007
Piutang dagang (ma) Rp 100.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 100.000

15 Jan 2008
Kas(ma) Rp 15.400.000
Piutang dagang (ma) Rp 15.300.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 100.000
20 Jan. 2008
Kas Rp 15.450.000
Kas (ma) Rp 15.400.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 100.000

KONTRAK FORWARD MATA UANG DAN PERJANJIAN-PERJANJIAN LAINNYA

Operasi hedging : kontrak penjualan atau pembelian mata uang asing untuk mengindari resiko memegang hutang atau piutang dalam mata uang asing.
Kontrak berjangka (forward rate ): perjanjian untuk melakukan pertukaran mata uang yang berbeda pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang dan pada kurs tertentu yang disepakati
4 situasi dimana kontrak berjangka digunakan, yaitu:
1. Untuk berspekulasi dalam pergerakan harga nilai tukar
2. Untuk melakukan hedging komitmen mata uang asing
3. Untuk melakukan hedging investasi bersih di entitas luar negeri

Ad 1 Untuk berspekulasi dalam pergerakan harga nilai tukar
Tanggal 2 Nop. 2007 Astra Internasional menyetujui kontrak berjangka 90 hari untuk membeli 10.000 Ringgit Malaysia pada saat kurs forward 90 hari untuk Ringgit Rp 615. Kurs spot untuk Ringgit pada tanggal 2 Nop. 2007 adalah Rp 619. Kurs pada tanggal 31 Des 2007 dan 30 Jan. 2008 sbb:
31 Des. 2007 30 Jan. 2008

Forward 30 hari Rp 620 Rp 623
Kurs spot Rp 625 Rp 628
Jurnal pembukuan Astra Internasional sbb:

2 Nop. 2007
Piutang kontrak (ma) Rp 6.150.000
Hutang kontrak Rp 6.150.000

31 Des.2007
Piutang kontrak (ma) Rp 50.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 50.000
30 Jan. 2008
Kas (ma) Rp 6.280.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 80.000
Piutang kontrak (ma) Rp 6.200.000

Hutang kontrak Rp 6.150.000
Kas Rp 6.150.000

Ad 2 hedging atas posisi aktiva bersih dan kewajiban bersih
Pertamina menjual minyak ke Monato Company- Selandia Baru seharga 150.000 Nf pada tanggal 1 Des. 2007. Pembayaran jatuh tempo dalam 60 hari, yaitu 30 Jan. 2008. Bersamaan dengan penjualan itu pertamina melakukan kontrak berjangka dengan nilai 150.000 Nf tersebut dengan pialang valuta asing dalam jangka waktu 60 hari juga. Kurs Nf adalah sbb:
1 Des. 2007 31 Des. 2007 30 Jan. 2008
Kurs spot Rp 1.015 Rp 1.014,8 Rp 1.014,7
Kurs forward 30 hari Rp 1.014 Rp1.013,9 Rp 1.013,8
Kurs forward60 hari Rp 1.014 Rp1.013,8 Rp 1.013,6

Kurs yang digarisbawahi adalah kurs yang relevan untuk tujuan akuntansi.

1 Des.2007
Piutang dagang (ma) Rp 152.250.000
Penjualan Rp 152.250.000
(Mencatat penjualan ke Monato 150.000 x Rp 1.015)

Piutang Kontrak Rp 152.250.000
Diskon atas kontrak berjangka Rp 150.000
Hutang Kontrak (ma) Rp 152.250.000
(Mencatat kontrak berjangka untuk 150.000Nf dalam 60 hari, piutang 150.000Nf X Rp1.014; hutang 150.000Nf x Rp 1.015)

31 Des. 2007
Kerugian pertukaran mata uang Rp. 30.000
Piutang dagang ml Rp 30.000
(untuk menyesuaikan piutang dagang dengan kurs sekarang 150.000Nf x(Rp1.015 – Rp1.014,8) = Rp 30.000)

Hutang kontrak (ma) Rp 30.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 30.000
(Untuk menyesuaiakan hutang kontrak kpd pialang valuta aung dengan kurs sekarang. Hutang 150.000Nf x Rp 1.014,8 = Rp 125.220.000)
Amortisasi Diskon kontrak berjangka Rp 75.000
Diskon atas kontrak berjangka Rp 75.000
(mencatat amortisasi diskon Rp150.000 x 30/60 hari)

30 Jan.2008
Kas (ma) Rp 125.205.000
Kerugian pertukaran mata uangRp. 15.000
Piutang dagang (ma) Rp 125.220.000
(Mencatat penerimaan pembayaran dari Monato Company 150.000Nf xRp 1.014,7)

Hutang kontrak (ma) Rp 125.220.000
Keuntungan pertukaran mata uang Rp 15.000
Kas (ma) Rp 125.205.000
(Mencatat delivery 150.000Nf dari Monato kepada pialang valuta asing dalam pengakuan atas kewajiban )

Kas Rp 125.100.000
Piutang kontrak Rp 125.100.000
(mencatat penerimaan kas dari pialang valuta asing)

Amortisasi dari Diskon atas kontrak berjangka Rp 75.000
Diskon atas kontrak berjangka Rp 75.000
(mencatat amortisasi diskon Rp150.000 x 30/60 hari)


Hedging atas Posisi Kewajiban Bersih yang Diekspos
Kontrak berjangka untuk menerima 10.000Dollar Australia pada 60 hari setelahnya memiliki forward Rp 1.575 pada saat kurs spot adalah Rp 1.560. Maka kontrak berjangkanya dicatat:

Piutang Kontrak (ma) Rp 15.600.000
Premium atas Kontrak Berjangka Rp 150.000
Hutang Kontrak Rp 15.750.000







Contoh perhitungan kurs spot
Sebuah perusahaan Indonesia mengimpor persediaan dari perusahaan Jerman ketika kurs spot yang terjadi Rp 630 per euro. Dalam transaksi ditentukan pembayaran 10.000 Ringgit dalam 30 hari.
Importir Indonesia mencatat:
Persediaan Rp 6.300.000
Hutang dagang (ma) Rp 6.300.000

Jika hutang dibayar saat kurs spot Rp 640, maka pembayaran transaksi tersebut dicatat:
Hutang dagang (ma) Rp 6.300.000
Kerugian pertukaran Mata Uang Rp 100.000
Kas Rp 6.400.000

KumpulBlogger.com

Pengertian Pasar Valas

Kuncoro (1996:105) menjelaskan bahwa semua kegiatan bisnis internasional memerlukan transfer uang dari satu negara ke negara lain sebagai contoh, suatu perusahaan multinasional AS yang mendirikan pabrik di Inggris, pada akhir tahun buku selalu ingin mentransfer laba yang diperoleh dari usahanya di Inggris (dalam bentuk Poundsterling) ke kantor pusatnya di AS (dalam bentuk USD) maka untuk mengkonversikan mata uang Poundsterling Inggris ke dalam US Dolar diperlukan adanya pasar valas.
Menurut Madura (2000:58) pasar valas adalah pasar yang memfasilitasi pertukaran valuta untuk mempermudah transaksi-transaksi perdagangan dan keuangan internasional.
Kuncoro (1996:106) transaksi valas (foreign exchange transaction) adalah pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lain.

Mekanisme Pasar Valuta Asing
Kuncoro (1996:107) seandainya ada mata uang tunggal internasional, barangkali pasar valas tidak diperlukan. Kenyataan menunjukkan, dalam setiap transaksi internasional selalu digunakan valas. Dengan kata lain ada kebutuhan untuk mengkonversi mata uang yang satu menjadi mata uang lain. Inilah yang menimbulkan adanya permintaan akan transaksi valas. Pasar valas dunia menawarkan mekanisme yang dapat menyelesaikan trnsaksi yang kompleks dan beragam secara efisien Perantara utama dalam pasar valas adalah bank-bank utama yang beroperasi diseluruh dunia terutama yang berdagang valas. Bank-bank ini dihubungkan dengan jaringan telekomunikasi yang sangat maju dan canggih, dimana dapat menghubungkan bank-bank tersebut dengan klien utamanya dan bank-bank lain diseluruh dunia. Tidak seperti di bursa saham yang memiliki lantai perdagangan (trading floor), pialang-pialang berbagai bank dalam pasar valas tidak pernah bertemu dan berhadapan secara langsung. Hanya telepon, modem, mesin faks, terminal computer, atau telex yang menghubungkan permintaan dan penawaran valas. Ada dua tingkatan dalam pasar valas. Pertama, pasar konsumen/eceran (consumer/retail market), dimana individu atau institusi membeli dan menjual valas kepada bank.
Sebagai contoh, bila IBM bermaksud merepatriasi keuntungan dari cabangnya di Jerman ke AS, maka IBM dapat mendatangi sebuah bank di Frankfurt dengan tawaran menjual DM yang dimilikinya untuk ditukarkan US$.
Kedua, apabila bank tersebut tidak memiliki jumlah US$ yang diinginkan, maka bank tadi akan mendatangi bank lain untuk memperoleh Dolar sebagai ganti DM atau valas lain. Penjualan dan pembelian semacam ini disebut pasar antar bank.

Pelaku Pasar Valas
Madura (2000:648) menjelaskan para pelaku dari pasar valuta asing adalah:
“Market composed primarily of banks, serving firms and consumers who wish to buy or sell various currencies.”
Definisi tersebut diartikan sebagai pasar yang pelakunya terdiri dari bank-bank, perusahaan-perusahaan, dan masyarakat yang ingin membeli atau menjual mata uang berbagai negara.
Kuncoro (1996:108-113) menjelaskan pelaku utama dalam pasar valas amat beragam, tidak hanya dalam skala operasi namun juga tujuan dan metode memanfaatkan pasar ini. Pelaku ekonomi yang utama dalam pasar valas dapat digolongkan menjadi:
1) Individu
Individu-individu yang bermain di pasar valas terdorong oleh kebutuhan bisnis dan pribadinya. kebutuhan pribadi misalnya seseorang ingin mengirim sejumlah uang kepada familinya di luar negeri. kebutuhan bisnis muncul apabila seseorang terlibat dalam bisnis internasional, contohnya importir individu.
2) Institusi
Institusi yang dimaksud disini adalah institusi-institusi keuangan yang mempunyai investasi internasional, meliputi dana pensiun, perusahaan asuransi, mutual fund, dan bank investasi.
3) Perbankan
Perbankan adalah pelaku pasar valas yang terbesar dan paling aktif. Perbankan beroperasi dalam pasar valas lewat para pedagangnya. Istilah teknis untuk menyebut para pedagang ini adalah exchange dealer atau exchange trader.
4) Bank Sentral
Bank Sentral memasuki pasar valas dengan tujuan utama bukan untuk memperoleh laba atau menghindari resiko dari operasi valas yang dilakukannya. Tujuan utamaBank Sentral adalah mempengaruhi nilai mata uangnya dan nilai mata uang penting lain agar bergerak sesuai dengan nilai yang menurut Bank Sentral tersebut sesuai dengan
kepentingan ekonomi negaranya.
5) Spekulan dan Arbitraser
Arbitraser adalah orang yang mengeksploitasi perbedaan kurs antar valas. Peran serta Spekulan dan arbitraser dalam pasar valas semata-mata didorong oleh motif mengejar keuntungan. Mereka justru menuai laba dari fluktuasi drastis yang terjadi di pasar valas. Dengan kata lain, mereka tidak mempunyai transaksi bisnis atau komersial yang perlu dilindungi di pasar valas.
6) Pialang Pasar Valas
Pialang pasar valas adalah perantara yang menghubungkan antara pihak yang membutuhkan dan menawarkan valas di pasar valas. Untuk jasa perantara, pialang mengenakan biaya yang telah disepakati, yang disebut brokerage. Salah satu modal dasar dasar pialang adalah penguasaannya atas informasi pasar. Informasi sempurna karena dapat mempertemukan berbagai pelaku pasar valas inilah yang membuat pasar valas menjadi
pasar yang efisien.

Fungsi pokok Pasar Valas
Nopirin (1987:165-166) menyebutkan beberapa fungsi pokok pasar valuta asing dalam membantu lalu-lintas pembayaran internasional yaitu:
1) Mempermudah pertukaran valuta asing serta pemindahan dana dari satu negara ke negara lain. Proses penukaran atau pemindahan dana ini dapat dilakukan dengan sistem clearing seperti halnya yang dilakukan olehbank-bank serta pedagang.
2) Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu segera diselesaikan pembayaran atau penyerahan barangnya, maka pasar valuta asing memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya perjanjian atau kontrak jual beli dengan kredit.
3) Memungkinkan dilakukannya hedging. Seorang pedagang melakukan hedging apabila dia pada saat yang sama melakukan transaksi jual beli valuta asing yang berbeda, untuk menghilangkan/mengurangi resiko kerugian akibat perubahankurs.

Jenis-jenis Pasar Valas
Pasar valas dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Pasar Spot (Pasar Tunai)
Menurut Madura (2000:58-66) kurs spot adalah nilai tukar berjalan suatu valuta. Kemudian yang dimaksud pasar spot adalah pasar yang memfasilitasi transaksi-transaksi nilai tukar berjalan suatu valuta. Dimana komoditi atau valas dijual secara tunai dengan penyerahan segera. Disebut juga actualmarket atau physical market.
Menurut Kuncoro (1996:106-107) transaksi spot terdiri dari transaksi valas yang biasanya selesai dalam maksimal dua hari kerja. Dalam pasar spot, dibedakan atas tiga jenis transaksi:
a) Cash, dimana pembayaran satu mata uang dan pengiriman mata uang lain diselesaikan dalam hari yang sama
b) Tom (kependekan dari tomorrow/besok), dimana pengiriman dilakukan pada hari berikutnya
c) Spot, dimana pengiriman diselesaikan dalam tempo 48 jam setelah perjanjian.
Menurut Hamdi (2000:20) contoh transaksi spot yaitu pada tanggal 22 Desember 1996 seorang ayah membutuhkan US$ 10.000 untuk uang saku anaknya yang akan sekolah diluar negeri. maka seorang ayah tersebut dapat menghubungibank-bank devisa atau money changer untuk dapat mengetahui dan membuat kesepakatan selling price pada tanggal
tersebut. Apabila telah tercapai kesepakatan selling price pada tanggal 22 Desember 1996 adalah US$1 = Rp 5.500 maka perhitungannya:
Jumlah Rupiah yang dibutuhkan = US$ yang dibutuhkan x selling price
= US$ 10.000 x Rp 5.5000
= Rp 55.000.000,-
maka untuk mendapatkan US$ 10.000 diperlukan Rp 55.000.000,- yang harus diserahkan paling lambat tanggal 24 Desember 2004 (2 x 24 jam atau t +2).

2. Pasar Forward
Menurut Madura (2000:58-66) Kurs forward adalah nilai tukar suatu valuta dengan valuta lain pada suatu waktu di masa depan yang dikuotasikan oleh bank-bank. Kemudian yang dimaksud Pasar Forward adalah pasar yang memfasilitasi perdagangan kontrak forward mata uang.
Menurut Kuncoro (1996:106-107) transaksi forward merupakan transaksi valas dimana pengiriman mata uang dilakukan pada suatu tanggal tertentu di masa datang.Kurs dimana transaksi forward akan diselesaikan telah ditentukan pada saat kedua belah pihak menyetujui kontrak untuk membeli dan menjual. Waktu antara ditetapkannya kontrak dan pertukaran mata uang yang sebenarnya terjadi dapat bervariasi dari
dua minggu hingga satu tahun. Jatuh tempo kontrak forward biasanya satu, dua, tiga atau enam bulan. Transaksi forward biasanya terjadi bila eksportir, importir, atau pelaku ekonomi lain yang terlibat dalam pasar valas harus membayar atau menerima sejumlah mata uang asing pada suatu tanggal tertentu di masa mendatang.
Menurut Madura (2000:63) contoh transaksi forward yaitu apabila suatu perusahaan akan membutuhkan 1 juta Mark Jerman, 90 hari dari sekarang untuk mengimpor barang dari Jerman. Asumsikan bahwa perusahaan tersebut dapat langsung membeli Mark Jerman untuk pengiriman langsung (yaitu, dari pasar spot) dengan kurs spot $0,50 per Mark. Berdasarkan kurs spot ini maka perusahaan membutuhkan $500.000 ($0,50 per Mark x 1.000.000). namun perusahaan belum memiliki dana saat ini juga untuk membeli Mark. Perusahaan dapat menunggu 90 hari dan kemudian menukarkan US Dolar dengan Mark menurut kurs yang berlaku saat itu. Tetapi perusahaan tidak mengetahui berapa kurs spot 90 hari dari sekarang. Jika naik menjadi $0,60 per Mark, perusahaan akan membutuhkan $600.000 ($0,60 per Mark x 1.000.000 Mark). Dengan danya ini maka perusahaan akan merugi sebesar $100.000. akan lebih baik perusahaan mengunci kurs untuk 90 hari dari sekarang. Dimana kurs forward 90 hari sekarang adalah $0,51 per mark, maka perusahaan dapat melakukan perjanjian kontrak forward dengan menggunakan kurs forward 90 hari dari sekarang. Sehingga dana yang dibutuhkan perusahaan sebesar
$510.000 ($0,51 per Mark x 1.000.000 Mark). Maka dengan mengunci kurs, perusahaan tidak perlu khawatir dengan adanya perubahan kurs spot 90 hari ke depan.

3. Pasar Currency Futures
Menurut Madura (2000:67-68) pasar Currency Futures merupakan pasar yang memfasilitasi perdagangan kontrak Currency Futures. Suatu kontrak Currency Futures menetapkan suatu volume standar dari suatu valuta tertentu yang akan dipertukarkan pada tanggal penyelesaian (settlement date) tertentu di masa depan. Sebuah MNC (multi national
corporation) yang ingin meng-hedge hutangnya akan membeli kontrak Currency Futures untuk mengunci harga suatu valuta di masa depan Menurut Kuncoro (2000:123) contoh transaksi futures yaitu sebuah korporasi AS, yang pada tanggal 2 Januari menyadari kebutuhan akan 450.000 mark untuk tanggal 11 Februari (40 hari kemudian). Jika
korporasi tersebut berupaya untuk mengunci harga pembelian mark di masa depan dengan kontrak futures, tanggal penyelesaian kontrak adalah hari Rabu ketiga bulan Maret. Selain itu, jumlah Mark yang dibutuhkan (450.000) lebih tinggi dari jumlah standarnya (125.000). Hal yang terbaik yang bisa dilakukan korporasi adalah membeli 3 kontrak futures-mark (dengan total 375.000 Mark) atau 4 kontrak futures-mark (500.000).
asumsikan bahwa pada tanggal 11 Januari, harga futures-mark untuk bulan Maret adalah $0,5900. dengan membeli kontrak futures ini pada tanggal 2 Januari, perusahaan wajib membeli Mark seharga $0,5900 per Mark pada hari Rabu ketiga bulan Maret. Di lain pihak, siapa pun yng menjual kontrak futures ini pada tanggal 11 Januari wajib mengirimkan (menjual)Mark dengan harga $0.5900 per Mark pada hari Rabu ketiga bulan Maret. Karena satu unit kontrak futures-mark bernilai $125.000 Mark, maka perusahaan harus membeli 3 atau 4 unit kontrak futures-mark. Maka jumlah Dolar yang dibutuhkan adalah $221.500 (3 unit kontrak futures-mark x $125.000 x $0,5900) atau 295.000 (4 unit kontrak futures-mark x $125.000 x $0,5900).

4. Pasar Currency Options
Menurut Madura (2000:67-68) menjelaskan pasar Currency Options merupakan pasar yang memfasilitasi perdagangan kontrak currency options. Kontrak currency options dapat diklasifikasikan sebagai call atau put. Suatu currency call Options menyediakan hak untuk membeli suatu valuta tertentu dengan harga tertentu (yang dinamakan dengan strike price atau exercise price) dalam suatu periode waktu tertentu. currency call
options digunakan untuk meng-hedge hutang-hutang valas yang harus dibayarkan di masa depan. currency put options memberikan hak untuk menjual suatu valuta asing dengan harga tertentu dalam suatu periode waktu tertentu. Currency put options digunakan untuk meng-hedge piutang-piutang valas yang akan diterima di masa depan.
Menurut Madura (2000:131) contoh dari transaksi currency call options yaitu ada kemungkinan perusahaan sebuah perusahaan akan membutuhkan valuta asing di masa depan, tetapi perusahaan tidak begitu yakin. Sebagai contoh, anggaplah sebuah perusahaan AS terlibat dalam tender sebuah poyek di Jerman. Jika proyek tersebut jatuh kepada perusahaan tersebut maka perusahaan akan membutuhkan kira-kira DM625.00 untuk membeli bahan baku dan jasa di Jerman, namun perusahaan tidak tahu apakah tawaran akan diterima atau tidak sampai tiga bulan ke depan. Asumsikan bahwa exercise price bagi Mark adalah $0,50 dan premium call option-nya adalah $ 0,02 per unit. Perusahaan akan
membayar $1250 per opsi (62.500 x $0.02) atau $12.500 untuk 10 kontrak. Dengan adanya opsi tersebut, jumlah maksimum pengeluaran US Dolar untuk membeli Mark adalah $312.500 (62.500 x $0,5).
Labels: Valas
Kontrak Forward Bisa Dinegosiasikan?
Oleh : Asep Risman, Divisi Pengembangan Usaha PT Bursa Berjangka Jakarta
Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis 8 Maret 2007
Harga Emas Kamis 8 Maret 2007 Rp. 189.121/Gr atau US$ 646.40/To


Volatilitas harga komoditas, nilai kurs, dan kondisi lainnya yang terus berubah merupakan risiko dalam kegiatan investasi yang membutuhkan perencanaan dan kepastian.
Perencanaan dan perhitungan akan semakin tepat, bila kepastian itu semakin ada.
Dunia usaha akan selalu menghadapi risiko perubahan itu, sehingga seringkali membuatnya merugi, baik dalam membuat perencanaan, berkurangnya keuntungan, hilangnya kesempatan, hingga membuat usaha terhenti.
Sebelumnya saya sudah membahas komoditas emas sebagai instumen lindung nilai konvensional, namun logam mulia itu hanya mengakomodasi kebutuhan lindung nilai sebagai aset dan tidak demikian dengan kebutuhan bisnis.
Perkembangan zaman telah membuat kemajuan pada pemenuhan kebutuhan lindung nilai.

Produk setelah emas
Setelah emas, kini di beberapa negara telah hadir produk kontrak forward sebagai suatu sarana lindung nilai yang lebih mengakomodasi kebutuhan bisnis pelaku usaha.
Beberapa risiko perubahan akan dapat diminimalisir dengan suatu kontrak forward.
Kontrak forward yaitu perjanjian jual beli antar-dua pihak untuk suatu penyerahan komoditas kemudian hari. Dalam kontrak tersebut ditetapkan beberapa hal seperti harga, jumlah, kualitas, tempat penyerahan, dan lainnya.
Demikian juga dengan kurs nilai tukar yang cenderung berubah setiap saat, dunia usaha biasanya melakukan lindung nilai dengan transaksi kurs forward.
Namun, kontrak forward itu hanya dilakukan dua pihak dan kurang sehingga fleksibel karena timbul satu keterikatan. Pihak yang membutuhkan transaksi forward tidak mudah mencari lawan transaksi apabila volatilitas harga produk sangat tinggi.
Kendati ada penawaran, posisi tawar pihak yang membutuhkan kontrak forward sangat lemah, sehingga harus menanggung beban spread atau diskon yang besar.
Pada kondisi normal, di mana harga atau kurs hanya bergerak dalam kisaran yang sempit, spread jual-beli valas diperbankan sudah sangat besar (lebar), dan selisih tersebut semakin melebar pada transaksi kurs forward ketika volititas nilai tukar kian besar. Bahkan, dalam satu kejadian perbankan tidak memberikan penawaran (harga jual).
Demikian ketika jatuh tempo, kedua pihak terikat akan masa penyerahan barang. Dengan kata lain, pihak yang membeli forward terpaksa menunggu dan sulit mengalihkan hak dan kewajibannya kepada pihak lain.
Padahal selama jangka waktu hingga jatuh tempo, volatilitas harga bisa berubah arah (perubahan trend/reversal), ini berarti menghilangkan kesempatan (opportunity cost) bagi pemegang kontrak produk itu.
Kurang fleksibelnya kontrak forward sebagai suatu instrumen lindung nilai telah mendorong hadirnya kontrak forward negotiable atau produk yang dapat dinegosiasikan dan dipindahtangankan.
Kontrak forward negotiable definisinya hampir sama dengan kontrak forward biasa, namun perbedaannya tanpa warkat, bisa dipindahtangankan, dialihkan ke pihak lain tanpa mendapat izin dari pihak penjual atau penerbitnya.
Produk itu berpindah tangan hanya dibatasi dalam suatu sistem perdagangan yang terorganisasi dan harus dicatatkan atau diregistrasi lembaga kliring.

Bukan kontrak berjangka
Kontrak forward negotiable bukan merupakan kontrak berjangka, sebab dibuat di luar bursa oleh dua pihak yang saling mengenal dan nilai penjualan sudah diterima penuh oleh pihak penjual dan tidak ada margin dalam hal ini.
Instrumen investasi ini harus pasti diselesaikan dengan serah-terima fisik. Kontrak produk ini juga bukan resi gudang, sebab saat terjadi jual-beli belum ada barang yang akan diserahkan.
Produk ini tidaklah menyerupai surat utang, karena pembeli tidak menerima kembali uangnya dari penjual, melainkan berupa barang sebagaimana yang tercantum dalam kontrak forward itu.
Bukan juga sebagai string contract di Rotterdam, sebab bisa dipindahtangankan tanpa persetujuan kedua belah pihak.

Kontrak forward negotiable di Indonesia sebetulnya baru direncanakan hadir dengan bentuk kontrak forward emas yang dapat dinegosiasikan (gold forward negotiable).
Namun, hingga kini belum dapat diterbitkan karena satu dan lain hal. Padahal hadirnya produk ini diharapkan dapat membantu meningkatkan likuiditas pada transaksi kontrak berjangka emas (KBE) di Tanah Air.

INDIVIDUAL CONCEPTIONS OF PUBLIC SERVICE MOTIVATION

A. Latar Belakang

Komunitas administrasi publik telah lama meyakini bahwa seorang individu memiliki beberapa norma/aturan individual yang kuat dan emosional tentang kinerja jasa publik. Etika dalam pelayanan publik dimaksudkan untuk meyakinkan individu dalam pelayanan pemerintah dan membantu perilaku kerja mereka yang konsisten dengan keinginan masyarakat. Etika ini sangat penting untuk merubah asumsi bahwa pelayanan publik hanya untuk kepentingan diri sendiri(Golembiewski 1996).
Isu yang berkembang diantaranya mengenai motivasi kerja individu dan produktivitas kerja di sektor publik (Rainey 1982, Volcker 1990, Crewson 1995), perbaikan praktek manajemen di organisasi publik (Romzek 1990; DiIulio 1994; Rainey 1997; Wittmer 1991), Peningkatan akuntabilitas birokrasi (Inraham dan Ban 1986; Selden, Brewer dan Selden 1998). Secara singkat dasar motivasi dalam melakukan pelayanan publik menjadi salah satu pertanyaan besar dalam administrasi publik dan manajemen publik (Behn 1995)
Di sisi lain Public Serviec Managament (PSM) memiliki implikasi yang penting dalam sektor administrasi publik. Banyak orang di luar pemerintahan yang memiliki minat tinggi untuk menganalisis pengertian dari publik, komunitas dan pelayanan sosial, aktivits ini sangatlah penting bagi masyarakata secara luas (lihat Putnam 1995). Ilmuwan sosial telah menghabiskan banyak waktu dan berusaha untuk memahami peran self interest dalam perilaku manusia, tetapi mereka mengabaikan pentingnya motivasi dan perilaku dari masyarakat (Arrow 1985; Downs 1991; Golembiewski 1996). Bila hal ini dibandingkan, PSM dapat membantu menjembatani gap ini dalam teori baru tentang manusia dan perilaku organisasi.

B. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk melihat kembali literatur tentang sejauhmana konstruk PSM dapat diukur
2. Mengenalkan Q-methodology dan penggunaan metode ini untuk menguji dan mengklarifikasi konstruk PSM.
3. Mengetahui hubungan antara cara pandang 69 individu yang bekerja dalam pemerintahan mengenai motivasinya dengan pelayanan publik.

C. Public Service Management (PSM)

Review penelitian Buchanan dilakukan oleh Rainey (1982), menemukan bahwa manager akan memiliki skor yang tinggi jika ditanya langsung tetang pelayanan publik. Rainey melakukan penelitian ini dengan sampel manager sektor publik dan swasta, menilai ”hasrat untuk melakukan dalam hal ini pelayanan service ”. Dengan pengukuran PSM secara langsung, Rainey menemukan bahwa manajer sektor publik memiliki skor yang tinggi dibandingkan dengan swasta. Skor sini sangat tinggi dalam hal kepuasan kerja tetapi lemah dalam keterlibatan kerja. Rainey (1982) memberikan poin yang penting dalam penelitiannya bahwa cakupan PSM sangat luas, konsep yang beragam yang dapat disusun dalam berbagai jalan yang berbeda.
Dennis Wittmer (1991) dan Gerald T Grabis (1995) secara luas menggunakan pendekatan dikotomi yang menyangkut karyawan di sektor profit dan nonprofit. Konsisten dengan penelitian sebelumnya, Wittmer menemukan pekerja di sektor non publik memiliki nilai membantu sesama yang lebih tinggi dibandingkan pekerja sektor privat, selain itu mereka juga beranggapan bahwa upah dan keamanan kerja merupakan penghargaan yang terpenting. Berbeda dengan penelitian yang dilakuakn oleh Gabris dan Simo (1995), mereka menemukan tidak adanya perbedaan yang signifikan diantara kedua karyawan tersebut dalam hal kebutuhan melayani, memberikan pertolongan, upah dan kemanan kerja. Ragamnya hasil penelitian ini memunculkan pertanyaan seputar PSM, terutama menganai pertanyaan dalam pengukurannya.
Rainey (1982) menilai PSM sangat sulit untuk diartikan dan dinilai karena konstruk dasarnya sangat kompleks (multifaceted concept). James L Perry dan Lois R Wise (1990) mengidentifikasi tiga teori yang mendasari PSM : rasional, norma, dan afektif.
James L Perry (1996) merubah teori PSM menjadi skala pengukuran. Skala ini dites menggunakan analisis faktor konfirmatori, dengan empat faktor : penyusunan kebijakan publik, kepentingan publik, perasaan kasihan, dan pengorbana individu. Tiga faktor pertama berdasarkan kerangka berfikir yang diajukan oleh Perry dan Wise (1990), dan faktor keempat yaitu pengorbanan individu adalah faktor yang dihubungkan dengan PSM dalam berbagai literatur. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian Perry, tidak untuk mengukur perbedaan konsep individu mengenai PSM. Penelitian yang dilakukan oleh Perry dijadikan landasan oleh peneliti untuk menggunakan Q-methodology dengan tujuan untuk memahami PSM dari sudut pandang individu. Diharapkan hasil dari penelitian ini, sudut pandang PSM menjadi lebih sistematik dan komprehensif dan semakin memahami motivasi dalam hal pelayanan publik.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Q-methodology, yaitu teknik penelitian yang intensif dimana individu akan disodorkan beberapa pernyataan seputar tpoik penelitian, dan sejauhmana mereka setuju atau tidak setuju terhadap setiap pernyataan tersebut (Stephenson 1953). Pendekatan ini mensyaratkan responden untuk mengurutkan pernyataan. Hasil lengkapnya disebut dengan Q-sort, yang merefleksikan pandangan hidup individu tentang topik yang dibahas (Brown 1970).
Urutan yang lengkap dari Q-Sort akan dihubungkan menggunakan analisis faktor untuk mengidentifikasi pengelompokkan individu (samaritan, communitarian patriot atau humanitarian) disebut juga dengan Q-factor. Q-metodology ini sangat cocok untuk mengamati nilai-nilai yang dianut oleh birokrat (Brown). Mahasiswa administrasi publikpun menggunakan metode ini untuk memahami berbagai isu seputar birokrat : peraturan administrasi, etika, kepuasan kerja, motivasi kerja dan citra birokrasi (Cunningham & Olshfski 1986; Gaines, Van Tubergen and Paiva 1984; Gough, Misiti dan Parisi 1971; Immerman 1970; Selden, Brewer dan Brudney 1999; Shah 1982; Sylvia dan Sylvia 1986; Yarwood dan Nimmo 1976), dalam penelitian terkini, penggunaan Q-methodology memperkenankan pengelola publik untuk mempertimbangan dan mengevaluasi item-item yang simultan yang digunakan untuk mengukur PSM.

E. Q-Sample dan P-Sample

Digunakan oleh James L Perry (1996)untuk mengukur PSM. Terdiri dari 40 pernyataan yang merepresentasikan enam dimensi dalam PSM : pengambilan kebijakan, komitmen pada kepentingan publik, keadilan sosial, kewajiban berwarganegara, perasaan kasihan dan pengorbanan individu. Instrumen ini diuji dan direvisi sebanyak tiga kali sebelum menjadi instrumen final. Untuk mengkonstruk model pengukuran dalam PSM, responden diberikan pernyataan, dengan alternatif jawaban terdiri dari lima skala likert.
Responden disuruh mengisi Q-sort dari mulai sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Setelah komplit, responden diminta untuk menjelaskan pilihan-pilihan yang telah mereka isi. Selanjutnya reponden diminta komentarnya seputar motivasi dalam pelayanan publik.
Reponden dalam penelitian ini bekerja dalam bidang pemerintahan di negara bagian Arizona, California, Georgia, New York, Oklahoma, Texas dan Utah, dengan tipe pekerkaan terdiri dari : administrasi (akunting, budgeting, personil dll), pertanian, pendidikan, keuangan, kesehatan, pelayanan masayarakat, hukum, rekreasi, kebersihan, transportasi dan militer.

F. Analisis

Q-sort yang telah diisi oleh responden dikorelasikan untuk membentuk 69 matrik. Setelh itu matrik dianalisa faktor menggunakan metode komponen dasar. Faktor-faktor tersebut dirotasi menggunakan empat kriteria dengan delapan atau lebih yang diisi dengan signifikan. Setiap faktor merepresentasikan gambaran konsep penempatan pernyataan yang diperbandingkan dengan pernyataan lainnya. Semua partisipan yang mengisi signifikan dalam faktor berada dalam karakter PSM yang sama. Unit yang diisi dalam setiap Q-sort mengindikasikan hubungan dengan setiap faktor. Faktor-faktor inilah yang nantinya menampilkan persepsi individu tentang PSM.


G. Hasil Penelitian

Faktor 1 Samaritan
Karakteristik dalam faktor ini mengindikasikan bahwa motivasi individu adalah untuk membantu orang lain , ikut terbawa emosi ketika melayani orang lain dalam kondisi stress. seperti yang dikesankan oleh Perry, individu yang tergabung dalam kelompok samaritans terkesan terlalu emosional, sangat sederhana.
Dalam melakukan pekerjaan, kelompok ini tidak terlalu mengorbankan kepentingan dirinya, mereka membantu kebutuhan orang lain dengan alasan untuk menyenangkan dirinya, bukan dikarenakan perasaan kewajiban kepada negara atau mengorbankan dirinya sendiri.

Faktor 2 Communitarians
Kelompok ini termotivasi dengan sentimen dari kewajiban dan pelayanan publik. Communitarian percaya ada koneksi yang unik antara abdi masyarakat dengan warga negara. Communitarian mengharapkan public officer memiliki harapan atas standar etika yang tinggi.
Communitarians tidak mengutamakan kepentingan individu, mereka percaya warga negara seharusnya lebih banyak memberi pada masyarakat dibandingkan menerima. Kelompok ini lebih termotivasi untuk memebrikan sesuatu pada masyarakat dan memberikan pelayanan publik yang berarti.


Faktor 3 Patriot
Menjaga, memberikan advokasi, bekerja dengan baik untuk publik adalah karakteristik yang muncul dalam kelompok ini. ”duty before self” adalah karakter unik yang kuat dalam patriot, sehingga mereka akan mengorbankan dirinya untuk membantu orang lain. Individu dalam kelompok ini memandang dirinya sebagai guardian masyarakat. Harapan mereka adalah bekerja dengan baik untuk masyarakat luas. Seperti communitarian, patriot mengharapkan standar etika yang tinggi bagi public officer.
Kombinasi unik yang dimiliki oleh karakter patriot adalah idealisme dalam beraktivitas yang menyebabkan mereka bersedia mengorbankan dirinya untuk orang lain dan menjadikan masyarakat yang lebih baik.

Faktor 4 Humanitarians
Humanitarian lebih termotivasi pada keadilan sosial dan pelayanan publik. Seperti samaritans kelompok ini menilai publik, program dan pandangan pemerintah sebagai kendaraan menuju masayarakat yang adil. (18, 20 dan 32). Motivasi humanitarian didorong oleh keinginan untuk membuat peruabahan dalam masyarakat, membuat perubahan ini lebih berarti dibandingkan penghargaan individu. Seperti communitarian dan patriot kelompok ini memandang standar etika adalah seuatu yang harus dimiliki oleh public officer.

Peranan Penghargaan Ekonomi
Berdasarkan penelitian ini, penghragaan ekonomi bukanlah hal yang mendorong PSM di empat kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa reward berbentuk monetery tidak memilki kontribusi untuk meningkatkan hasrat bekerja dalam pelayanan publik.

Politik dan Pengambilan Kebijakan bukanlah faktor Pendorong Motivasi
Keempat kelompok menyampaikan hal yang sama yaitu ketidaksukaan pada politik dan politisi.Salah responden mengatakan ” politik selalu membawa pemikiran yang buruk seperti bajingan, pembohong dll”. Bagaimanapun keempat kelompok sepakat bahwa mereka menaruh rasa hormat kepada public official yang dapat merubah ide yang baik menjadi peraturan (11, 15 dan 31). Keseluruhan kelompok menempatkan pernyataan ”give and take dalam penyusunan kebijakan publik sangat menarik bagi saya” dalam posisi netral. Individu yang menjadi responden dalam penelitian ini tidak terpikat oleh politik ataupun memikat hatinya untuk turut serta dalam proses pengambilan keputuasn. Motivasi utama mereka adalah melayani publik, membuat perubahan dalam masyarakat dan menjamin persamaan sosial.
Beberapa kemiripan ditemukan seperti samaritans dan communitarian memiliki perasaan kasihan dan sangat concern terhadap orang lain yang kekurangan ekonomi. Tetapi orientasi keduanya berbeda, samaritans concern karena mereka mengidentifikasi peningkatan secara personal, sedangkan humanitarians lebih perhatian kepada kesejahteraan manusia dalam perspektif masyarakat. Dalam bertindak samaritans tidak sewibawa humanitarian, mereka hanya bertindak sesuai dnegan kemampuannya. Sedangkan humanitarians memiliki motivasi untuk melakukan perubahan dalam masyarakat dan seperti patriot mereka memiliki perasaan yang kuat akan kewajiban dan patriotism.
Communitarian dan patriot sama-sama termotivasi untuk mengorban dirinya dengan alasan bela negara. Kedua kelompok merasa bertanggungjawab pada publik, tetpai patriot menggunakan lebih berani untuk menunjukkannya pada publik. Patruot juga lebih agresif, dan mereka berani mengambil resiko lebih besar dibandingkan communitarians.

Kesimpulan
Penelitian ini telah mengeksplor motivasi individu dalam melakukan pelayanan publik. Hasil penelitian menunjukkan PSM sangat komplek. Ditemukan juga bahwa ketiga tipe motivasi sangat penting untuk keempat kelompok. Untuk penelitian berikutnya diharapkan reponden dapat mengevaluasi item-item kuesioner secara simultan. Hasil yang baru dalam penelitian ini adalah semakin banyaknya pendekatana untuk mengamati konstruk PSM .
Penelitian berikutnya harus dapat menilai bagaiman keempat orientasi berpengaruh terhadap perilaku dalalm melayani publik dan juga mengeksploitas organisasi publik. Satu pertanyaan yang penting dapatkan PSM dimanifestasikan pada berbagai organisasi publik, nonprofit dan privat.

KEBANGKRUTAN DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN : DAMPAKNYA KEPADA STRUKTUR DAN KOMPOSISI DEWAN

ABSTRAK

Penelitian ini menguji hubungan antara struktur tata kelola dan kebrangkrutan perusahaan. Analisis regresi logistik dari perusahaan-perusahaan utama yang bangkrut dan perusahaan yang bertahan sebagai kelompok pasangan mengindikasikan indikator-indikator dari kesehatan keuangan, pemilihan saham, kualitas dewan direksi, dan struktur tata kelola perusahaan sebagai prediksi dari kebangkrutan.
Secara khusus, model mengindikasikan adanya perbedaan antara kebangkrutan dan kelompok pasangan dalam proporsi gabungan direksi, eksekutif puncak, struktur dewan direksi dan hubungan interaksi mereka.

LATAR BELAKANG
Bangkrutnya perusahaan adalah keadaan yang umumnya penting untuk mengkaji strategi yang diterapkan oleh pihak manajemen. Lebih jauh, review atas kajian strategi yang relevan, keuangan, akuntansi, hukum, dan ekonomi membimbing kita untuk setuju dengan Hambrick dan D’Aveni bahwa menurunnya perusahaan dalam skala luas dan kebangkrutan adalah bidang yang relatif belum tergali.
Penelitian dalam bidang ini menunjukkan secara luas tentang kebangkrutan perusahaan dan sebagai konsekuensi atas kemampuannya untuk sukses melakukan penataan kembali (restrukturisasi). .Moulton dan Thomas memberikan suatu ikhtisar tentang kebangkrutan sebagai strategi yang disengaja dan pengujian empiris atas hubungan berbagai faktor untuk reorganisasi yang berhasil. Struktur tata kelola tidak termasuk dalam analisis mereka.
Fokus penelitian ini secara khusus adalah hubungan potensial antara kebangkrutan dan dua aspek yang banyak diperdebatkan dalam perusahaan: komposisi dewan, atau rasio dari anggota luar terhadap total anggota dan CEO-struktur dewan direksi. Hanya ada dua penelitian yang menguji tentang struktur tata kelola dan kebangkrutan. Chaganti, Mahajan, dan Sharma menemukan bahwa tidak ada hubungan antara komposisi dewan direksi dan kebangkrutan dalam studi di 21 perusahaan retail. Hambrick dan D’Aveni menemukan bahwa CEO yang dominan lebih mungkin menjadi faktor penyebab daripada CEO yang lemah apabila dihubungkan dengan perusahaan yang bangkrut.

STRUKTUR TATA KELOLA
Meskipun ada kesepakatan antara para teoritikus yang memperhatikan CEO terbaik – komposisi dewan direksi – menyetujui bahwa satu individu seharusnya tidak secara bersama-sama memegang jabatan sebagai CEO dan board chairperson – keterbatasan dari kajian empiris adalah tidak menyakinkan akan hal ini. Mallette dan Fowler menunjukkan bahwa pemisahan CEO dan posisi chairperson berhubungan dengan lebih sedikit adopsi dari ketentuan ”poison pill”.
Hasil penelitian dari 100 perusahaan melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara CEO – dualitas board chairperson dan variasi dari indikator kinerja. Rechner dan Dalton melaporkan bahwa perusahaan dengan komposisi dualitas memperlihatkan kinerja keuangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain.
Hambrick dan D’Aveni (1988) menyatakan bahwa perubahan positif tidak mungkin dilakukan didalam kondisi krisis di perusahaan yang jatuh dan bangkrut. Laporan tahunan Content analisis atas perusahaan yang bangkrut mengindikasikan bahwa manajemen menyangkal adanya krisis dan perubahan penjelasan tentang penurunan ini kepada lingkungan eksternal mereka.

PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah perusahaan yang bangkrut mempunyai pengaruh yang lebih besar atas bergabungnya CEO-struktur board person daripada perusahaan yang mampu bertahan?
2. Apakah perusahaan yang bangkrut mempunyai poporsi affiliated diectors lebih tinggi daripada perusahaan yang mampu bertahan?
3. Apakah hubungan antara CEO CEO-struktur board person dan proporsi affiliated diectors yang membedakan kebangkrutan dari perusahaan yang bertahan ?

HIPOTESIS
1. Perusahaan yang bangkrut mempunyai pengaruh yang lebih besar atas bergabungnya CEO-struktur board person daripada perusahaan yang mampu bertahan.
2. Perusahaan yang bangkrut mempunyai poporsi affiliated diectors lebih tinggi daripada perusahaan yang mampu bertahan?
3. Hubungan antara CEO-struktur board person dan proporsi affiliated diectors akan membedakan kebangkrutan dari perusahaan yang bertahan?

METODE PENELITIAN
Studi yang dilakukan diperbandingkan sepansang desain untuk 57 perusahaan yang bangkrut dan 57 perusahaan yang tidak bangkrut. Informasi perusahaan tersebut dilakukan selama 10 tahun dari 1972 sampai dengan 1982. Sumber informasi diperoleh dari Dun and Bradstgreet, The Securities and Exchange Commision, sebelumnya diteliti oleh Altman (1983) dan Funk dan Scott’s Index of Corporate Change.

1. VARIABEL PENELITIAN
Kebangkrutan perusahaan adalah variabel binari. Variabel kebangkrutan adalah untuk tahun dimana arsip catatan terjadi. Semua variabel lainnya ditinggalkan dan memperlihatkan keadaan lima tahun sebelumnya dari arsip kebangkrutan. Data yang relevan dikumpulkan untuk kedua perusahaan yang bankrut dan yang tidak.
CEO - Komposisi dewan direksi, variabel ini adalah binari. Kesamaan individual atau tidak secara serempak perpindahan atau perubahan CEO dan komposisi dewan direksi. Komposisi - Hubungan struktur, variabel ini diukur dari perkalian antara variabel CEO-komposisi dewan direksi dengan proporsi afiliasi direksi.

2. VARIABEL PENGENDALI
Tiga indikator keuangan yang umum digunakan dalam pemelitian kebangkrutan adalah profitabilitas (laba bersih terhadap total aktiva), likuiditas (aktiva lancar terhadap kewajiban lancar), dan leverage (hutang jangka panjang). Indikator ini juga digunakan penelitian oleh D’eveni (1990); Flagg, Giroux & Wiggins, (1991); Hambrick & D’Aveni (1988); Marlette & Fowler (1992).
Saham biasa diukur dalam 4 cara, yaitu presentase saham perusahaan yang dimiliki oleh investor institusi, manajerial dan pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham. Kepemilikan saham sejumlah 5% juga digunakan dalam penelitian ini. Variabel ini juga digunakan dalam penelitian Baysinger 91991), Boeker (1992), Hill & Snell (1988), Marlette & Fowler (1992), Wade (1990).
Penelitian ini juga menambah variabel pengendali lain yaitu kualitas dewan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas dewan direksi adalah (1) jumlah keseluruhan jabatan direktur perusahaan yang dimiliki, (2) jumlah keseluruhan non-jabatan direktur perusahaan yhang dimiliki, (3) Jumlah CEO yang dimiliki perusahaan, dan (4) latar belakang pendidikan yang diukur dari kelulusan perguruan tinggi.

ANALISIS REGRESI LOGISTIK
Variabel terikat (dependent variable) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel dikotomus dan variasi dari variabel pengendali dan sifat dari variabel bebas, maka analisis yang tepat digunakan analisis regresi logistik untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Langkah dalam analisis regresi logistik menilai overall fit model terhadap data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood. Likelihood dari model adalah probalilitas bahwa model yang dihipotesiskan mengambarkan data input. Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fitt menguji data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan rasio likelihood, dimana lebih mudah dalam interprestasi dan dapat digunakan dalam analisis regresi berganda.

HASIL PENELITIAN
Deskripsi statistik dan korelasi untuk semua variabel dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 2 menjelaskan hasil dari analisis regresi logistik. Langkah pertama dalam tabel 2 menunjukkan logaritma likelihood statistik 101,19, angka statistik ini menunjukkan angka konstan. Kami menganggap bahwa indikasi prosentase ketepatan menjadi 50%, sepanjang diketahui bahwa sebagian perusahaan akan bangkrut and sebagian laigi tidak.
Langkah selanjutnya, kami dapat menentukan rincian kontribusi atas kumpulan variasi dari variabel pengendali dalam suatu model. Termasuk varibel keuangan dalam langkah pertama, misalnya hasil perbaikan signifikansi (dari 50% sampai dengan 71,23%) untuk memprediksi kebangkrutan. Tambahan variabel pengendali yang lain juga memperbaiki model regresi logistik. Kepemilikan saham biasa menjadikan ketepatan nilai sebesar 84,93% dan kualitas dewan menaikkan ketetapan nilai sebesar 87,17%.
Langkah terakhir, variabel tata kelola (governance) ditambahkan. Semua kumpulan variabel (keuangan, kepemilikan dan kualitas dewan) dimasukkan tahapan lebih dahulu sebagai variabel kendali. Perhitungan model dan perbaikan ketepatan nilai dalam setiap fungsi untuk semua variabel yang dimasukkan, dilihak dari rasio likelihood regresi logistik kami mengilustrasikan bahwa tambahan variabel tata kelola (governance) lebih lanjut mempertinggi nilai model. Selain itu, menguji atas tahapan kelima menduga bahwa tambahan dari interaksi CEO-struktur dewan dan proporsi afiliasi direksi menaikkan model dan menghailkan nilai ketepatan akhir sebesar 94,52%. Dari tanda koefisien, dapat dilihat, perbandingan untuk mempertemukan pengendalian perusahaan, yaitu kebangkrutan perusahaan dapat dilihat dari rendahnya profitabilitas, likuidutas dan ekuitas yang dipegang oleh institusi, serta sedikit CEO dalam susunan dewan.
Meskipun analisis ini menghasilkan nilai dari variabel bebas 5 tahun mendatang untuk menduga kebangkrutan, juga menyatakan analisis yang sebanding, dengan penggunaan nilai tahun aktual. Pertimbangan hanya indikator keuangan (profitabilitas, likuiditas dan leverage) menghasilkan ketepatan nilai sebesar 95,54% dalam model.

DISKUSI
Hasil penelitian ini menduga hubungan antara struktur tatakelola (governance) dan kebangkrutan. Pengamatan terhadap statistik deskriptif mungkin menggambarkan ketajaman fokus. Prosentase kedua struktur 37,5% untuk perusahaan yang tidak bangkrut dan 53,8% untuk perusahaan bangkrut. Direksi perusahaan yang tidak bangkrut 44,9% adalah afiliasi, sedangkan perusahaan yang bangkrut 59.5%.
Meskipun hasil ini memberikan harapan, mereka seharusnya diinterprestasikan dengan berhati-hati dan tidak secara luas melebihi konteks fokus di penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kumpulan perusahaan bangkrut dan dihdapkan dengan kelompok pengendali. Selama beberapa periode, Beberapa relatif besarnya skala perusahaan menjadi subyek kebangkrutan. Lebih dari itu, hasil penelitian ini menggambarkan kebijakan struktur tatakelola 5 tahun kedepan digunakan untuk menduga kebangkrutan. Kami menduga bahwa ini merupakan keseimbangan penjelasan kekuatan struktur tatakelola, indikator keuangan dan peristiwa kebangkrutan. Dalam tahun aktual kebangkrutan, hanya indikator keuangan menyediakan dasar ketepatan diatas 95%.
Kami berpikir dampak perbedaan struktur tatakelola setelah perusahaan bangkrut. Hal ini menyatakan bahwa beberapa perusahaan yang bangkrut selalu berjaga-jaga terhdap perencanaan reorganisasi dan kelengkapan assets yang layak. Moulton dan Thomas (1993) mengestimasikan bahwa kurang lebih 10% semua perusahaan yang memasuki gejaloa bangkrut dapat dijelaskan secara baik sebelum periode kebangkrutan. Ini dimungkinkan perbedaan sruktur tatakelola dalam periode yang penting dapat menunjukkan sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan.
Hubungan ini juga dapat menjadi subjek yang penting dalam penelitian selanjutnya, dimana dilakukan investigasi keseimbangan antara struktur tatakelola dan kondisi keuangan. Sutton dan Callahan (1987) menyatakan bahwa prediksi perusahaan melindungi dari kebangkrutan dapat ditunjukkan dari kondisi keuangan. Mereka menyatakan bahwa stigma assosiasi yang muncul berkaitan dengan kebangkrutan adalah faktor yang penting sebagai tanggungjawab perusahaan untuk merestrukturisasi dengan baik perusahaan.

Public Sector Professionals: Pengaruh Pekerjaan Sektor Publik pada Motivasi, Kepuasan Kerja dan Keterlibatan Kerja.

ABSTRAKSI:



Artikel ini menjelaskan studi empiris tentang karakteristik kerja dari profesional sektor publik dan pengaruh karakteristik ini pada motivasi, kepuasan kerja dan keterlibatan kerja. Pengumpulan data dikumpulkan dengan cara sample random dari pekerja profesional dan pekerja blue-collar di pemerintah pusat.
Hasil temuan penulis adalah :
1) Walaupun karakteristik kerja profesional sektor publik konsisten dengan data normatif dari survey diagnostik kerja, kepuasan kerja dan keterlibatan kerja lebih rendah dari pekerja blue collar dan motivasi kerja tidak lebih tinggi daripada pekerja blue-collar,
2) Karakteristik kerja tidak bisa menjelaskan variasi dalam kepuasan, motivasi dan keterlibatan profesional melainkan dijelaskan oleh kepuasan sosial, pemenuhan kebutuhan intrinsik pekerja (terutama keinginan untuk berkembang) dan informasi kinerja.
Temuan ini bertolak belakang dari beberapa studi dalam kajian perilaku organisasi dan memunculkan pertanyaan tentang sifat kerja sektor publik. Kita lebih spesifik mendiskusikan aturan disain pekerjaan untuk meningkatkan profesional sektor publik.

RUMUSAN MASALAH
1. Apakah karakteristik pekerjaan, motivasi kerja, kepuasan kerja dan keterlibatan kerja pegawai sektor publik lebih rendah dibandingkan pekerja blue collar?
2. Apakah sifat kinerja dari pegawai sektor publik secara substansif mempengaruhi motivasi kerja, kepuasan kerja dan keterlibatan kerja mereka, atau ada faktor lain yang mengacaukan hubungan yang telah diprediksi

KERANGKA TEORITIS
Untuk menggali hubungan antara sifat pekerja sektor publik dan motivasi kita butuh model karakteristik kerja. Model yang dibangun dari lima dimensi kerja: variasi skill, jenis-jenis tugas, bobot tugas, otonomi dan umpan balik pada kinerja. Berdasarkan studi lain dari para profesional, kami prediksi para profesional mencerminkan skor yang lebih tinggi dari setiap dimensi karakteristik model pekerjaannya daripada yang non profesional, dan hubungan ini konsisten terhadap pekerja sektor publik dan sektor swasta. Kesimpulan yang beralasan bahwa profesional menunjukkan skor yang lebih tinggi untuk kunci perilaku kerja termasuk motivasi, kepuasan dan keterlibatan dalam pekerjaan daripada yang non profesional.
Cherniss and Kane menemukan bahwa para profesional sektor publik melaporkan nilai yang lebih rendah secara signifikan pada masing-masing karakteristik pekerjaan daripada pekerja blue collar. juga mengenai keterlibatan kerja sektor publik lebih rendah daripada pekerja blue collar dan skor mereka dalam motivasi kerja juga tidak lebih tinggi. Sebagai tambahan tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua grup baik dibidang kepuasan kerja dan kebutuhan intrinsik.
Temuan ini memunculkan pertanyaan yang menarik mengenai sifat pekerjaan sektor publik, khususnya pada profesional, karena pekerjaan profesional membutuhkan pendidikan dan skill yang lebih tinggi daripada pekerja blue collar, mereka seharusnya menyediakan variasi skill yang lebih tinggi, identitas tugas, bobot tugas, dan otonomi tugas yang lebih tinggi. Hal ini sama dengan kompleksitas dengan pekerjaan mereka dan level gaji yang lebih tinggi akan memicu kepuasan kerja dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada pekerja blue colour, bagaimanapun struktur organisasi dan budaya, kebutuhan dan pengharapan pribadi atau interaksi sosial di tempt kerja akan mengacaukan hubungan antara karakteristik kerja dengan perilaku kerja.

METODE PENELITIAN
Menggunakan klasifikasi kita mengumpulkan data dari para profesional dan para pekerja blue colour di dalam pusat pelayanan masyarakat di Rocky mountain West. Lembaga ini mempekerjakan lebih dari 8700 profesional dan pekerja blue collar yang sesui dengan skema klasifikasi penelitian. 28 persen dari populasi adalah pekerja blue collar dan 72 persen adalah profesional. Kita mengambil sampel secara random dari data pribadi dengan panduan dari personil lembaga dan pelayanan komputer. Kita melakukan pre test survei menggunakan 40 subyek dari 500 sampel dan 42 survei kembali karena tidak dapat terkirim.
Sampel yang bisa digunakan 418. Survei yang dikerjakan terdiri dari dua bagian, bagian pertama adalah bentuk pendek diagnosis pekerjaan yang dikembangkan oleh Hackman and Oldham. Hubungkan dengan model karakteristik pekerjaan mengukur karakteristik pekerjaan, motivasi kerja, dan kepuasan kerja secara luas.
Bagian kedua dari survei tidak berkaitan dengan survei kualitas hidup oleh Kane. Yang mengukur keterlibatan kerja dan membangun kepedulian dari perilaku kerja para pekerja.

DEFINISI OPERASIONAL
1. Kakarteristik pekerjaan, mengacu pada tingkatan dimana desain pekerjaan mempunyai varian skill identitas tugas, bobot tugas, otonomi, dan umpan balik yang diukur dengan indeks Motivation Potential Score (MPS index).
2. Inti status dari :
a. Derajad intensitas seseorang untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan,
b. Tujuan dari kekuatan baik yang positif maupun negatif ,
c. Menjaga perilaku.
3. Kepuasan kerja, kepuasan akan petunjuk atau pusat emosi positif sebgai hasil keluaran dari hasil pekerjaan yang di dapat atau melebihi pengharapan karyawan.
4. Keterlibatan kerja, mengacu pada tingkat dimana pekerja memandang pekerjaan dibandingkan dengan aktivitas lain sebagai sumber dari pemenuhan kebutuhan intrinsik mereka.

HASIL PENELITIAN
Hasil dari survei menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara dua grup pada 4 dari 5 karakteristik pekerjaan.
Satu-satunya dimensi pekerjaan yang terdapat perbedaan signifikan adalah variasi skill, dimana skor para profesional lebih tingi daripada para pekerja blue collar. penemuan ini berlawanan dengan penelitian Cherniss and Kane mengindikasikan bahwa pada pekerja profesional sektor publik tidak memiliki nilai yang lebih rendah di karakteristik pekerjaan daripada pekerja blue collar.
Di samping itu para profesional hanya lebih tinggi di dalam hal variasi skill mereka. Temuan ini menimbulkan pertanyaan konseptual dari pekerja profesioanal yang berotonomi tinggi dengan tingkat yang tinggi dari bobot pekerja. Berkaitan dengan itu pentingnya kerja profesional para pekerja itu sendiri mungkin tidak akurat untuk profesional sektor publik.
Dugaan ini didukung dengan penemuan survei untuk pengukuran keluaran kepuasan kerja, motivasi kerja, dan keterlibatan. Kepuasan dan keterlibatan kerja lebih rendah secara signifikan untuk pekerja profesioanal dibandingkan motivasi kerja tidak berbeda secara signifikan.
Dari tabel 2 kita dapat melihat nilai dari sektor publik konsisten dengan peraturan nasional untuk semua sektor karena keduanya bagus dalam dua standar deviasi.
Tidak ada perbedaan secara statistik antara pekerja sektor publik dan peraturan nasional untuk setiap variabel.
Riset berikutnya terjawab jika karakteristik dan kepuasankerja, motivasi, dan tingakt keterlibatan dari profesioanl tidak lebih tinggi daripada pekerja blue collar, mungkin mereka juga mempunyai efek interaktif yang berbeda daripada yang diprediksi. Apakah sifat dari pekerja sektor publik mempengaruhi perilaku karyawan terhadap pekerjaanya? Dan jika demikian hbungan ini berbeda bentuk dari yang ditemukan diantara pekerja blue collar? untuk kajian lebih lanjut hubungan antara profesional dan tingkat kepuasan, motivasi, dan keterlibatan kerja kita menggunakan Multivariate Analysis.
Kita membutuhkan sejumlah variabel didalam analisis untuk mencapai spesifikasi model atas hubungan tersebut. Banyak faktor yang diperlukan yang berhubungan dengan kepuasan kerja, motivasi, dan keterlibatan. Dua faktor kategori (pekerjaan ekstrinsik dan faktor pemenuhan kebutuhan intrinsik) adalah yang umumnya menarik, karena adanya hubungan teoritis dengan motivasi dan kepuasan. Faktor pekerjaan ekstrinsik adalah yang nampak dari luar diri individu pekerja, secara luas dari teman sekerja.
Tabel 3 : Kami melakukan konstruk dengan model regresi linier dengan menggunakan motivasi, kepuasan dan keterlibatan kerja sebagai variabel dependen dan pengukuran karakteristik kerja, faktor kerja ekstrinsik dan faktor pemenuhan kebutuhan intrinsik dan karakteristik demografi sebagai variabel independen. Kita menggunakan stepwise dan metode pengujian dengan SPSS untuk memasukkan variabel ke dalam persamaan. Pengujian untuk pengujian multikol mengindikasikan tidak ada korelasi diantara variabel independen.
Tabel 4 memberikan ringkasan statistik dari tiga persamaan regresi yang menggunakan stepwise. Satu-satunya variabel independen yang disajikan pada tingkat 5% demi keringkasan.
Model dijelaskan pada 32% dari variasi didalam skor kepuasan kerja, 41% dalam motivasi kerja, dan 27% variansi dalam keterlibatan kerja.
Analisis regresi memberikan hasil yang tidak terantisipasi. Dari ke tiga persamaan regresi tidak ada yang membuktikan karakteristik kerja ini signifikan. Variasi skill, identitas tugas, bobot tugas, otonomi, dan umpan balik atas pekerjaan tidak muncul sebagai variabel yang signifikan ketika dikontrol oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Sebaliknya beberapa faktor eksrinsik dan intrinsik signifikan. Khususnya, dua faktor kebutuhan intrinsik (kepuasan atas penyelesaian pekerjaan dan kebutuhan intruinsik yang penting) dan 2 faktor ekstrinsik (umpan balik dari yang lain atas kinerja dan kepuasan dengan hubungan sosial) adalah variabel yang signifikan dalam model regresi. Temuan ini mengindikasikan bahwa ketika mempertimbangkan interaksi dari karakteristik kerja faktor ekstrinsik pekerjaan, faktor pemenuhan kebutuhan intrinsik, dan karakteristik demografi, karakteristik pekerjaan dari pekerja sektor publik memiliki sedikit atau tidak ada pengaruh pada kepuasan, motivasi, dan keterlibatan kerja. Sifat dari pekerja sektor publik terlihat sedikit pengaruhnya pada perilaku pekerja untuk pekerjaan mereka.
Tabel 5 memperlihatkan hasil analisis untuk pekerja blue collar, yang mirip dengan para profesional, dengan beberapa perbedaan. Seperti tingkat kepuasan, motivasi, dan keterlibatan kerja para profesional tidak berhubungan dengan karakteristik pekerjaan. Variabel yang signifikan meliputi hubungan sosial pada pekerjaan, umpan balik dari kolega, kebutuhan pertumbuhan individu, kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan intrinsik yang relatif penting. Tidak ada satupun dari beberapa dimensi karakteristik pekerjaan sebagai variabel yang signifikan. Perilaku menuju kerja kelihatannya lebih sebagai fungsi dari hubungan sosial dan kepuasan atas kebutuhan intrinsik daripada karakteristik pekerjaan untuk profesional dan pekerja blue collar.
Faktor ekstrinsik pekerjaan dan variabel pemenuhan kebutuhan intrinsik, bagaimanapun juga memberi kesan menjelaskan yang lebih besar untuk pekerja blue collar daripada para professional.
Koefisien beta dan adjusted R square lebih besar pada pekerja blue collar. model regresi menjelaskan 50% variasi di dalam kepuaan kerja, 52% pada motivasi kerja, dan 50% pada keterlibatan kerja. Kepuasan atas hubungan sosial pada pekerjaan adalah alat untuk memprediksi yang lebih baik untuk tiga variabel dependen dalam pekerja blue collar (koefisien beta = 0,52; 0,56; dan 0,46). Juga pemenuhan kebutuhan intrinsik sebagai variabel yang lebih penting untuk profesional.
Pemenuhan kebutuhan intrinsik signifikan untuk tiga variabel dependen dalam profesional, dimana kepuasan dengan hubungan sosial adalah variabel yang paling kuat pada para pekerja blue collar. Kekuatan penjelas yang paling rendah pada model regresi untuk profesional juga menyarankan bahwa kepuasan kerja, motivasi, dan keterlibatan kerja lebih kompleks.

CONCLUSION
Temuan yang dipresentasikan ini, memberi masukan kepada teori dan isu praktek di seputar profesional sektor publik.
Pertama, penelitian ini mengkonfirmasi sebagian penelitian yang dilakukan oleh Cherniss dan Kane. Ditemukan pula dalam peneltian ini, seperti dalam penelitian Cherniss dan Kane, mengindikasikan bahwa karakteristik kerja dari profesional sektor publik tidak tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja blue-collar. Jika karyawan yang profesional merasa senang dengan otonomi, bobot tugas dan identitas yang tinggi, dan umpan balik langsung dari hasil kerjanya, hasil dari studi ini memberi kesan kecewaan mereka dengan pengalaman kerjanya di sektor publik.
Studi ini juga menemukan bahwa profesional sektor publik memiliki kepuasan kerja yang rendah dan motivasi atau keterlibatan kerja yang tidak tinggi daripada pekerja blue-collar.
Analisa multivariat juga memberi kesan terhadap karakteristik kerja dari kerja profesional sebagai salah satu pengaruh sikap kerja yang terus berinteraksi dengan faktor eksternal dan internal atau tidak mempengaruhi kerja mereka secara signifikan.
Penelitian ini mengindikasikan akan pemahaman yang lebih besar terhadap perbedaan dalam konteks publik dan privat.

Penggunaan Teknik Structural Equation Modeling (SEM) Untuk Menguji Sebuah Model Dari Proses Partisipasi Anggaran Kognitif

ABSRAKSI
P
Paper ini melaporkan hasil dari sebuah studi dimana menguji kembali Chenhall & Brownell (Accounting, Organization and Society, pp. 225 – 233, 1998). Dalam studi tersebut telah dilakukan hipotesa bahwa dua (ambigu) peran sebagai variable intervening dalam asosiasi antara anggaran partisipasi dan kriteria outcome. Meskipun begitu hasil telah mendukung hipotesa, sebuah batasan telah dilakukan observasi. Paper ini memasukkan beberapa variasi dalam sampling dan temuan hasil dimana memberikan dukungan yang kuat terhadap hipotesa Chenhall & Brownell dan diuji menggunakan teknik structural equation modeling (SEM).

PENDAHULUAN
Partisipasi yang lebih rendah dalam proses seting anggaran adalah gagasan untuk mendapatkan konsekuensi baik pikiran/atitude maupun tindakan/perilaku. Selama empat dekade belakangan studi tentang proses partisipasi dalam setting anggaran telah dilakukan secara ekstensif. Bagaimanapun, hasil-hasil dari studi empiris sebelumnya masih kurang tegas. Studi sebelumnya telah menguji mekanisme motivasi dan kognitif dimana partisipasi anggaran mungkin berhubungan kepada kepuasan kerja dan kinerja (Brownell dan Melnnes, 1986; Chenhall dan Brownell, 1998; Kren, 1992; lihat juga Kren dan Liao, 1998; Murray, 1990 untuk dikusi yang menyeluruh). Secara umum, dapat diperdebatkan bahwa peran motivasi partisipasi anggaran mempertinggi “kepercayaan subordinasi, pengendalian dan keterlibatan ego terhadap organisasi dimana akan menyebabkan …. penerimaan yang lebih, dan komitmen, keputusan anggaran, yanh pada akhirnya meningkatkan kinerja’ (Shields adan Shields, 1998, p. 59). Mekanisme kognitif pada partisipasi anggaran memberikan kesempatan kepada tingkat yang lebih rendah untuk mengumpulkan perubahan dan menyebarkan informasi pekerjaan yang relevan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan dalam meningkatkan kinerja mereka.
Dalam usaha untuk menjelaskan hasil yang tidak konsisten pada studi-studi terdalulu dalam hubungan antara partisipasi anggaran dan perilaku dan pikiran manajemen, Chenhall & Brownell (1998) menguji mekanisme kognitif dimana anggaran partisipasi mungkin berhubungan dengan kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Khususnya, mereka menggunakan peran ganda/ambigu sebagai satu faktor kognitif yang penting dalam menjelaskan hubungan antara partisipasi anggaran dengan kinerja dan kepuasan bekerja. Mereka menemukan bahwa partisipasi anggaran mempunyai hubungan yang negatif dengan peran ganda/ambigu, dimana sebaliknya pada hubungan dengan peningkatan kinerja dan kepuasan kerja. Chenhall & Brownell menandai hasil mereka pada kenyataan bahwa partisipasi anggaran memberikan level yang lebih rendah kesempatan mengumpulkan informasi pekerjaan yang relevan dimana klarifikasi harapan terhadap tugas mereka, metoda dari pemenuhan harapan atau konsekuensi dari kinerja. Meskipun begitu, terdapat 3 isu untuk pandalaman lanjutan. Pertama, Chenhall & Brownell studi didasarkan pada sampel yang kecil (n = 33) dari manager dari sebuah organisasi. Beberapa penelitian (contoh, Kendal dkk, 1987; Aldag dan Stearns, 1998; Brownell dan Dunk, 1991); Dunk, 1993; Lal dkk, 1996) melakukan kritikterhadap temuan yang digunakan dalan sample yang digambarkan dari satu organisasi. Penelitian iniberpendapat bahwa riset yang didasarkan pada sebuah organisasi akan membawa resiko terhadap validitas eksternal dari hasilnya dan minim akan temuan yang dapat digeneralisasi. Dunk (1993), p.576) sebagai contoh berpendapat bahwa “penggunaan sampel organisasi tunggal dapat mengacaukan/mengaburkan hasil dari penelitian karena kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari perusahaan’. Untuk mengatasi potensi keterbatasan tersebut, penggunaan sampel pilihan secara random yang besar akan lebih tepat (lihat Brownell dan Dunk, 1991; Dunk, 1993; Lal dkk, 1996).
Kedua, penelitian Chenhall & Brownell menguji sebuah model dari proses kognitif partisipasi anggaran berdasarkan pada teknik path analisis, dengan menjumlahkan susunan item dari setiap skala persepsi sebagai indikator tunggal dari underlying skala variable laten. Seperti pendekatan indikator tunggal pada path analisis telah dikritik untuk anggapan bahwa tidak ada pengukuran kesalahan acak dalam skala item (lihat Bagozzi dkk, 1991). Teknik structural equation model (SEM) dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan dari pendekatan indikator tunggal dan pengukuran kesalahanya dalam path analisis. SEM adalah teknik yang dapat digunakan sebagai instrumen validasi dan model pengujian.
Selanjutnya, tujuan dari paper ini adalah
1 Untuk menawarkan sebuah contoh bagaimana teknik SEM dapat digunakan dalam memvalidasi dan memeodifikasi instrumen agar lebih baik………
2 Untuk menguji kembali sebuah model proses kognitif anggaran mengggunakan pendekatan structural equation model berdasarkan cross-sectional dan sample random yang besar. Struktur penulisan adalah sebagai berikut. Bagian berikutnya akan membahas teori yang melandasi penelitian ini. Sub bagian akan mejelaskan metode riset yang digunakan, hasil dan diskusi.



















LITERATUR SEBELUMNYA DAN TEORI YANG MENDUKUNG

Literatur sebelumnya menyatakan bahwa partisipasi anggaran dan peran ganda adalah saling berhubungan satu dengan lainya (Chenhall & Brownell, 1998; O’ Connor, 1995;Chong dan Bateman, 2000; lihat juga Tosi dan Tosi, 1970; Schuler, 1980). Partisipasi anggaran dalam penelitian ini didefenisikan sebagai sebuah proses dimana level yang lebih rendah diberikan kesempatan untuk terlibat dan mempunyai pengaruh dalam proses penyusunan anggaran (Brownell, 1982a) dimana peran ganda adalah perhatian dimana terdapat kelemahan akan kejelasan informasi sehubungan dengan harapan, metoda dan konsekuensi dari peran tersebut. Khususnya, diperdebatkannya bahwa partisipasi anggaran terbalik dihubungkan dengan peran ganda. Pendukung dari hubungan negatif antara partisipasi anggaran dengan peran ganda didasarkan pada kedua teori dan bukti empiris. Sebagai contoh, Chenhall & Brownell menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara partisipasi anggaran dengan peran ganda. O’Connor (1085, p.388) berpendapat bahwa”….. partisipasi anggaran dililat dari kegunaan untuk mengurangi peran ganda. Studi non- akuntasi sebelumnya (Schuler, 1980); Jackson dan Schuler, 1985 juga berpendapat dan menemukan bahwa level tinggi dari partisipasi anggaran mengarahkan kepada peran ganda yang lebih rendah. Sebagai contoh, Schuler (1980) menemukan bahwa patisipasi dalam pembuatan keputusan dan perran ganda mempunyai hubungan yang negatif pada perusahaan manufaktur dan pelayanan publik.

Dengan penekanan kepada hubungan antara partispasi anggaran dan pemikiran dan dan perilaku managerial, literatur selanjutnya mendukung padangan bahwa peran ganda mempunyai hubungan yang negati dengan kinerja dan kepuasan kerja. Sebagai contoh, Chenhall & Brownell (1998) menenukan bahwa partisipasi anggaran berhubungan negatif dengan peran ganda, sebaliknya berhubungan dengan peningkatan kinerja dan kepuasan kerja. Mereka menekankan hasil penelitiannya kepada fakta bahwa partisipasi anggaran, klarifikasi informasi pada tiga area (pengharapan, metoda dan konsekuensi). Mereka berpedapat bahwa pengharapan dan peran akan menjadi lebih jelas ketika tujuan atau anggaran telah ditentukan. Dengan partisipasi, beberapa meroda dari pncapaian peran ganda dapat diuji untuk meyakinkan bagaimana pengharapan dapat diperoleh. Konsekuensi lebih lanjut dari kinerja dalam peran dapat dikalrifikasi dengan partisipasi dalam tahap perencaan dan evaluasi dari proses penyusunan anggaran. Rebele dan Michaels (1990) menemukan bahwa level yang lebih tinggi dari peran ganda mempunyai hubungan dengan level yang lebih rendah dari kinerja dan kepuasan kerja. Bukti lebih lanjut mendukung hubungan antara partisipasi anggaran, peran ganad dan kinerja dan kepuasan kerja juga dapat ditemukan pada literatur non-akuntansi. Sebagai contoh, Senatra (1980) menemukan mahwa peran ganda mempunyai hubungan yang negatif dengan kinerja dan kepuasan kerja.

Kesimpulannya, teori yang ada dan bukti empiris sebelumnya kelihatannya menyarankan bahwa partisipasi anggaran mempunyai hubungan yang negatif terhadap peran ganda dan hubungan negatif dengan kinerja dan kepuasan kerja.

METODA
Penelitian ini memilih secara acak 80 perusahaan manufaktur dari Australia Kompass (1998). Dari perusahaan ini diidentifikasi 160 manajer level menengah. Dari setiap perusahaan dipilih dua manager yang mempunyai fungsi yang berbeda (seperti akuntansi, produksi dan pemasaran). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sample yang dipilih dapat mewakili berbagai variasi latar belakang dan pengalaman. Sebuah kuisioner disertai juga perangko balasan untuk pengembalian kuisioner, yang dikirimkan melalui surat untuk menanyakan kepada setiap manajer dan melengkapi data dari 4 variable: partisipasi anggaran, peran ganda, kepuasan bekerja dan kinerja. Respon rate sebesar 101 (63%), empat tidak dapat digunakan karena kurang lengkap sehingga data yang dapat digunakan sebanyak 97 (61%). Rata-rata responden menduduki jabatannya sekarang selama 6 tahun dan telah bekerja pada perusahaannya rata-rata selama 9 tahun. Rata-rata pengalaman untuk area managemen selama 11 tahun dan rata-rata bawahan yang menjadi tanggung jawabnya sebanyak 37 pekerja. Rata-rata pekerja dari sample perusahaan sebanyak 217 pekerja.




Pengukuran Variable

Partisipasi anggaran: Sesuai dengan Chenhall dab Brownell (1998), partisipasi anggaran diukur dengan 6 item, 7 skala likert yang dikembangkan oleh Milani’s (1975). Instrumen ini telah diuji dan digunakan secara ekstensif oleh banyak penelitian bidang akuntansi (contoh, Lau dkk, 1995, 1997; O’Connor, 1995; Lau dan Tan, 1998; Chong dan Bateman, 2000).
Peran ganda: Peran ganda diukur dengan 6 item, 7 skala likert yang dikembangkan oleh Rizzo dkk (1990). Instrumen ini telah digunakan oleh Chenhall dan Brownell (1998) dan penelitian akuntansi lainnya (contoh, O’Connor, 1995; Chong dan Bateman, 2000).
Kepuasan bekerja: Sesuai dengan Chenhall dan Brownell (1998), kepuasan bekerja diukur dengan 20 item yang dikembangkan oleh weiss, Dawis, England dan Lofquist (1967). Instrumen Weis dkk (1967) membutuhkan reponden mengidentidfikasi pada 5 skala likert (dimana 1= “sangat tidak puas” dan 5 = “sangat puas”) bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan mereka dengan berbagai dimensi dalam pengelaman bekerja. Instrumen ini telah diuji dan digunakan secara ekstensif dalam bidang akuntnasi (Harrison, 1993; Choo dan Tan, 1997; Chong dan Bateman, 2000).
Kinerja: Sesuai dengan Chenhall dab Brownell (1998), kinerja diukur dengan 1 item dimana para responden ditanya untuk mengevaluasi kinerja mereka secara keseluruhan pada 7 skala likert dimana 1 = “ performance is barely satisfactory” dan 7 = “performance is extremely good”.

HASIL
Untuk menguji prose model kognitif partisipasi anggaran yang diajukan oleh Chenhall dan Brownell (1998), digunakan program komputer struktur persamaan EQS (Bentler, 1995). Tahap pertama yaitu menguji model, Pengujian model dievaluasi dengan confirmatory faktor analisis. Berdasarkan hasil dari pengukuran analisa model, penting memodifikasi struktur model, dimana diuji berdasarkan data penelitian. Evaluasi dari model fit berdasarkan pengukuran goodness-of-fit seperti Chi-square, Bantler-Bonnet Bormal Fit Index (NFI), Nonnormed Fit Index (NNFI) dan Comparative Fit Index (CFI) (Bentler dan Bonnet, 1980; Bollen dan Long, 1992).

Gambar 3 Re-Specified the Measurement Model of BP













Analisa dari Model Pengukuran
Pengukuran konstruk model BP (anggaran partisipasi) telah dievaluasi pada tahap pertama. Gambar 2 menggambarkan pengukuran dari konstrok BP dan kesimpulan model fit yang diobservasi. Ditunjukkan dengan pengukuran model tidak menunjukkan good fit atas data (X2 [9] = 114,15, p<0.001; NFI = 0.774; NNFI = 0.642; CFI = 0.785).

Gambar 2



Estimasi kembali dari model pengukuran dari konstruk BP sangat diperlukan. Exploratory Factor Analysis (EFA) digunakan untuk menegaskan indicants mana yang tidak dimasukkan dalam common factor atau untuk indicants mana yang tidak mempunyai factor loading sebesar 0.30 ( Kim dan Mueller, 1986). Sebuah exploratory factor analysis dari 6 item ……. Hasilnya mengindicantskan bahwa 2 fakator yang ada dimana dihitung sebesar 84.73% dari total variasi yang dijelaskan. Empat item yang dimasukkan pada faktor yang pertama (factor 1) dan dihitung sebesar 65.12% dari total varian. Faktor 1 menyatakan dimensi pengaruh (influence) dari partisipasi anggaran. Dua item yang dimasukkan pada faktor kedua (Faktor II) dan dihitung sebesar 19.61% dari total varian. Faktor II menyatakan dimensi keterlibatan (involvement) dari partisipasi anggaran. Hasil dari analisa faktor ditunjukkan pada tabel I.


Table 1. Hasil dari exploratory factor analysis untuk partisipasi anggaran
(Rotated Factor Matrix)
Item Factor Loading
I II

2 Alasan dari revisi anggaran 0.703 0.272
4 Seberapa besar pengaruh 0.927 0.190
5 Pentingnya keterlibatan 0.903 0.192
6 ………………………. 0.915 0.263

1 Keterlibatan dalam seting anggaran 0.251 0.930
3 ………………….. 0.234 0.937


Eigenvalues 3.907 1.177
Total Variance explaned 65.12% 19.61%

Gambar 3 menunjukkan revisi model pengukuran dari konstruk BP dan kesimpulan dari pengukuran model fit. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Revisi pengukuran model menunjukkan very good fit dari data (X2 [9] = 23,21, p<0.05; NFI = 0.945; NNFI = 0.942; CFI = 0.965). Koefesien Cronbach alpha (Cronbach, 1951) sebesar 0.91 untuk dimensi pengaruh (influence) dari partisipasi anggaran dan 0.92 untuk dimensi keteribatan (involvement) untuk partisipasi anggaran, dimana indicants untuk skala very satisfactory internal realibility (Nunnally, 1967)

Gambar 3 Re-Specified the Measurement Model of BP












Pengukuran model dari konstruk RA (peran ganda) dievaluasi berikut ini. Gambar 4 menunjukkan model pengukuran RA dan kesimpulan dari pengukuran model fit yang diobservasi. Seperti yang disajikan pada gambar 4, pengukuran model menunjukkan very good fit untuk data (X2 [9] = 23,21, p<0.005; NFI = 0.945; NNFI = 0.942; CFI = 0.965). Koefesien Cronbach alpha (Cronbach, 1951) sebesar 0.91 untuk dimensi pengaruh (influence) dari partisipasi anggaran dan 0.92 untuk peran ganda, dimana indicants untuk skala very satisfactory internal realibility (Nunnally, 1967)









Gambar 4. The Measurement Model of Role Abiguity (RA)









Pengukuran model untuk menilai konstruk JS (kepuasan kerja). Sehubungan dengan besarnya indicants yang digunakan (20 item) untuk konstruk JS. Gabungan dari item dibutuhkan (lihat Bagozzi, 1980a; 1980b; Gaski, 1986; Howell, 1987; Poznanski dan Bline, 1997). Pada dasarnya, exploratory factor analysis digunakan untuk menegaskan indicants mana yang dimasukkan pada common factor atau untuk indicants mana yang tidak mempunyai factor loading sebesar 0.30 (Kim dan Mueller, 1986). Lima gabungan pengukuran ……………….. Tabel 1 menunjukkan matrik hubungan dari kelima pengukuran gabungan.

Tabel 2. Matrik Korelasi
Variable COMP – JS1 COMP – JS2 COMP – JS3 COMP – JS4 COMP – JS5
COMP – JS1 -
COMP – JS2 0.506*** -
COMP – JS3 0.552*** 0.447*** -
COMP – JS4 0.581*** 0.515*** 0.510*** -
COMP – JS5 0.097 0.029 0.072 0.141 -

Seperti yang ditunjukkan pada tabel 2, hubungan antara COMP – JS1 dan COMP – JS2 (r=0.506, p<0.001), COMP – JS1 dan COMP – JS3 (r=0.552, p<0.001), COMP – JS4 (r=0.581, p<0.001), COMP – JS2 dan COMP – JS3 (r=0.447, p<0.001) COMP – JS2 dan COMP – JS4 (r=0.515. p<0.001) dan COMP – JS3 dan COMP – JS4 (r = 0.510, p<0.001) adalah posotif dan significan, seperti yang diharapkan, dengan pengecualian hubungan antara COMP – JS1 dan COMP – JS5, COMP – JS2 dan COMP – JS5, COMP – JS3 dan COMP – JS5, dan COMP – JS4 dan COMP – JS5.

Gambar 5 menunjukkan pengukuran model dari konstruk JS dan kesimpulan daro pengukuran model fit yang diamati untuk model. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 5, model pengukuran menunjukkan very poor fit dari data X2 [190] = 387,23, p<0.001; NFI = 0.642; NNFI = 0.698; CFI = 0.745).

Gambar 5

Oleh sebab itu, estimati kembali dari model pengukuran dari konstruk JS adalah penting. Gambar 6 menunjukkan revisi model pengukuran dari konstruk JS dan kesimpulan dari model dit yang diukur. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 6, revisi dari model pengukuran menunjukkan very good fit dari dari X2 [21] = 43,29, p<0.003; NFI = 0.904; NNFI = 0.906; CFI = 0.946).

Gambar 6



Analisa dari Model Struktural
Standardized parameter estimates untuk model struktural ditinjukkan pada gambar 7. Standardized parameter estimates antara dimensi pengaruh dari partisipasi anggaran dan peran ganda adalah negatif dan significan secara statistik (path coefficient = -0.28, p<0.05)

Gambar 7. Cognitive Budgetary Partcipation Processes Model






Measure of model fit:Chi-square statistics = 0.000. df = 1, p<0.003; NFI = 1.000; NNFI=1.290; CFI = 1.000

Lebih lanjut, standardized parameter estimates antara peran ganda dan kinerja dan kepuasan kerja adalah negatif dan significan secara statistik (path coefficient = -0.28, p<0.05 and path coefficient = -0.24, p<0.05). Secara bersamaan, hasil ini menyarankan bahwa peran menyelangi dari peran ganda pada hubungan antara dimensi pengaruh dari partisipasi anggaran dan kinerja dan kepuasan kerja. Bagaimanapun juga, standardized parameter estimates antara dimensi keterlibatan dari partisipasi anggaran dan peran ganda tidak signifikan secara statistik. Sebagai tambahan, standardized parameter estimates antara peran ganda dan kinerja dan kepuasan kerja juga tidak signifikan secara statistik. Hasil ini konsisten dengan Chenhall dan Brownell (1988), kecualiterdapat bukti yang jelas bahwa dimensi pengaruh dari partisipasi anggaran dimana secara prinsip bertanggung jawab untuk hasilnya.


KESIMPULAN DAN DISKUSI

Kontribusi studi ini terhadap literatur akuntansi yaitu dengan menawarkan sebuah contoh bagaimana teknik SEM dapat digunakan untuk (1) menguji validitas instrumen dan memodifikasi instrumen untu psychometric properties yang lebih baik, dan (2) mengkonstruksi kembali model penelitian untuk model fit yang lebih baik.
Terdapat beberapa batasan dalam penelitiab ini. Pertama, sample yang dipilih berasal dari industri manufaktur. Oleh sebab itu generalisasi hail penelitian terhadap industri lainnya (seperti, institusi keuangan dan industri jasa) dilakukan secara hati-hati. Penelitian lebih lanjut dengan melibatkan industri keuangan dan jasa akan sangat bermanfaat. Sebagai catatan bahwa hasil penelitian ini konsisten dengan banyak penelitian sebelumnya ……… (contoh, Tosi dan Tosi, 1970; Chenhall dan Brownell, 1998; O’Connor, 1995), penelitian lebih lanjut ……… Kedua, penggunaan skala self – rating untuk mengukur kinerja dan kepuasan kerja ………. Ketiga penelitian ini berfokus pada satu variabel intervening. Variabel intervening lainnya, seperti peran konflik (Chong dan Bateman, 2000), informasi pekerjaan yang relevan (Kren,1992) dan komitmen organisasi (Nouri dan Parker, 1998) dapat menambah penjelasan dari path tidak langsung antara partisipasi anggaran dan kepuasan kerja dan kinerja. Akhirnya, metodologi penelitian memberikan pengujian dari asosiasi statistik pada suatu waktu tertentu, dan penjelasan tentang arah dari hubungan hanya dapat dibuat secara konsisten dari hasil dengan akibat yang diajukan dalam diskusi teori. Penelitian lebih lanjut, dapat menggunakan metoda yang berbeda (seperti studi longitudinal) untuk secara sistematik menginvestigasi hubungan sebab akibat teori yang diajukan dalam penelitian ini.



CATATAN
1. Penelitian empirik sebelumnya digunakan pendekatan universal untuk menguji hubungan langsung dari partisipasi anggaran dalam managerial atitude dan perilaku. Sebagai contoh, beberapa penelitian (seperti, Bass dan Leavitt, 1963; Brownell 1982b) menemukan hubungan positif yang kuat antara partisipasi anggaran dan kinerja. Penelitian lainnya (seperti, Stedry, 1960; Bryan dan Locke, 1967; Chenhall dan Brownell, 1988) menemukan bahwa partisipasi anggaran tidak meningkatkan kinerja. Beberapa penelitian (seperti, Milani, 1975; Kenis, 1979) menemukan hubungan hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja tidak signifikan. Temuan yang tidak konsisten ini ……………………

THE EVOLUTION OF MANAGEMENT ACCOUNTING AND CONTROL SYSTEMS

I. PENDAHULUAN

Sistem informasi akuntansi pada suatu organisasi memiliki dua subsistem utama : system akuntansi manajemen dan system akuntansi keuangan. System informasi akuntansi adalah suatu subsistem dari system informasi manajemen secara keseluruhan. Kedua subsitem akuntansi itu dibedakan oleh tujuannya, sifat masukannya, dan jenis proses yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
System informasi akuntansi keuangan ( financial accounting information system ) berhubungan dengan penyediaan keluaran bagi penggunan eksternal. System tersebut menggunakan peristiwa ekonomi sebagai masukan dan memprosesnya sampai memenuhi aturan dan konvensi tertentu. Sedangkan untuk system akuntansi manajemen menghasilkan informasi untuk pengguna internal, seperti manajer, esekutif, dan pekerja. Akuntansi manajemen mengidentifikasikan, mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasikan, dan melaporkan informasi yang bermanfaat bagi pengguna internal dalam merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan.
Lingkungan ekonomi yang dihadapi banyak perusahaan dewasa ini telah menuntut adanya pengembangan terhadap praktek – praktek akuntansi manajemen yang inovatif dan relevan. Akhir – akhir ini tekanan persaingan global telah mengubah lingkungan ekonomi kita, yang memaksa banyak perusahaan di Amerika Serikat untuk mengubah secara dramatis cara mereka mengoperasikan bisnisnya. Perubahan ini menyebabkan terciptanya lingkungan baru pada akuntansi manajemen, setidak – tidaknya untuk sejumlah besar organisasi. Karena lingkungan berubah, maka akuntansi manajemen tradisional tidak digunakan lagi. Bagi beberapa perusahaan, manfaat sisterm akuntansi manajemen kontemporer yang mempresentasikan pembebaban biaya yang lebih rinci dan akurat melebihi biayanya.
Kemajuan di bidang teknologi dan proses produksi berdampak dramatis terhadap lingkungan manufaktur. Perubahan ini berdampak pada system kalkulasi biaya produk seperti, adanya system Just In Time yaitu suatu system yang hanya memproduksi barang ketika produk dibutuhkan dan dalam jumlah yang diminta konsumen, dan kalkulasi biaya berdasarankan aktivitas (ABC) dimana akan meningkatkan akurasi pembebanan biaya karena pertama – tama melakukan penelusuran biya aktivitas dan kemudian biaya produk atau pelanggan yang mengkonsumsi berbagai aktivitas tersebut ( Hansen Mowen, 19xx, 18 ).
Paper ini membahas mengenai tahapan-tahapan perkembangan akuntansi manajemen yang dimulai dengan adanya perkembangan akuntansi biaya dan management control system. Perkembangan akuntansi manajemen pada kenyataannya banyak dipengaruhi oleh perkembangan di dunia praktik. Hal inilah yang akan mewarnai konsep akuntansi manajemen yang banyak dikenal sekarang ini. Pengaruh sektor riil dalam akuntansi manajemen ditandai oleh besarnya pengaruh penerapan sistem akuntansi yang diterapkan di perusahaan Du Pont, Perusahaan Baja Carnegie dan General Motors (GM). Bagian ini juga akan membahas mengenai munculnya manajemen ilmiah (scientific management) sebagai upaya meningkatkan efisiensi perusahaan. Serta mengulas mengenai penerapan akuntansi mananejemen dalam lingkungan kontemporer. Pada paper ini juga akan diungkapkan apa-apa saja yang seharusnya menjadi agenda penelitian di masa datang, sebagai suatu upaya dalam menggali konsep sebenarnya dari akuntansi manajemen.

II. PEMBAHASAN

EVOLUSI DARI AKUNTANSI MANAJEMEN
Ringkasan Sejarah Perkembangan Akuntansi Biaya (1850-1900)
Perkembangan akuntansi biaya di masa lampau, tentunya tidak terlepas dari perkembangaan sektor industri di Amerika Serikat. Pada waktu itu sistem pengendalian manajemen sudah mulai diterapkan di sektor transportasi, produksi dan distribusi, dalam periode 1850-1925. Pada masa itu perencanaan dan pengendalian internal secara intensif sudah diaplikasikan di perusahaan tekstil dan perusahan perkeretaapian. Penerapan sistem ini ditujukan bagi perbaikan dalam bidang administratif sebagai upaya dalam mengkoordinasikan seluruh aktivitas inti dari perusahaan tersebut, seperti bagaimana proses produksi dari bahan mentah sampai ke barang jadi.
Sebagai contoh penerapan sistem pelaporan statistik sebagai sebuah cara dalam mengevaluasi dan mengawasi jasa yang mereka hasilkan, seperti adanya rasio operasi (laba operasi dibagi tingkat penjualan). Pada tahun 1800-an perkembangan indutri semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang bergerak dalam memproduksi barang secara masal (mass production).
Contoh perusahaan yang cukup besar dalam era ini adalah perusahaan baja yang dimilki oleh Andrew Carnegie. Perusahaan baja Carnegie telah cukup berhasil dalam menerapkan sistem informasi akuntansi sebagai alat pengendalian mereka. Perusahaan ini menerapkan sistem voucher akuntansi yang mencatat seluruh biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk setiap unit yang diproduksinya, sehingga perusahan secara cepat dapat menentukan berapa biaya yang harus dikenakan pada setiap variasi produksinya. Carnegie beserta partner mengembangkan sebuah sistem yang mapan dalam mengestimasi berapa biaya per unit produk yang dihasilkan. Hal ini akan berperan besar dalam pengambilan keputusan apakah mereka akan menerima kontrak dari perusahaan lain atau tidak. Dengan kata lain mereka akan berhati-hati dalam mengestimasi biaya produknya.
Hal yang menarik dari kasus perusahaan baja Carnegie ini adalah mereka lebih memfokuskan kepada komponen biaya bahan baku dan tenaga kerja yang pada masa kini disebut prime cost ataupun direct cost. Carnegie beserta koleganya hampir tidak pernah memperhatikan adanya unsur biaya overhead dan depresiasi. Hal ini tentunya berdampak kepada belum adanya metode yang mapan dalam alokasi biaya overhead maupun biaya tetap ke produk. hingga akhir tahun 1800-an. Dalam periode ini juga mulai berkembang apa yang dinamakan manajemen ilmiah (scientific management). Manajemen ilmiah memberi penekanan pada analisis pekerjaan dan studi gerak (motion study). Manajemen ilmiah dikembangakan oleh Frederick Taylor , Harrington Emerson, A. Hamilton Church, dan Henry Towne.
Pendekatan manajemen ilmiah ini memberi persepektif baru dalam mengukur kinerja karyawan, melalui jumlah unit produk yang dihasilkan. Yang kemudian akan dijadikan dasar bagi pihak manajemen dalam memberikan upah dan bonus. Pendekatan manajemen ilmiah juga telah memberikan masukan mengenai bagaimana cara mengukur dan mengalokasikan biaya overhead pabrik ke dalam produk. Dengan munculnya pendekatan manajemen ilmiah ini maka mulailah bermunculan metode–metode baru dalam akuntansi biaya, seperti standard costing, analisis cost variances, dan penggunaan metode statistik dalam menentukan perilaku biaya.
Sejarah Perkembangan Pengendalian Manajeial
Perkembangan dalam era ini sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi di perusahaan Du Pont. Diawali dengan berdirinya Perusahaan Bubuk Du Pont yang kemudian berkembang pesat menjadi perusahaan yang besar dengan beberapa departemen yang tetap berada di bawah pengawasan kantor pusat. Salah satu inovasi yang paling berpengaruh hingga saat ini, adalah dilakukannya desentralisasi perusahaan. Perusahaan dibagi ke dalam beberapa departemen seperi departemen manufaktur, penjualan, keuangan dan pembelian. Masing-masing departemen akan lebih memfokuskan diri ke dalam bidangnya masing-masing dan diberikan kebebasan untuk menyusun strategi bagi peningkatan kinerja departemen masing-masing dan pada akhirnya perusahaan secara keseluruhan.
Pada kondisi desentralisasi seperti itu Perusahaan Du Pont harus membuat suatu indikator pengukuran kinerja yang tepat, Untuk itulah kemudian mereka mengembangkan indikator yang disebut Return On Investment (ROI) Indikator ROI diperoleh dari membandingkan antara return dengan investasi yang ditanamkan untuk menghasilkan return tersebut. Pendekatan ROI selanjutnya lebih dikembangkan lagi, oleh Donaldson Brown (staf keungan Du Pont) yang merumuskan bahwa ROI merupakan penggabungan dari sakes turnover ratio (penjualan dibagi dengan total investasi) dan operating ratio (earning dibagi penjualan). Sistem penilaian kinerja suatu perusahaan dalam era ini, telah berubah drastis dengan penemuan indikator ROI ini, meskipun di sisi lain, Du Pont mengalami kendala dalam implementasi prinsip desentralisasinya, karena ternyata General Manager di kantor pusat masih dominan dalam mengendalikan manajer departemen-departemen.
Pasca perang dunia I, Perusahaan Du Pont membeli sebagian besar saham General Motors. Hal ini menjadikan kendali mayoritas General Motors (GM) pada saat itu dipegang oleh Du Pont dengan Pierre Du Pont sebagai Presiden Direktur GM. Pada saat itu GM sedang mengalami kesulitan finansial, karena itulah Pierre Dupont beserta stafnya melakukan beberapa langkah penyelamatan perusahaan. Pada akhirnya GM berhasil melewati masa krisis tersebut, bahkan mampu membuat suatu sistem pelaporan dan evalusi kinerja yang mapan dengan mendasarkan kepada dua hal : pertama, tujuan GM adalah untuk menghasilkan tingkat ROI yang memuaskan dalam seluruh siklus bisnisnya, dan bukan hanya bertujuan peningkatan laba tahunan semata. Kedua, dengan berpedoman pada target price, diharapkan GM dapat tetap mempertahankan tingkat ROI yang diinginkan meskipun tingkat penjualannya berada di bawah kapasitas penuh. Pada era ini juga berkembang perdebatan mengenai transfer pricing, dan bagaimana penerapannya dalam suatu korporasi dengan beberapa anak perusahaan.
Perkembangan dalam Akuntansi Biaya dan Pengendalian Manajerial Sejak Tahun 1925
Perkembangan sistem akuntansi biaya dan pengendalian manajerial yang terjadi dari Tahun 1880 hingga 1925 telah mendorong munculnya pendekatan-pendekatan baru dalam sistem akuntansi biaya. Namun sejak Tahun 1925 pendekatan baru tersebut lebih banyak dipelopori oleh kaum akademisi dan hanya sedikit yang berasal dari praktisi. Hal ini menyebabkan kurang aplikatifnya metode yang ditemukan tersebut. Meskipun demikian, ada beberapa metode yang muncul pada periode ini, di-antaranya metode Capital Budgeting, Discounted Cash flow, dan Residual Income. Pada periode ini juga muncul teori agensi yang sangat berpengaruh terhadap munculnya akuntansi manajemen di kemudian hari. Teori agensi pada hakikatnya menjelaskan mengenai kontrak yang terjadi antara dua pihak principal dan agent yang kemudian diimplementasikan ke dalam pengelolaan sebuah perusahaan. Untuk itulah agen harus menyediakan informasi dan sistem akuntansi manajemen bagi principal mengenai berbagai hal, diantaranya pendapatan perusahaan.
Arah Baru Untuk Penelitian Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen.
Penelitian dalam bidang akuntansi biaya dan akuntansi manajemen kontemporer seharusnya diarahkan kepada pengembangan model akuntansi yang dapat mengakomodir perubahan lingkungan dan pengembangan struktur organisasi dan teknologi operasi manufaktur yang mendukung pengembangan akuntansi manajemen. Ada tiga skenario yang berkaitan dengan masa depan akuntansi manajemen :
a. Skenario bervisi suram. Pada skenario ini akuntan manajerial tidak lagi mempunyai hasrat untuk memperoleh suatu otoritas dalam suatu perusahaan.
b. Skenario yang berupa imajinasi. Para akuntan manajerial mempunyai keinginan untuk memahami organisasi lebih komprehensif, dan mereka inigin menjadi tenaga spesialis di bidangnya. Mereka ingin menjadi bagian integral dalam perubahan organisasi.
c. Skenario realistis. Akuntansi yang kini ada akan relatif tetap dan perubahan di masa depan dimungkinkan melalui suatu pertimbangan mengenai relevansi ada atau tidaknya perubahan tersebut.
Arah Baru Bagi Penelitian Pengendalian Manajemen
Di tengah penggunaan analisis tradisional dalam memahami praktek pengendalian manajemen kontemporer, maka penelitian yang bertujuan untuk memberikan pemikiran yang baru, sangat terbuka lebar. Salah satu masalah yang signifikan dalam konteks akuntansi manajemen kontemporer adalah mengenai distorsi konsep profit center.
a. Pengaruh external dalam penerapan akuntansi manajemen anak perusahaan, seperti kebijajakan FASB dab SEC, menghambat munculnya proses inovasi bagi kemajuan korporasi.
b. Financial entrepreneurship
Keinginan jangka pendek untuk memeperoleh keuntungan yang besar, mengakibatkan anak perusahaan lebih memilih keuntungan melalui instrument keuangan dan bukan operasi utama perusahaan.
c. Perilaku oportunis jangka pendek
Para pimpinan anak perusahaan, lebih berfikir jangka pendek dalam meningkatkan keutungan seperti dengan memotong biaya produk dan biaya-biaya lain yang berdampak dalam jangka panjang seperti biaya pengambangan SDM, mengakibatkan tujuan jangka panjang korporasi terabaikan.
Ada lima alasan yang dapat menjelaskan mengapa distorsi ini terjadi (1) pemahaman siklus bisnis yang kurang tepat; (2) hasrat memperoleh insentif dalam jangka pendek; (3) skala perusahaan; (4) melimpahnya calon eksekutif yang masih gemar mencari kesempatan berkarir di perusahaan lain; (5) pengaruh General Manager yang masih kuat; (6) konsep pengendalian manajemen tradisonal yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Dari gambaran sekilas mengenai bagaimana perkembangan evaluasi kinerja manajemen dari aspek finansial saja, ternyata pada kenyataannya belumlah memadai. Masih ada aspek lain yang harus diperhatikan seperti bagaimana kualitas SDM dan pembenahan struktur organisasi, yang hasilnya relatif, baru akan dirasakan dalam jangka panjang.

PERKEMBANGAN (PARADIGMA) AKUNTANSI MANAJEMEN
Mengenai perkembangan paradigma akuntansi manajemen, Ferrara (1995) menyebutkan ada empat tahapan dengan masing-masing tahapan mempunyai karakteristik spesifik tertentu. Masing-masing paradigma tersebut, secara berturut-turut adalah meliputi:
 Paradigma Pertama: Era Revolusi Industri Plus (masa peralihan abad 19 s/d tahun 1940-an)
Paradigma ini muncul dengan warna masa revolusi industri. dalam hal ini perkembangan pemikiran ekonomis Frederick Taylor turut melandasi konsep dalam akuntansi manajemen. Di era ini, penekanan perhitungan dan analisis biaya meliputi biaya-biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik, yang bersama-sama dengan biaya-biaya pemasaran dan administrasi menjadi biaya total per unit output. Kemudian dengan menambahkan tingkat laba yang diinginkan akan menjadi harga jual suatu produk. Berkaitan dengan hal tersebut, dari paradigma ini kemudian muncul dua persoalan, yaitu:
1. Apakah volume aktifitas seharusnya digunakan untuk menentukan biaya-biaya per unit ?
2. Bagaimana seharusnya laba yang diinginkan ditentukan ?
 Paradigma Kedua: Era Analisis Cost-Volume-Profit dan Direct Costing (tahun 1940- an s/d tahun 1980-an)
Dalam paradigma ini diperkenalkan perbedaan antara biaya-biaya tetap dan variabel, yang pada akhirnya mengarahkan kepada analisis cost-volume-profit dan direct costing. Paradigma kedua ini memperbaiki persoalan yang muncul dalam paradigma pertama, dengan menunjukkan bahwa:
1. Biaya variabel per unit ditentukan oleh engineering standards dan analytic techniques, yang berarti bahwa persoalan volume aktifitas berhubungan secara esensial kepada biaya tetap.
2. Selanjutnya, beberapa biaya variabel telah menjadi tetap untuk masa tertentu. Union con-tracts dan labor legislation telah mempengaruhi biaya tenaga kerja hanya dalam cara ini.
 Paradigma Ketiga: Era Activity-Based Costing (akhir tahun 1980-an s/d awal tahun 1990-an)
Paradigma ini hanya mempertimbangkan dua biaya variabel tambahan dalam pembentukan biaya total per unit. Biaya variabel tambahan atau baru tersebut dihubungkan kepada kompleksitas dan diversitas produk. Pengakuan tambahan biaya variabel ini didesain untuk memperbaiki akurasi dari biaya unit total, yang kemudian seharusnya memperbaiki penentuan harga penjualan dan keputusan product mix.
Dan dalam sistem ABC ini, ada tiga unsur biaya manufakturing variabel yaitu:
1. Biaya yang berubah dengan unit-unit produk.
2. Biaya yang berubah dengan kompleksitas produk.
3. Biaya yang berubah dengan diversitas produk.
 Paradigma Keempat: Era Market-Driven Standard (Allowable atau Target) Cost sebagai Lawan Engineering-Driven Standard Cost (tahun 1990-an s/d sesudahnya)
Paradigma ini sekaligus mempertanyakan validitas beberapa paradigma yang didasarkan pada engineering-driven standard costs, yang antara lain dikembangkan oleh Taylor. Biaya yang diperkenankan (allowable) atau target per unit merupakan market-driven Standard cost yang harus dipenuhi jika menginginkan pencapaian laba tertentu. Namun demikian paradigma ini juga masih juga menimbulkan persoalan tentang bagaimana laba yang diinginkan tersebut ditentukan

DASAR-DASAR TEKNOLOGI MANUFAKTUR
Perkembangan baru dalam dasar dan teknologi manufaktur dilatarbelakangi oleh peningkatan kekuatan persaingan global sehingga mendorong pengusaha untuk mencari metode produksi yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang berkualitas. Oleh sebab itu diperlukan suatu penggunaan teknologi maju. Teknologi maju ini memungkinkan penurunan biaya per unit, meningkatkan fungsionalitas produk, menghasilkan produk berorientasi pada kepuasan pembeli dan memungkinkan penurunan harga jual produk.
Penggunaan teknologi maju diantaranya adalah Computer Aided Design (CAD), Computer Aided Manufacturing System (CAM), Computer Integrated Manufacturing (CIM), Flexible Manufacturing System (FMS) dan sebagainya. Menurut Dan Ciampa, penerapan CIM sulit berhasil tanpa didahului dengan implementasi Total Quality Management dan Just in Time.
a. Just in Time.
Just in time dikembangkan oleh pengusaha Jepang dengan tujuan untuk penyempurnaan secara terus menerus terhadap produktivitas dan kualitas produk. JIT disebut “Pull System” yaitu sistem yang berusaha meminimumkan persediaan. Prinsip dasar dari JIT adalah kesederhanaan dan melakukan sesuatu dengan benar, artinya adanya persediaan adalah kewajiban sehingga harus dikurangi sebisa mungkin. Manfaat persediaan yang sedikit adalah mengurangi waktu produksi, menghemat tempat dan kualitas produk yang lebih baik (mudah diketahui bila ada kesalahan produksi sertakan memberikan service yang lebih baik kepada konsumen.
Sedangkan menurut Hansen & Mowen ( 19xx, 16) Just In Time adalah system yang memproduksi barang hanya ketika produk dibutuhkan dan hanya dalam jumlah yang diminta konsumen. Tarikan permintaan mempengaruhi produksi melalui proses manufaktur. Setiap operasi mempoduksi hanya apa yang diminta dari operasi yang sedang berjalan. Tidak ada produksi berlangsung hingga suatu tanda dari satu proses berurutan menunjukkan kebutuhan untuk berproduksi. Komponen dan bahan tiba tepat pada saat akan digunkan dalam berproduksi.
Implementasi JIT dalam perusahaan dapat diwujudkan melalui beberapa teknik, antara lain :


 Menurunkan “Buffer Inventory”(Cadangan Persediaan)
Buffer Inventory muncul karena adanya kemacetan mesin produksi atau dapat juga disebabkan produk yang cacat (defects). Di saat terjadi kemacetan dalam satu mesin produksi, maka proses produksi pada mesin brikutnya akan terhenti. Ini dapat dicegah jika terdapat persediaan material yang dapat dimanfaatkan untuk mengulang proses produksi dari awal. Persediaan inilah yang dikenal dengan Buffer Inventory. Tujuan JIT adalah meyakinkan bahwa setiap mesin akan menghasilkan dan mengirimkan barang dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat pada mesin berikutnya. Jika tujuan ini tercapai, maka cadangan persediaan tidak akan diperlukan lagi.
 Menurunkan setup cost
Dengan mesin kontrol numerik, penyetelan cukup dilakukan dengan memasukkan program baru ke dalam komputer. Kehadiran program komputer untuk mengendalikan mesin manufaktur menurunkan biaya penyediaan suku cadang pengganti untuk berbagai jenis mesin yang sudah tidak diproduksi lagi. Bahkan untuk suku cadang yang mahal jarang dibutuhkan, perusahaan sama sekali tidak mempunyai persediaan penggantinya. Dengan ukuran produksi yang lebih kecil, biaya set up yang muncul akibat cacat produksi dapat diminimalkan. Dengan persediaan lebih sedikit, ruang penyimpanan dapat dikurangi, sehingga ruang penyimpanan dapat dikurangi, sehingga ruang pabrik dapat digunakan secara efisien.
Dari penjelasan diatas kita dapat menyadari bahwa JIT mempunyai implikasi yang sangat besar bagi perusahaan, khususnya dari segi pengendalian manajemen. Dengan sistem JIT, persediaan barang dalam proses menjadi sangat tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Satu-satunya persediaan yang ada dalam perusahaan adalah persediaan bahan baku dan persediaan barang jadi. Akibatnya, sistem job order costing akan beralih pada sistem proses costing. Selanjutnya aplikasi JIT akan memaksa manajemen untuk memfokuskan pada pelaksanaan proses produksi yang benar sejak awal dan perhatian pada waktu pelaksanaan proses produksi itu sendiri. Akhirnya JIT akan mendorong perusahaan kearah upaya perbaikan kualitas dan produktivitas secara berkelanjutan , tidak hanya dalam lingkup produksi saja, tetapi dalam lingkup perusahaan secara keseluruhan.
b. Advance Technology (Teknologi Maju).
Material Requirement Planning (MRP) System menggunakan komputer untuk menkoordinasikan rencana produksi secara detail dalam sistem manufaktur yang membutukan banyak komponen dan bagian yang perlu dirakit. Tujuan MRP adalah perencanaan dan pengendalian yang terotomatisasi untuk menjamin kelancaran produksi sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan jadwal produksi yang terinci menurut waktu dan kualitas produksi.

Manufacturing Resources Planning (MRP II) merupakan perluasan MRP dengan memasukkan perencanaan kapasitas pembelian dan sumber-sumber pemanufakturan lainnya sebagai satu kesatuan. Sistem ini dipandang sebagai sistem pendorong (Push System). Sistem MRP adalah langkah pertama dalam komputerisasi manufaktur penggunaan komputer dalam mendesain produk (Computer Aided Design-CAD) dan dalam teknik proses produksi (Computer Assisted Engineering-CAE) menjadi berkembang. CAD membawa perubahan besar dalam produktivitas para perancang dan dalam kualitas produk kombinasi CAD-CAE tidak hanya meningkatkan kualitas dengan biaya rendah tetapi juga mengurangi waktu yang telah ditentukan. Penggabungan kedua fungsi tersebut menghasilkan stimulasi perubahan proses desain sebelum produk diproduksi sehingga dapat menyempurnakan dan mengurangi biaya produksi. Computer Assisted Manufacturing (CAM) menggunakan komputer untuk perencanaan, penerapan dan pengendalian proses produksi.
Total Quality Control (TQC) menyatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam proses produksi harus dikerjakan dengan benar pada saat permulaan. Biasanya (walaupun tidak harus) TQC memerlukan STP(Statistical Process Control) yaitu prosedur statistik yang memonitor faktor-faktor kritis dalam proses produksi. Proses produksi akan dihentikan apabila faktor-faktor kritis keluar dari batas toleransi.
Numerical Control (NC) menggunakan mesin-mesin yang dapat diprogram dengan menggunakan kode tertentu, yang dewasa ini diprogram dan dikendalikan dengan komputer (Computer Numerical Control-CNC). Mesin NC bersifat fleksibel, mesin ini dapat melakukan pekerjaan yang berbeda dalam waktu singkat sehingga akan mengurangi biaya set up serta menyempurnakan kualitas produk dan mengurangi jam kerja tenaga kerja langsung.
c. Sistem Manufaktur yang fleksibel.
Konsep ini didasarkan konsep “penyederhanaan-pengotomatisasian-pengintegrasian” yang meliputi semua teknik yang memberikan fasilitas yang fleksibel melalui pengurangan setup time guna mengurangi persediaan. Sistem ini terdiri dari:
 Just in Time (JIT)
 Island of Automation (IA)
 Computer Integrated Manufacturing (CIM)
Produksi berdasar JIT merupakan perwujudan konsep penyederhanaan dan pengeliminasian pemborosan dalam proses produksi. IA mendasarkan konsep pengautomatisasian proses khusus atau fungsi tertentu yang memerlukan investasi modal besar. CIM berpola komputerisasi yang menghubungkan bentuk desain dengan teknik produksi dan manufaktur produksi sesungguhnya.


d. Konsekuensi Perkembangan Manufaktur
Konsekuensi pengembangan manufaktur yang digambarkan pada bagan I yang memperbandingkan jenis dan fungsi manufaktur tradisional dan manufaktur berteknologi tinggi sebagai berikut :

Bagan I
Konsekuensi Pengembangan Manufaktur
Jenis dan fungsi Manufaktur Tradisional Kemajuan Teknologi Modern
Proses dan fasilitas Banyak penggunaan mesin2
Beberapa peralatan gudang yang besar. Perlu banyak tempat Mesin Fleksibel terpusat sedikit peralatan . Tidak perlu gudang, tidak banyak tempat
Perangkat komputer Rangka Jaringan Mini. Mikto/PC Berbagai Saluran/jaringan mini. Mikro dan mini
Perencanaan dan pengendalian Fluktuasi permintaan konstan. Beberapa pengulangan penjadwalan. Rencana mingguan, waktu yg lama, ukuran lebih panjang,dan kesulitan penjualan Stabilitas permintaan. Penjadwalan minimum. Tidak ada perubahan, rencana perjam, waktu singkat. Ukurannya pendek dan kesatuan penjualan
Disain produk Penurunan siklus hidup beberapa perubahan mesin. Beberapa kompleksitas komponen. Pengembangan kualitas melebihi siklus hidup, kebebasan pilihan Siklus hidup lebih pendek, sedikit perubahan mesin. Sedikit kompleksitas komponen, sedikt kerusakan dan keterbatasan pilihan
Pengendalian keuangan Efektivitas tenaga kerja, tidak ditekan pada investasi , orientasi terbuka,focus pd by.variable, penyebaran overhead,pengukuran biaya Penitikberatan keuntungan, intensifikasi investasi, by. Produk jadi,biaya variable minimum, btkl,fleksibelitas ketergantungan dan ukuran kualitas
Organisasi Bersifat individu, keputusan lama, hirarki/tingkatan Keputusan bersama/produk bersama, keputusan cepat & fleksibel, tingkatan lebih rendah.


Advanced Technology (AT) memperpendek tingkat hierarki dalam organisasi dan mempunyai implikasi penting dalam pengawasan. AT juga mengubah hubungan supplier perusahaan melalui penerapan JIT. Selain itu AT juga membantu meningkatkan pelayanan melalui pengurangan lead time.
e. Pengaruh AT dalam Fungsi Biaya
Pengimplementasian biaya JIT, CAD, CAE berpengaruh terhadap biaya produksi. Penggunaan CAE dan CAE akan mengurangi waktu yang diperlukan untuk memperkenalkan produk baru. Dengan demikian Product Life Cycle berkurang. AT juga memperpendek fasilitas manufaktur yang mungkin sudah ketinggalan zaman sebelum mengalami penurunan aktivitas. Terhapusnya biaya tenaga kerja mengakibatkan hanya biaya bahan baku yang menjadi biaya langsung dan semua biaya konversi termasuk kategori biaya tidak langsung. Dasar baru untuk alokasi sekelompok gabungan biaya tidak langsung untuk produksi harus dikembangkan bila distorsi yang serius dalam penentuan biaya produksi ingin dihilangkan. Tenaga kerja langsung suatu biaya variabel telah digantikan mesin-mesin dan beberapa tenaga ahli profesional yang gajinya diperhitungkan sebagai biaya tetap.
f. Penentuan Biaya Produk
Perubahan biaya dari produksi langsung menjadi biaya produksi tidak langsung dan dari biaya variabel menjadi biaya tetap mengidentifikasikan bahwa banyak sistem biaya tradisional mungkin menimbulkan jumlah biaya menyesatkan bila dipakai untuk pengambilan keputusan.
 ABC (Activity Based Costing)
Fokus utama dari ABC adalah pelaksanaan kegiatan untuk memproduksi suatu produk. Biaya dari kegiatan ini diidentifikasi dan ditelusuri berdasar atas penggunaan produk untuk tiap kegiatan. ABC adalah “……kumpulan dari informasi prestasi keuangan dan operasional yang berhubungan dengan aktivitas bisnis yang penting. Aktivitas menggambarkan tugas berulang-ulang yang dilakukan oleh tiap bagian khusus dalam perusahaan yang menjalankan usahanya sesuai dengan tujuan perusahaan (Romano,1989).
Menurut Daljono ( 2004 : 185 ), Activity Based Costing yaitu penghitungan Harga Pokok Produk (HPP) yang mendasarkan pada aktifitas. ABC dikenal juga dengan transaction costing ( Pembebanan HPP berdasarkan transaksi ). Aktivitas (transaksi) yang mengkonsumsi sumber daya overhead, diidentifikasikan dan dihubungkan dengan biaya BOP yang terjadi. Anggapan dasar pada ABC adalah BOP yang disebabkan oleh aktifitas yang dapat diusut ke unit produk individual berdasarkan frekuensi pemakaian (pengkonsumsian) sumber daya overhead oleh setiap produk.
Sebagaimana telah kita ketahui adanya produk yang kompleks, jumlah biaya manufaktur dan pemasaran yang melonjak, dan munculnya biaya pengembangan yang tinggi membuat perusahaan dihadapkan pada permasalahan product costing yang rumit. Metode ABC diperkenalkan oleh para pakar akuntansi manajemen untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan dalam hal product costing tersebut.
Inti dari metode ABC adalah kemampuan untuk mengidentifikasi setiap kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu produk. Biaya yang ditimbulkan oleh suatu aktivitas harus dapat dilacak dan diidentifikasi melalui cost driver. Cost driver ini ditentukan berdasarkan besarnya aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Alasan penggunaan suatu cost driver adalah karena cost driver dianggap sebagai alat terbaik untuk mengukur konsumsi aktivitas overhead suatu produk. Penggunaan konsep cost driver inilah yang lantas mendasari alasan mengapa metode ABC lebih efisien dalam mengalokasikan biaya dan menentukan harga produk dibandingkan dengan metode costing konvensional.
 Product Life Cycle (PLC)
Karena masih pendeknya siklus hidup untuk banyak produk dan meningkatnya biaya desain dan pengembangan, maka lebih banyak perhatian tertuju pada pembagian biaya selama siklus hidup produk. Sekarang manajemen PLC mencoba menggabungkan menggabungkan pandangan pemasaran dan teknik dari PLC.
Dalam Life Cycle Costing (LCC) biaya diukur pada tahap PLC dan diakumulasikan pada tiap tahap selama pengembangan dan produksi. LCC digunakan dalam kebijakan penentuan harga dan mengendalikan contribution margin produk selama tahapan yang berbeda. Biaya selama tahap produksi dan distribusi banyak ditentukan oleh komitmen yang berkenaan dengan bahan baku, spesifikasi produk serta proses dan perlengkapan produksi yang dibuat. Faktor biaya dan pendapatan juga menentukan panjangnya PLC. Cycle Costing digunakan dalam kebijakan penentuan harga dan mengendalikan margin kontribusi produk selama tahapan yang berbeda. Khususnya dalam tahap awal dari desain dan rekayasa produk,komitmen yang berkenaan dengan bahan baku, spesipikasi produk serta proses dan perlengkapan produksi yang dibuat.
g. Akibat Teknologi Maju Pada Fungsi Biaya
Dengan adanya JIT akan memberi suatu perubahan penting pada fungsi biaya suatu perusahaan. CAD dan CAE menyingkat waktu dalam memperkenalkan produk baru didalam pengembangan kompetisi secara keseluhan. Karena adanya keterbatasan siklus hidup suatu produk, maka penting sekali adanya biaya desaian dan pengembangan. Sebesar 90% dari biaya siklus hidup suatu produk telah terjadi sebelum produksi dimulai.( Berlinear dan Brimson, 1988). Perubahan teknologi yang cepat juga memperpendek kegunaan masa beberapa fasilitas manufaktur, yang mungkin sudah ketinggalan jaman sebelum mengalami penurunan aktivitas. Gambar 3 dibawah ini dapat memberikan gambaran tentang perubahan pola perilaku biaya.

Bagan 3
Pola Perilaku Perubahan Biaya

other

Engineering

teknologi
inventory
direct material
teknologi

direct labor

h. Analisis Biaya Strategik
Perencanaan strategik menjadi sangat penting dengan adanya persaingan global dan perkembangan teknologi. Analisis biaya strategik berarti menggunakan informasi biaya dalam pengembangan strategi. Untuk mendiagnosis keunggulan kompetitif suatu perusahaan harus dipandang dari unsur-unsur yang membentuknya yang disebut porter sebagai rantai nilai. Analisis biaya strategik melibatkan tahap-tahap berikut:
• Mendefinisikan rantai nilai yang ada di perusahaan dan menyerahkan biaya dan kekayaan pada kegiatan yang berharga.
• Mengidentifikasikan biaya dan harga dari seluruh rantai nilai pesaing-pesaing
• Selidiki cost driver yang mempengaruhi tiap kegiatan berharga dan perubahan yang menyebabkan harga beli rendah dan mempertinggi kepuasan pembeli.
Pengalokasian biaya pada aktivitas penciptaan nilai menggunakan konsep ABC yang tujuannya untuk menghubungkan biaya dengan nilai tambah yang diterima konsumen dan dapat digunakan untuk bahan perbandingan perusahaan lain.
Target costing adalah alat untuk mengurangi biaya keseluruhan daur hidupnya dengan bantuan bagian produksi, teknik, litbang, pemasaran dan departemen akuntansi. Tujuannya untuk membuat produk dengan harga spesifik. Target costing digunakan dalam tahap perencanaan dan perekayasaan.
i. Analisis Investasi Modal
Investasi dalam CIM dan FMS seringkali sulit dilaksanakan bila analisisnya menggunakan perangkat konvensional. Analisis dalam CIM mengakibatkan penurunan ROI dalam jangka pendek tetapi akan meningkat dalam jangka panjang. Untuk konsekuensi jangka panjang penggunaan tingkat payback tidaklah tepat. Konsep NPV lebih tepat diterapkan. Dalam kontek ini penggunaan tingkat diskon yang lebih tinggi ditanyakan para ahli.
Discount Factor berupa rata-rata tertimbang dari biaya modal dan biaya pinjaman modal. Biaya pinjaman modal menggunakan biaya nominal dari hutang jangka panjang dan pendek sesudah pajak. Biaya modal disini adalah biaya opportunis bagi investor. Biaya modal dapat diperkirakan dengan dua cara :
1. menggunakan tingkat pengembalian nominal historical atas saham antara 12-13% pertahun.
2. menggunakan tingkat pengembalian riil (bebas dari inflasi) sekitar 8-9% dan menambahkan tingkat inflasi yang diharapkan selama umur proyek tersebut.
Masalah utama pada saat mengevaluasi investasi dalam CIM atau FMS adalah pengukuran keuntungan dari produk yang berkualitas tinggi dan preningkatan kepuasan pelanggan. Tiga langkah yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi investasi dalam teknologi baru
 Strategic Justification
 Cost Justification
 Benefit Analysis
j. Penilaian Kinerja
Dari penjelasan sebelumya JIT menunjukkan pengukuran prestasi secara tradisional efisiensi tenaga kerja, variable anggaran dan bahan baku memiliki kegunaan yang terbatas. Tujuan jangka panjang JIT adalah mengurangi persediaan dan peningkatan kualitas total , meminimalisasikan aktivitas total, meminimalisasikan aktivitas yang tak bernilai tambah. Garrison (1991) membedakan 5 bidang dalam pengukuran prestasi :
 Ukuran Pengawasan Kualitas
Pengukurannya meliputi jumlah klaim, keluhan pelanggan kerusakan dan biaya pengerjaan kembali
 Ukuran Pengawasan Material
Pengukurannya meliputi persentase material dari total biaya, lead time,presentase sisa dari total biaya dan sisa kerugian actual
 Ukuran Pengawasan Persediaan.
Pengukurannya meliputi perputaran persediaan bahan baku dan barang jadi, jumlah macam persediaan.
 Ukuran Kinerja Mesin
Pengukurannya meliputi persentase mesin yang tersedia, persentase kerusakan mesin, waktu pemasangan mesin, berhentinya mesin pemeliharaan preventif dan presentase penggunaan mesin-mesin tersedia.


 Ukuran Kinerja Pengiriman
Pengukurannya meliputi persentase pengiriman tepat waktu, waktu perputaran pengiriman, kecepatan, efisiensi perputaran dalam pabrik, daftar pesanan dan total waktu penyelesaian.

RISET ILMIAH
A. Pengawasan Manajemen
Konsep baru yang dikembangkan kaum Harvard dalam system pengendalian manajemen adalah pengklasifikasian berdasarkan obyek yang dikendalikan yaitu dibedakan menjadi 3 yaitu pengawasan hasil, pengawasan pelaksanaan, pengawasan personel.
B. Behavior Accounting Dan Pengolahan Informasi
“Behavior Accounting” memusatkan diri pada perilaku manusia karena berhubungan dengan masalah informasi akuntansi. Pendekatan yang dipakai sebagi paradigma adalah :
1. Teori Kontigensi ( Contigency Theory)
Teori ini mengasumsikan bahwa terdapat konsep kesesuaian antara rancangan-rancangan dalam system akuntansi dengan kemungkinan-kemungkinan tertentu. Teori ini mempelajari bagaimana teknologi, struktur organisasi, persaingan dan variable lain yang mempengaruhi system akuntansi.
2. Slack
Slack yaitu kelebihan sumber daya yang diakumulasi prestasi terbaik dalam satu periode yang dikompensasikan pada satu prestasi yang lebih rendah dalam periode berkutnya. Macam-macam slack terdiri dari slack organisasi dan slack anggaran.
3. Anggaran Partisipasi
Anggaran Partisipasi penting untuk meningkatkan prestasi. Partisipasi anggaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tujuan disamping pengarahan, usaha, ketekunan, strategi, umpan balik kemajuan dan imbalan yang diberikan.
4. Pengolahan informasi oleh manusia.
Informasi akuntansi digunakan untuk pengambilan keputusan, sedangkan pengolahan informasi oleh manusia mencoba memperbaiki proses keputusan yang didasarkan pada informasi akuntansi. Kecenderungan yang ada dalam perilaku pengambilan keputusan oleh para ahli dan manajer adalah sebagai berikut :
- Para ahli cenderung tidak mudah percaya pada sesuatu
- Secara individu para ahli atau manajer cenderung konsisten pada pendapatnya.
- Tingkat kesepakatan antara ahli atau manajer cenderung rendah
- Informasi tambahan yang diperoleh sesudah kesepakatan cenderung tidak berpengaruh lagi.
Dari hasil studi Macinthos menunjukkan bahwa individu dalam struktur kognitif yang berbeda lebih menyukai dan bekerja lebih baik dengan tipe akuntansi dan system yang berbeda.
C. Informasi Ekonomi
Informasi ekonomi mengacu pada permintaan dalam konteks akuntansi telah dikembangkan dalam menghasilkan system analisis biaya pendapatan yang sistematis untuk mengevaluasi informasi dan sebagai alternatif pengukuran.
D. Teori Keagenan ( Agency Theory)
Teori ini mempelajari hubungan berdasarkan kontrak antara prinsipal dan agen. Adapun asumsi-asumsi yang dipakai dalam teori ini yaitu :
1. Agen dan prinsipal bertingkah laku sesuai dengan kepentingannya dan berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya dan atau kepuasan
2. Agen dan prinsipal memperhatikan kompensasi keuangan dan kekayaan yang diterima.
3. Agen diperkirakan akan malas dan lebih tidak bersedia untuk menanggung resiko disbanding prinsipal, maka agen perlu diawasi dan diberi intensif
4. Adanya perbedaan antara tingkah laku terhadap resiko dari prinsipal dan agen
5. Perbedaan antara informasi tentang lingkungannya.
Beberapa peneliti tentang teori peragenan percaya bahwa masalah terbesar dalam pendesainan sistem pengawasan manajemen adalah evaluasi prestasi dan penggunaan imbalan sehingga resiko dapat dibagi antara manajer dan pemilik dengan cara yang menguntungkan kedua belah pihak.

III. KESIMPULAN
Sistem informasi akuntansi pada suatu organisasi memiliki dua subsistem utama : system akuntansi manajemen dan system akuntansi keuangan. System informasi akuntansi adalah suatu subsistem dari system informasi manajemen secara keseluruhan. Kedua subsitem akuntansi itu dibedakan oleh tujuannya, sifat masukannya, dan jenis proses yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
Tahapan-tahapan perkembangan akuntansi manajemen dimulai dengan adanya perkembangan akuntansi biaya dan management control system. Pengaruh sektor riil dalam akuntansi manajemen ditandai oleh besarnya pengaruh penerapan sistem akuntansi yang diterapkan di perusahaan Du Pont, Perusahaan Baja Carnegie dan General Motors (GM). Perkembangan paradigma akuntansi manajemen, menurut Ferrara (1995) ada empat tahapan dengan masing-masing tahapan mempunyai karakteristik spesifik tertentu, yaitu : (1)Paradigma Pertama: Era Revolusi Industri Plus (masa peralihan abad 19 s/d tahun 1940-an); (2) Paradigma Kedua: Era Analisis Cost-Volume-Profit dan Direct Costing (tahun 1940- an s/d tahun 1980-an); (3) Paradigma Ketiga: Era Activity-Based Costing (akhir tahun 1980-an s/d awal tahun 1990-an); (4) Paradigma Keempat: Era Market-Driven Standard (Allowable atau Target) Cost sebagai Lawan Engineering-Driven Standard Cost (tahun 1990-an s/d sesudahnya).
Perkembangan baru dalam dasar dan teknologi manufaktur dilatarbelakangi oleh peningkatan kekuatan persaingan global sehingga mendorong pengusaha untuk mencari metode produksi yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang berkualitas. Penggunaan teknologi maju diantaranya adalah Computer Aided Design (CAD), Computer Aided Manufacturing System (CAM), Computer Integrated Manufacturing (CIM), Flexible Manufacturing System (FMS) dan sebagainya. Contohnya penerapannya adalah Just In Time, dan Activity Based Costing.
Pada beberapa riset alamiah yang dilakukan meliputi, Pengawasan Manajemen, Behavior Accounting Dan Pengolahan Informasi , Informasi Ekonomi, Teori Keagenan ( Agency Theory) akan menjadi agenda penelitian di masa datang, sebagai suatu upaya dalam menggali konsep sebenarnya dari akuntansi manajemen.



























REFERENCE

Daljono, “Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian” . Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.2004. hal. 185.
Hansen, Mowen. “ Akuntansi Manajemen” . Jilid 1. Penerbit Erlangga.1999.
Holzer, HP & Norreklit, H. “Management Accounting and Control System”.Tijdschrift Voor Economie er Management. Vol XXXVI.3.1991.
Robert, S. Kaplan. “The Evolution Of Management Accounting “. The Accounting Review. LIX (3) pp.390 – 418. 1984.