Selasa, 28 Desember 2010

STEWARDSHIP THEORY


I.     PENDAHULUAN

        persepsi yang melekat pada masyarakat secara umum terhadap ilmu akuntansi nampaknya masih pada tatanan konsep fundamental yaitu akuntansi sebagai sebuah proses mencatat, pelaporan financial, pemeriksaan (auditing) dalam ruang lingkup aktifitas organisasi yang didominasi oleh organisasi profit. Persepsi ini cukup beralasan jika berangkat dari terminologi teoritis yang diajukan oleh masyarakat akuntansi (dalam hal ini akademisi dan praktisi profesi akuntansi), sebagaimana yang dikemukakan institusi ataupun para pakar akuntansi seperti American Certified Public Accountant (AICPA) sebuah organisasi profesi akuntan di USA, Accounting Principles Board (APB), True Blood Comittee, A Statement Of Basic Accounting Theory (ASOBAT), Belkoui (2000), Hendrikson (1996), Sofyan Syafri (1994), Bambang Sudibyo (1994) dan para pakar lainnya.
            Dewasa ini akuntansi sudah merambah ke berbagai disiplin ilmu antara lain seperti psikologi, sosiologi, manajemen, teknologi informasi, dan sebagainya, hal ini disebabkan perkembangan lingkungan bisnis yang demikian pesat dibidang teknologi dan perubahan di segala aspek kehidupan dengan isu global ikut turut mendorong akuntansi memasuki dimensi lain dari disiplinnya. Perkembangan ilmu akuntansi belakangan ini tidak hanya terpaku pada ilmu-ilmu ekonomi dan manajemen semata, dengan demikian akuntansi terus berusaha menyiapkan diri dan mengantisipasi berbagai tantangan dan kebutuhan yang dituntut oleh pemakainya (user) (Kholis,2001). Berangkat dari perkembangan ilmu akuntansi yang tidak hanya terpaku pada ilmu-ilmu ekonomi dan manajemen semata, makalah ini memberikan sebuah uraian (description) dan menampilkan kajian tentang konsep pengelolaan organisasi yang ditinjau dalam perspektif akuntansi manajemen dengan pendekatan Stewardship Theory. Walaupun fokus dari Stewardship Theory adalah harmonisasi antara pemilik modal (principles) dengan pengelola modal (steward) dalam mencapai tujuan bersama, tetapi secara implisit merefleksikan bagaimana akuntansi membangun sebuah konstruk pola kepemimpinan dan hubungan komunikasi shareholder dan manajemen, atau dapat juga terjadi antara top manajemen dengan jajaran manajemen lain dibawahnya dalam sebuah organisasi perusahaan dengan mekanisme situasional yang mencakup filosofis manajemen dan perbedaan budaya organisasi, dan kepemimpinan dalam pencapaian tujuan bersama tanpa menghalangi kepentingan masing-masing pihak.
            Stewardship Theory lebih banyak didasarkan pada teori psikologi dan sosiologi, dimana para manajer dimotivasi untuk berbuat dan berperilaku secara kolektif untuk kepentingan organisasi, sehingga kerjasama seluruh anggota organisasi merupakan ciri utama dari stewardship. Para ahli teori stewardship mengasumsikan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi. Kesuksesan organisasi menggambarkan maksimalisasi kekayaan para pemegang saham (pemilik). Kesuksesan organisasi juga akan memaksimumkan utilitas kelompok manajemen, dan maksimalisasi utilitas kelompok ini pada akhirnya akan memaksimumkan kepentingan individu yang ada dalam kelompok organisasi tersebut.
            Studi ini memberikan tiga kontribusi pada riset stewardship sebelumnya. Pertama, memberikan deskripsi yang lebih detail dari Stewardship Theory, dalam hal bahasa, definisi dan unit analisis. Kedua, memperluas mekanisme psikologi dan situasional yang memotivasi steward untuk proorganisasi. Ketiga, tidak mengasumsikan bahwa Agency Theory salah dan inferior daripada Stewardship Theory (sebagaimana dinyatakan oleh peneliti sebelumnya)

II. PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian diatas dapat diambil pokok permasalahan sebagai berikut:
  1. Bagaimana perbedaan antara Agency Theory dan Stewardship Theory dalam akuntansi manajemen?
  2. Bagaimana model pengambilan keputusan prinsipal dalam memilih Agency Theory atau Stewardship Theory?

III. PEMBAHASAN

A. Perbedaan antara Agency Theory dan Stewardship Theory
   1.   AGENCY THEORY
            Agency theory menguraikan hubungan antara pihak prinsipal dan agen, dimana prinsipal adalah pihak yang memberikan mandat kepada pihak agen. Prinsipal mendelegasikan tanggung jawab pengambilan keputusan kepada agen dimana hak dan kewajiban kedua belah pihak diuraikan dalam suatu perjanjian kerja yang saling menguntungkan.
            Inti dari teori agensi adalah asumsi sebagai “manusia” yang dapat ditelusuri pada 200 tahun riset ekonomi. Model “manusia” yang mendasari teori agensi adalah bahwa aktor rasional, merupakan individu yang memaksimalkan utilitasnya (Jensen & Meckling, 1976). Keduanya agen dan prinsipal dalam teori agensi bertujuan mendapatkan sebanyak mungkin utilitas dengan pengeluaran terakhir yang mungkin.
            Perusahaan modern menciptakan pemisahan antara kepemilikan dan pengawasan kekayaan (Berlee & Means, 1932). Pemilik menjadi prinsipal ketika mereka mengkontrak eksekutif untuk me-manage perusahaannya. Sebagai agen, eksekutif secara moral bertanggungjawab memaksimalisasikan utilitas pemegang saham. Eksekutif menerima status agen karena anggapan pada peluang memaksimalkan utilitasnya. Pada perusahaan modern, agen dan prinsipal dimotivasi oleh kesempatan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Prinsipal menginvestasikan kekayaannya di perusahaan dan mendesain sistem yang kuat sebagai cara memaksimalkan utilitasnya. Agen menerima tanggung jawab me-manage investasi prinsipal, karena anggapannya terhadap kemungkinan peluang perolehan utilitas yang lebih besar daripada peluang lain.
            Jika fungsi utilitas dari mementingkan diri sendiri agen dan prinsipal berkesuaian, tidak ada masalah; keduanya agen dan prinsipal akan menerima kenaikan utilitas individualnya. Cost of agency terjadi ketika kepentingan prinsipal dan agen berbeda. Peluang yang ada memungkinkan agen akan secara rasional  memaksimalkan utilitas yang dimilikinya. Walsh & Seward (1990: 44) berargumen bahwa “jika manager perusahaan berkubu pada kepentingan mereka sendiri dengan semata-mata bertujuan menjamin kekuatannya, prestis, dan keuntungannya, organisasi kemungkinan kehilangan posisi pada lingkungan yang kompetitif dan akan gagal.” Jika mekanisme kontrol yang diusulkan oleh agen secara teoritis gagal, mekanisme pengawasan eksternal akan mengkontrol self-serving manager (Walsh & Seward, 1990). Karena biaya mekanisme eksternal pada utilitas prinsipal lebih besar, mekanisme internal umumnya yang dipilih (Walsh & Seward, 1990).
            Untuk melindungi kepentingan pemegang saham, meminimalkan biaya agensi dan menjamin kesesuaian kepentingan agen-prinsipal, teori agensi memberikan berbagai mekanisme. Dua mekanisme yang diterima adalah alternatif skema kompensasi eksekutif dan struktur yang kuat (antara lain:Demsetz & Lehn, 1985; Jensen & Meckling,1976). Skema insentif financial menyediakan reward dan punishment yang bertujuan menyelaraskan kepentingan agen dan prinsipal. Jika manajer menerima kompensasi yang menjadi subyek kesuksesan tujuan pemegang saham (misal: long term reward tergantung pada kinerja perusahaan), mereka akan menjadi termotivasi untuk berperilaku dengan cara konsisten dengan kepentingan pemegang saham. Mekanisme  kedua bertujuan membawa perilaku agen pada pelurusan dengan kepentingan prinsipal adalah struktur yang kuat. Dewan direktur menjaga potensi self-serving manager dengan mengecek pelaksanaan audit dan evaluasi kinerja. Dewan mengkomunikasikan tujuan pemegang saham dan kepentingannya pada manajer dan memonitor mereka untuk menjaga biaya agensi selalu dalam pengawasan. Mekanisme pengawasan yang kuat adalah ditentukan, karena teori agensi mengasumsikan bahwa kepentingan agen-prinsipal dapat berbeda dan peluang yang diberikan pada agen akan memaksimalkan utilitas individualnya pada biaya agensinya.
            Agency Theory tidak menspesifikasikan total kontrol pada agen. Jika berupa total kontrol, kemudian agen tidak leluasa dan perusahaan akan dikuasai seorang diri. Hal yang pokok dari teori agensi adalah bahwa prinsipal mendelegasikan otoritasnya pada agen untuk bertindak atas namanya. Pendelegasian ini memberikan agen peluang membangun utilitasnya pada biaya utilitas prinsipalnya (kekayaan), demikian, teori agensi menspesifikasikan pada kondisi kontrol intermediate, yang mana pertama pendelegasian dan kemudian kontrol untuk meminimalkan potensi penyelewengan  pendelegasian (Jensen & Meckling,1976).
            Sebelumnya, Stewardship Theory terfokus pada kemungkinan struktur pada manager yang lebih tinggi (Donaldson and Davis, 1989, 1991, 1994; Fox & Hamilton, 1994). Sebagai contoh, Donalson dan Davis (1991) berargumen bahwa bagi CEO yang seorang stewards, tindakan mendukung organisasi adalah fasilitas terbaik ketika struktur perusahaan kuat memberikan mereka otoritas yang tinggi dan keleluasaan. Situasi ini dicapai lebih riil jika kursi CEO pada dewan direktur. Struktur ini akan dipandang sebagai disfungsi pada teori agency model of man. Bagaimanapun, pada model stewardship of man, stewards memaksimumkan utilitasnya sebagimana mereka mencapai tujuan organisasi daripada tujuan self servingnya. Kursi CEO adalah tanggung jawab mendua bagi nasib perusahaan dan memiliki power untuk menentukan strategi tanpa ketakutan membatalkan dengan kursi diluar dewan. Demikian teori stewardship terfokus pada struktur yang memfasilitasi dan memberdayakan daripada memonitor dan mengkontrol.
            Keunggulan yang diberikan stewardship pada prinsipal, mengapa tidak selalu  hubungan sebagai steward, daripada hubungan antar agen? Jawabannya terletak pada resiko yang prinsipal bersedia mengasumsikannya. Kontrak yang kuat antara pemilik dan eksekutif, pemilik harus memutuskan seberapa besar resiko yang mereka bersedia diasumsikan dengan kekayaannya. Menolak resiko, pemilik akan lebih mungkin menerima bahwa eksekutif adalah bekerja untuk kepentingan pribadi, dan akan menerima pola hubungan agensi yang kuat. Implementasi mekanisme stewardship yang kuat pada agen akan sesuai dengan analogi pada pembentukan  “kandang ayam di lingkungan srigala”. Penerimaan biaya agensi dapat dipandang sebagai biaya yang diperlukan untuk jaminan utilitas prinsipal terhadap peluang resiko bagi eksekutif. Dari perspektif ini, pertanyaan yang lebih baik barangkali mengapa pemilik akan mengambil resiko penerimaan stewardship yang kuat?
            Sebelumnya, riset empiris berusaha untuk menvalidasi apakah agency theory atau Stewardship Theory sebagai “satu cara terbaik” untuk perusahaan yang kuat, berasumsi bahwa semua manager agen atau stewards. Hasil studi ini menghasilkan penemuan yang tidak jelas; antara keduanya Agency dan Stewardship Theory dalam menjelaskan manajemen (Donaldson & Davis,1994). Sebagai contoh, beberapa riset menemukan bahwa agensi memahamkan kepemimpinan dewan yang independen (sebuah jabatan non executive board) adalah berhubungan erat dengan tingginya performance perusahaan (Berg & Smith, 1978; Daily & Dalton, 1994: Rechner & Dalton,1991). Peneliti lain menemukan bahwa stewardship eksekutif pada kursi dewan signifikan dengan lebih tingginya performace perusahaan (misal: Donaldson & Davis,11989,1991; Finkltein & D’Aeni,1994). Yang lain masih menyarankan tidak ada perbedaan signifikan dalam performance perusahaan antara eksekutif diluar kursi dewan (Chaganti, Mahajan & Sharma, 1985; Molz, 1988). Bukti-bukti empiris cenderung sama tidak jelasnya pada dimensi kekuatan yang lain (Donaldson & Davis,1994). Dukungan untuk teori agensi dan stewardship menyarankan perlunya merekonsiliasi  perbedaan ini.

2.   STEWARDSHIP THEORY
            Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1989, 1991).
            Pada Stewardship Theory, model of man ini didasarkan pada pelayan yang memiliki perilaku dimana dia dapat dibentuk agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku kolektif atau berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individunya dan selalu bersedia untuk melayani. Pada teori stewardship terdapat suatu pilihan antara perilaku self serving dan pro-organisational, perilaku pelayan tidak akan dipisahkan dari kepentingan organisasi adalah bahwa perilaku eksekutif disejajarkan dengan kepentingan principal dimana para steward berada. Steward akan menggantikan atau mengalihkan self serving untuk berperilaku kooperatif. Sehingga meskipun kepentingan antara steward dan principal tidak sama, steward tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Sebab steward berpedoman bahwa terdapat utilitas yang lebih besar pada perilaku kooperatif, dan perilaku tersebut dianggap perilaku rasional yang dapat diterima.
            Mengacu pada teori stewardship, perilaku steward adalah kolektif, sebab steward berpedoman dengan perilaku tersebut tujuan organisasi dapat dicapai. Misalnya peningkatan penjualan atau profitabilitas. Perilaku ini akan menguntungkan principal termasuk outside owner (melalui efek positif yang ditimbulkan oleh laba dalam bentuk deviden dan shareprices), hal ini juga memberikan manfaat pada status manajerial, sebab tujuan mereka ditindak lanjuti dengan baik oleh steward. Para ahli teori stewardship mengasumsikan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan principal. Steward melindungi dan memaksimumkan shareholder melalui kinerja perusahaan, oleh karena itu fungsi utilitas steward dimaksimalkan.
            Steward yang dengan sukses dapat meningkatkan kinerja perusahaan akan mampu memuaskan sebagian besar organisasi yang lain, sebab sebagian besar shareholder memiliki kepentingan yang telah dilayani dengan baik lewat peningkatan kemakmuran yang diraih organisasi. Oleh karena itu, steward yang pro organisasi termotivasi untuk memaksimumkan kinerja perusahaan, disamping dapat memberikan kepuasan kepada kepentingan shareholder.
            Penjelasan ini tidak mengimplikasikan bahwa steward memiliki kebutuhan untuk survive. Jelasnya, steward harus memiliki penghasilan untuk tetap hidup. Perbedaan antara agen dan prinsipal adalah bagaimana kebutuhan tersebut dapat bertemu. Steward mewujudkan tarik menarik antara kebutuhan personal dan tujuan organisasi dan kepercayaan bahwa dengan bekerja untuk organisasi, dan kemudian dikumpulkan, maka kebutuhan personal akan bertemu. Di lain pihak kesempatan steward dibatasi oleh adanya persepsi bahwa utilitas yang dapat diperoleh dari orang yang berperilaku pro-organisasional akan lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang bersikap individualistik dan berperilaku self serving. Steward percaya bahwa kepentingan mereka akan disejajarkan dengan kepentingan perusahaan dan pemilik. Dengan demikian kepentingan steward, motivasi untuk memperoleh utilitas ditujukan langsung ke organisasi dan tidak untuk tujuan personel.
            Sebelumnya para penganut teori stewardship menitikberatkan pada suatu struktur yang memungkinkan untuk manajer-manajer pada tingkat yang lebih tinggi (Donalson dan Davis, 1989, 1991, 1994; Fox dan Hamilton, 1994) sebagai contoh Donalson dan Davis (1991) berpendapat bahwa CEO yang bertindak sebagai steward akan mempunyai sikap pro-organisasional pada saat struktur manajemen perusahaan memberikan otoritas dan keleluasaan yang tinggi. Struktur tersebut memperlihatkan adanya disfungsional model of man dari teori agensi. Tetapi model of man pada Stewardship Theory akan memaksimasi utilitas steward untuk mencapai tujuan organisasional dibandingkan dengan tujuan untuk diri sendiri.

B.  Faktor-Faktor yang membedakan antara Agency Theory dan Stewardship Theory
1.      Faktor Psikologi
Dalam hubungannya dengan faktor psikologi, perbedaan mendasar antara Agency Theory dan Stewardship Theory dapat ditelusuri pada perbedaan model of man. Menurut Agency Theory, manusia adalah dasar atau akar dalam rasionalitas ekonomi. Pandangan atas economic man sebagai sesuatu penyederhanaan mengenai tingkah laku manusia atas suatu argumentasi more complex and humanistic model of man, dapat memperjelas adanya hubungan dengan teori organisasi (Argyris, 1973, Simon 1957). Argyris mendukung the model of man yang dikarakteristikkan sebagai self-actualizing man. Model ini didasari atas suatu pendapat bahwa manusia mempunyai kebutuhan untuk berkembang sesuai kebutuhan melebihi dari keadaan sekarang dan akan mencapai level yang paling tinggi dengan sukses dan diasumsikan secara ekonomi manusia dipandang sebagai orang yang dibatasi oleh kemampuan untuk mencapai full potensial.
Perbedaan khusus yang relevan antara Agency Theory dan Stewardship Theory difokuskan pada motivasi, identifikasi dan penggunaan power dalam konteks hubungan hirarki.
a.   Motivasi
Perbedaan utama antara Agency Theory dan Stewardship Theory difokuskan pada motivasi ekstrinsik dan intrinsik. Agency Theory difokuskan pada ektrinsic reward: nyata, komoditi yang dapat dipertukarkan dan mempunyai ukuran nilai pasar. Ekstrinsik reward didasarkan pada sistem penghargaan yang menggambarkan mekanisme pengendalian pada teori agency.
Stewardship Theory difokuskan pada intrinsic reward (penghargaan yang hakiki) yang tidak dapat diubah dengan mudah. Penghargaan ini merupakan kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan, prestasi, asosiasi, dan aktualisasi diri. Pada titik terendah dalam hubungan stewardship pada hakikatnya memotivasi untuk bekerja keras untuk kepentingan organisasi dengan penghargaan yang tidak nyata. Stewardship lebih difokuskan pada tingginya kebutuhan pada hierarki Maslow (1970), kebutuhan untuk berkembang (Alderfer, 1972) atas prestasi dan kebutuhan untuk berkumpul oleh Mc Clelland (1975) dan Mc Cregor (1906). Dalam hubungannya dengan motivasi pekerja, model karakteristik jabatan Hockman dan Oldhan (1975,1976,1980) mengemukakan bahwa ada tiga keadaan yang bersifat psikologi yaitu pengalaman memahami pekerjaan, pengalaman bertanggungjawab atas hasil, dan pemahaman atas hubungan yang nyata. Sebagai penengah hubungan antara karakteristik tugas dan motivasi kerja internal. Untuk mencapai fasilitas yang layak maka job perlu didesain kembali untuk menambah keanekaragaman, keahlian, identifikasi tugas yang sesuai, kemandirian dan feedback. Semua faktor ini berhubungan menambah kesempatan untuk berkembang dan bertanggungjawab dari pekerjaan. Model ini pada motivasi kerja adalah konsisten dengan asumsi bahwa Stewardship Theory menambah motivasi kerja internal dan berperan penting untuk meningkatkan tingkat kinerja yang sama baiknya dengan kepuasan kerja.
      Berdasarkan teori tersebut, dapat dikembangkan dua proposisi yaitu :
Proposisi 1       : Orang yang dimotivasi oleh order kebutuhan yang  lebih tinggi akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang yang tidak termotivasi oleh order kebutuhan yang lebih tinggi.
Proposisi 2       : Orang yang dimotivasi oleh faktor intrinsik akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang yang dimotivasi oleh faktor ekstrinsik.

b.                  Identifikasi
Identifikasi terjadi dimana manajer menetapkan sendiri dirinya sebagai anggota dalam organisasi khusus sesuai dengan misi, visi dan tujuan organisasi. Melalui identifikasi suatu organisasi menjadi eksistensi dari struktur psikologi steward (Borwn, 1969). Identifikasi memungkinkan manajer seolah-olah memperoleh penghargaan untuk kesuksesan organisasi dan pengalaman frustasi akan kegagalan organisasi, hal ini dapat menambah hubungan kerja.
Beberapa penulis mempunyai pendirian bahwa manajer yang diidentifikasi dengan atribut organisasi, kesuksesan organisasi, dan atribut ini memberikan kontribusi pada self-image, dan self concept. Ini menggambarkan bahwa identifikasi sosial konsisten dengan Stewardship Theory.
Seorang manajer dapat diidentikan dengan orang yang bekerja untuk mencapai tujuan organisasi, memecahkan masalah dan mengatasi rintangan, mencegah dan menyelesaikan tugas. Dan beban yang diberikan kepadanya dengan sukses (Bass,1960). Individu-individu diidentikkan dengan organisasi, mereka lebih siap diajak bekerja sama, altruastik dan spontan berperilaku sebagai bagian dari organisasi yang tidak terlalu mengharapkan imbalan (Mowday, Potter dan Steer, 1982). Oleh karena itu manajer dapat memotivasi dan memberikan wewenang untuk pelaksanaan pekerjaan, dengan menggunakan inisiatif untuk memajukan organisasi dan prinsipalnya.
Konsepnya diatas diidentikan sebagai komitmen organisasi, yaitu adanya individu-individu tangguh dan termasuk dalam unsur utama organisasi (Porter, dkk, 1974). Mayer dan Schoorman (1992), menyatakan bahwa karakteristik komitmen organisasi sebagai suatu bangunan multidimensi yang berisi pengulangan komitmen yang disebut “belief individu and acceptance of goal of the organization”. Dalam teori agency nilai komitmen tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak relevan untuk dijadikan sebagai exchange agreement.
Berdasarkan teori tersebut diajukan dua proposisi :
Proposisi 3  :  Orang yang mempunyai identifikasi tinggi dengan organisasi akan lebih suka menjadi steward hubungan steward-principal, daripada orang yang mempunyai identifikasi rendah dengan organisasi.
Proposisi 4   :   Orang yang tinggi dalam komitmen nilai akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-principal, daripada orang yang rendah dalam komitmen nilai.

c.                   Penggunaan Kekuasaan
            Kekuasaan aspek penting yang menghubungkan antara prinsipal dan manajer. Manajer menerima kepuasan dari dan oleh motivasi dengan menggunakan kekuasaan (Mc Clelland, 1970). Menurut Mc Celland dan Burham (1976), motif kekuasaan adalah daya gerak psikologi yang diperlukan untuk prestasi dan dapat mendukung tujuan organisasi.
            Sistem pemberian intensif dan pengakuan atas wewenang yang diberikan merupakan gabungan prinsip yang diperlukan dalam pengawasan. Kekuatan personal melekat pada individu dalam konteks hubungan antara individu, yang tidak dipengaruhi oleh posisinya. Keahlian dan kelebihan kekuasaan merupakan karakteristik personal power, dimana kelebihan suatu individu dalam bekerja dibandingkan dengan individu lainnya. Kekuatan personal merupakan dasar yang mempengaruhi dasar pertanggungjawaban hubungannya dengan prinsipal.
Berdasarkan teori tersebut diajkan proposisi :
Proposisi 5   :   Orang yang lebih suka menggunakan personal power sebagai dasar untuk mempengaruhi lainnya akan lebih suka menjadi steward dalam hubungan steward-prinsipal, daripada orang yang menggunakan power institusional.

2.   Faktor Situasional
            a.  Filosofi Manajemen
            Filosofi manajemen yang digunakan dalam hubungannya dengan Stewardship Theory adalah filosofi manajemen yang berorientasi pada keterlihatan. Filosofi ini konsisten dengan Argyris (1973) yang menyatakan bahwa desain organisasi yang didasarkan pada asumsi ekonomi menciptakan pemenuhan sendiri yang diperkirakan menghasilkan perilaku yang konsisten dengan asumsi. Jika mengikuti alasan ini, evolusi manajemen yang berorientasi keterlibatan adalah lebih dominan dalam model yang mengarah pada timbulnya perilaku yang lebih konsisten dengan Stewardship Theory.
Proposisi 6     :    Orang yang ada dalam situasi yang berorientasi keterlibatan lebih mungkin menjadi steward dalam hubungan steward prinsipal dari pada orang ada dalam situasi yang berorientasi pengendalian (control).

b.  Budaya
            Paham individual - kolektif merupakan aspek budaya yang berpengaruh dalam memilih hubungan agen dan stewardship. Paham individual karakteristiknya ditekankan pada tujuan-tujuan personal diluar tujuan kelompok. Paham kolektif ditekankan pada tujuan-tujuan personal subordinat pada tujuan-tujuan kolektif. Dalam budaya kolektif, seorang merupakan bagian anggota dari suatu group misalnya keluarga, universitas, organisasi. Sikap individual melihat pertentangan sebagai kesempatan untuk melakukan pekerjaan dan komunikasi diadakan secara langsung, dan berorientasi jangka pendek, tingkah laku bisnis tidak tergantung pada hubungan personal, memakai analisis cost benefit (model ekonomi) untuk mengevaluasi  bisnis dan mengurangi resiko pada kontrak bisnis.
Proposisi 7    :     Seseorang dalam budaya kolektif lebih suka untuk mengembangkan relationship steward prinsipal dari pada orang yang berada dalam budaya individualistic.

            c.   Rentang Kekuasaan
            Secara umum didefinisikan sebagai perluasan powerfull anggota-anggota institusi dan organisasi dimana suatu negara mengharapkan dan menerima distribusi kekuasaan yang tidak seimbang. Dalam budaya yang pasti, terdapat perbedaan kekuasaan antara anggota yang lebih besar tetapi mereka menerima dan toleran terhadap perbedaan budaya tersebut. Budaya rentang kekuasaan yang tinggi cocok  digunakan untuk mengembangkan hubungan keagenan karena budaya seperti ini mendukung dan melegitimasi ketidaksamaan inherent antara prinsipal dan agen. Sedangkan budaya rentang kekuasaan rendah cocok digunakan untuk mengembangkan hubungan leadership karena anggotanya menempatkan nilai yang lebih besar pada kesetaraan dari sesuatu yang esensial pada prinsipal dan manager.
Proposisi 8     :       Seseorang dalam budaya rentang kekuasaan rendah lebih memungkinkan untuk mengembangkan relationship steward prinsipal daripada orang yang berada pada budaya rentang kekuasaan tinggi.

Perbandingan Teory Agency dan Teori Stewardship


Teori Agency
Teori Stewardship
Model manusia
Perilaku
Berorientasi ekonomi
Melayani diri sendiri
Aktualisasi diri
Melayani orang lain.
Mekanisme psikologi :
§ Motivasi


§ Perbandingan Sosial
§ Identifikasi

§ Kekuasaan

Kebutuhan yang lebih rendah (psikologi, keamanan, ekonomi)
Ekstrinsik
Manajer
Menilai Komitmen Rendah (legitimasi, memaksa, reward)
Institusional

Kebutuhan yang lebih tinggi (pertumbuhan, prestasi, aktualisasi diri)
Intrinsik
Prinsipal
Menilai Komitmen Tinggi
(pakar, referen)
Perseorangan
Mekanisme situasional :
§ Filosofi manajemen
§ Orientasi resiko
§ Kerangka waktu
§ Tujuan
§ Perbedaan Budaya


Berorientasi pengawasan
Mekanisme kontrol
Jangka pendek
Pengawasan biaya
Individualis
Rentang kekuasaan tinggi

Berorientasi partisipasi
Kepercayaan
Jangka panjang
Perbaikan kinerja
Kebersamaan
Rentang kekuasaan rendah

            C.  Pilihan antara Hubungan Agency dan Stewardship
            Telah disajikan suatu model yang menduga bahwa ada faktor psikologis dan situasional yang mempengaruhi individu dalam pendekatan hubungan agency dan stewardship. Banyak penulis berpendapat bahwa manusia lebih menyukai pertumbuhan, tanggungjawab dan aktualisasi diri dan berpihak pada filosofi manajemen yang berorientasi pada partisipasi dan kepercayaan sebagai suatu mekanisme untuk berhubungan dengan resiko. Meskipun motivasi ini bersifat universal – ada pada setiap orang, masalah tersebut merupakan suatu model yang mana karakteristik psikologis dan situasional dari principal dan manajer merupakan antiseden (bagian yang mendahului) dalam memilih antara hubungan agency dan stewardship.
            Pilihan antara hubungan kegiatan dan stewardship sama dengan keputusan yang merupakan dilema. Pertama, keputusan dibuat oleh pihak-pihak yang ada dalam hubungan tersebut. Kedua, karakteristik situasional berpengaruh terhadap pilihan. Dan ketiga, harapan bahwa masing-masing pihak mempunyai yang lain akan mempengaruhi pilihan.
Proposisi    : Jika suatu hubungan stewardship yang timbal balik ada, maka kinerja potensial dapat dimaksimalkan, sebaliknya jika hubungan agency yang ada, biaya potensial dapat diminimalkan dan jika pilihan motivasinya campuran, pihak yang memilih stewardship akan dikhianati dan pihak yang memilih aktivitas adalah pihak-pihak yang mencari kesempatan.          
Sifat dari dilema tersebut diilustrasikan pada gambar di bawah ini :

                                                Model Pilihan Principal-Manager

                                                            Pilihan Prinsipal

                                       Agen                       Steward

Agen Bertindak Oportunistik

Prinsipal Marah
Prinsipal Dikhianati
2
 

Minimalisir Biaya
Potensial

Hubungan Agensi Bersama
1
 
Agen



Pilihan
4
Memaksimalkan
 Kinerja Potensil

Hubungan
Stewardship Bersama

 
3
Prinsipal Bertindak Oportunistik

Manajer Frustasi
Manajer Dikhianati

 
Manajer



Steward




Keterangan : 
No.1.   Ketika prinsipal ataupun manajer memilih hubungan agency, hasilnya adalah hubungan prinsipal – agency yang nyata yaitu mencapai harapan masing-masing. Hubungan agency didesain untuk meminimalkan kerugian yang potensial timbul dari masing-masing pihak. Dengan demikian kedua pihak mempunyai kesamaan harapan dari hubungan tersebut dan biaya terkontrol.

No.2    Jika principal memilih hubungan steward dan manajer memilih hubungan agency maka manajer akan bertindak mencari keuntungan sendiri dan mengambil manfaat dari principal. Seorang manajer yang berprofil psikhologis demikian akan berperilaku layaknya “serigala dalam kandang ayam” dan akan mencari kepuasan sendiri dari organisasi atau principal. Situasi tersebut tercipta karena principal memberi kekuasaan agen bekerja hanya untuk melayaninya. Dengan demikian, profit secara psikologis dari manajer keluar dari keharmonisan yang diciptakan principal. Principal akan merasa dikhianati dan marah, dan pada akhirnya memperketat pengawasan, menarik dari situasi tersebut, atau berusaha memberhentikan manajer. Saat dua pihak individual terlibat, pilihan yang tepat adalah hubungan agency. Namun jika beorientasi pada kebersamaan, saat masing-masing pihak menyatukan tujuan pribadinya, maka hubungan stewardship yang dipilih.

No.3    Dilema terjadi karena adanya kemungkinan perbedaan pilihan dari masing-masing pihak. Jika prinsipal memilih hubungan agency dan manajer memilih hubungan stewardship, hasilnya akan menimbulkan rasa frustasi bagi manajer yang merasa dikhianati principal. Steward diawasi seolah-olah mereka agent, mereka tidak dapat menikmati tipe imbalan internal yang diinginkan (contohnya pertumbuhan, pencapaian, atau aktualisasi diri) dan pada akhirnya mereka berperilaku anti terhadap organisasi (Argryls, 1964).

No.4.   Principal dan manajer memilih hubungan stewardship, hasilnya adalah hubungan principal – steward yang nyata didesain untuk memaksimalkan kinerja potensial dari kelompok.




D.    Dasar-Dasar Perilaku Akuntansi Stewarship dan Usulan Program Penelitian : Apakah yang Dimaksud dengan Akuntabilitas?
            Umumnya dipercaya bahwa akuntabilitas membedakan sistem informasi akuntansi dengan sistem informasi dari tipe lainnya. Sebuah sistem informasi akuntansi melaporkan dan mengklasifikasikan perubahan yang dibuat dalam stewardship dari aset-aset tertentu. Sekali dicatat, informasi ini dibuat oleh publik, pemegang kekuasaan (steward) yang mempertanggung-jawabkan kegiatannya. Dalam model agency, akuntabilitas dimodel oleh definisi yang tepat tentang the insentive inducing protocol yang berhubungan dengan hasil pengamatan ke hasil pemegang steward. Dalam hal ketidakhadiran protokol, bukti experimen memberi kesan bahwa tindakan sederhana dalam mencatat perubahan steward menciptakan akuntabilitas yang menyebabkan dia memperbaiki perilaku yang baik atas akuntansi ini. Seperti perbaikan perilaku secara sistematis terjadi pada penyelenggaraan kontrak ditentukan dalam hasil dan dapat terjadi dalam ketidakhadiran dari interaksi yang berulang.
            a.   Pendekatan Akuntansi Tradisional terhadap Study Stewardship
            Injiri (1975) mendifinisikan akuntansi sebagai sistem yang didesain untuk memperhalus hubungan diantara kepentingan perusahaan. Injiri mengidentifikasi 3 kelas dari partisipan: Akuntan, orang yang mengukur kinerja ekonomi dan akuntor (steward) adalah orang yang bertanggungjawab terhadap seseorang. Sejak hubungan akuntabilitas diciptakan dengan banyak cara: dengan kontitusi, dengan hukum, dengan kontrak langganan atau kewajiban moral yang sama. Injiri mengklaim”...ini tidak akan menjadi pernyataan yang berlebihan untuk menyatakan bahwa kehadiran masyarakat ditemukan dalam jaringan kerja akuntabilitas. Interaksi steward secara tidak langsung dan sering kurang “face to face” communication.

            b.   Pendekatan Alternative bagi Study Stewardship
            Seseorang adalah steward jika ia dipercayakan bersama dengan modal yang lain dan ada kesempatan di masa yang akan datang untuk mengembalikan modal itu. Akuntansi stewardship memperluas sejarah panjang bagi ekonomi dan pertukaran sosial dalam kelompok kecil yang meliputi banyak aktivitas seperti memelihara anak (termasuk memberi kepentingan dari berbagai rasa dalam hidup adalah tidak dapat disangkal, bahwa manusia punya perkembangan mental khusus yang berhubungan dengan pemeliharan, menggunakan dan berhak atas sumbernya). Kita berpendapat bahwa akuntansi stewardship meningkatkan kepercayaan dengan memperluas steward (accountors) dan orang yang mempercayai (accountee’s) agar supaya mengembangkan kepercayaan dan perilaku terpercaya.
            c.   Tinjauan Konsep Stewardship Theory
            Sekitar tahun 1957, pendekatan stewardship telah dipakai sebagai suatu pendekatan untuk menentukan titik berat utama dari suatu laporan keuangan. Hal ini didasarkan pada suatu konsep bahwa manajemen dari suatu perusahaan dianggap bertanggungjawab kepada pemilik perusahaan (Susanto,1994). Selanjutnya Injiri (1975) memperjelas konsep tersebut dengan mengidentifikasi tiga bentuk, dalam hubungan akuntabilitas (pertanggungjawaban keuangan perusahaan), yaitu keberadaan Accountant, Accoutee, dan Accountor. Ketiga partisan tersebut saling berinteraksi dalam suatu jaringan akuntabilitas. Accountant adalah pihak yang mengukur kinerja ekonomi, Accountee (steward) yaitu pihak yang bertanggungjawab, dan Accountor (principal) pertanggungjawaban diberikan atas apa yang telah dikerjakan dalam organisasi tersebut.
            Stewardship Theory diperkenalkan sebagai teori yang berdasarkan tingkah laku, prilaku manusia (behavior), pola manusia (model of a man), mekanisme psikologis (motivasi, identifikasi dan kekuasaan) dalam sebuah organisasi yang mempraktikan kepemimpinan sebagai aspek yang memainkan peranan penting bagi sebuah pencapaian tujuan. Teori ini berakar dari ilmu psikologi dan sosiologi yang mengarah pada sikap melayani (steward) (Donalson dan Davis, 1989-1991).
            Stewardship merupakan suatu pandangan baru tentang mengelola dan menjalankan organisasi, suatu pergeseran pendapatan pada konsep kepemimpinan dan manajemen yang ada sekarang dari konsep mengendalikan dan mengarahkan, ke arah konsep pengaturan, kemitraan dan kepemilikan secara bersama oleh anggota atau tim dalam organisasi, yang merasa organisasi menjadi sesuatu miliknya ataupun satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari diri sendiri.
            Lebih jauh Donaldson dan Davis menggambarkan bahwa Stewardship Theory didefinisikan sebagai situasi dimana para steward tidak mempunyai kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan kepentingan prinsipal. Kondisi ini didasari sikap melayani yang demikian besar dibangun oleh steward. Sikap melayani sebagai suatu sikap yang menggantikan kepentingan pribadi dengan pelayanan sebagai landasan bagi pemilikan dan penggunaan kekuasaan (power). Dengan mengintegrasikan kembali pengurusan pekerjaan, pemberdayaan, kemitraan dan penggunaan kekuasaan dengan benar, maka tujuan individu secara otomatis terpenuhi dengan sendirinya. Steward percaya bahwa kepentingan mereka akan disejajarkan dengan kepentingan perusahaan dan pemilik (prinsipal).
            Masing-masing pihak bersedia mempertaruhkan perbedaan kelas dan hak istimewa yang menjadi simbol eksistensi mereka dalam mengejar penghayatan rangkaian nilai-nilai dan menciptakan sikap pro organisasional dan rasa memiliki yang tinggi untuk memperoleh manfaat yang ditujukan langsung kepada organisasi dan tidak untuk tujuan individu, sehingga tercipta lingkungan kerja dimana setiap anggota organisasi berpikir dan bertindak seperti seorang pemilik yang senantiasa menjaga dan berorientasi pada tujuan organisasi jangka panjang.
            Stewardship Theory ini mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga fungsi utilitas akan maksimal. Asumsi penting dari stewardship adalah pengelola meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemilik. Pengelola akan berperilaku sesuai kesepakatan dan kepentingan bersama. Ketika terjadi benturan antara kepentingan dua pihak tersebut, steward akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya karena steward merasa kepentingan bersama menjadi lebih utama dan berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik merupakan pertimbangan yang rasional karena steward lebih melihat pada usaha untuk mencapai tujuan organisasi dan bukan tujuan individu. Namun demikian tidak berarti steward tidak mempunyai kebutuhan hidup. Untuk mempraktekkan pendekatan ini, kunci utama terletak pada prinsipal, apakah prinsipal benar-benar dapat meyakini dan mempercayai steward yang dipilihnya dalam membangun kemitraan organisasi tersebut.
            Apa yang ada dalam pendekatan model stewardship ini, kontradiksi dengan pendekatan model agency theory. Teori agensi mengindikasikan adanya hubungan yang tidak harmonis antara pengelola dan pemilik, karena sesuatu hal harus dituangkan dalam bentuk kontraktual formal kedua belah pihak. Teori keagenan mengasumsikan masing-masing pihak selalu ingin memaksimalkan manfaat kepentingan individu. Karena adanya perbedaan kepentingan tersebut, prinsipal hanya mendelegasikan beberapa otorisasi pembuatan keputusan kepada agen (Tjahyono,1995). Hubungan keagenan ini memerlukan spesifikasi insentif (reward), monitoring dan pembatasan hubungan yang bermuara pada minimalisasi agency cost. Sementara kontrak kerja yang dibuat antara agen dan prinsipal menimbulkan beberapa permasalahan antara lain terjadinya ketidakseimbangan informasi (asimetrys information) dan penyimpangan moral yang dilakukan oleh agen (moral hazard).
            d.   Aspek Keperilakuan dalam Stewardship Theory
            Dalam bagian ini menunjukkan asumsi berdasarkan model non korperatif dari suatu perilaku dan perdebatan tentang bagaimana batasan-batasan model ini dapat diatasi dengan penggabungan secara timbal balik. Garis besar asumsi berdasarkan model non korporatif pada stewardship. Apabila tidak ada faktor yang dapat dipercaya dalam teori stewardship, asumsi-asumsi berikut ini secara umum dapat digunakan:
  1. Self interest, sebagai contoh fungsi individu hanya tergantung pada konsumsinya sendiri.
  2. Non satifacation, sebagai contoh, individu dapat selalu menambah utiliti dengan kenaikan konsumsi, dan
  3. Contless domain independent cognition, sebagai contoh, hubungan antara tindakan agen dan utilitinya dipahami tanpa memperhatikan keruwetan hubungannya.
      Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, pembuat keputusan sering diasumsikan tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah secara optimal, atau dalam penggabungan informasi menggunakan Teori Bayes. Sebagai tambahan, dalam mengasumsikan pilihan individual, current models sering memasukkan asumsi-asumsi tambahan sebagai strategi bagaimana perilaku individu memperluas penyelesaian kelompok.
      Organisasi yang kompleks berdasarkan pendekatan manusiawi adalah merupakan hasil adaptasi beberapa tahun yang lalu. Dihipotesiskan bahwa masalah -masalah tidak hanya diselesaikan oleh adanya perubahan biologi dan neurologi tapi juga adaptasi dalam kesadaran sosial. Manusia mempunyai kekhususan dan pengertian yang sangat tinggi untuk membangun mekanisme perlakuan dengan masalah sosial sering juga diterapkan dalam kerjasama.
      Beberapa pengukuran biasanya berhubungan dengan dua masalah yaitu kekurangan dan kontaminasi. Lebih baik menggunakan lebih dari satu pengukuran prestasi, karena pengukuran ganda dapat mengurangi kekurangan dan karena efek kontaminasi harus dihubungkan untuk membedakan area sehingga lebih jelas. Ukuran yang cocok harus ditentukan untuk memperkirakan bagaimana prestasi aktual itu dikatakan baik. Misalnya, semua divisi diharapkan untuk mencapai ROI yang sama, jika standar ini digunakan bagaimana mereka ditentukan kapan individu akuntansi digunakan bersiap-siap menghadapi standar yang mana hasil tidak dapat dimonitor, hal ini biasa digunakan informasi budget untuk menyusun standar. Konsekuensi-konsekuensi standar budget agar prestasi manajer tampak baik:
  1. Budget standar dibuat tampaknya menantang
  2. Informasi akuntansi yang dilaporkan dimanipulasi agar prestasi manajer tampak baik.
  3. Perilaku manajer akan dirubah yang menimbulkan kerugian, karena ia memaksimumkan angka akuntansi (kepentingannya sendiri daripada kepentingan organisasi secara menyeluruh dan baik).
      Idealnya masing-masing karyawan harus diinformasikan tingkat prestasi yang harus disempurnakan. Dalam kasus penyelesaian pekerjaan, seperti manajemen devisional, interval pelaporan akan seimbang dengan evaluasi manajer akan selalu sering ketika ia merasa terancam dan merasa terlalu jarang jika ia mendapatkan waktu tidak tepat untuk umpan balik atau pengakuan dari perbaikan.
      Sentral isue dalam sistem reward adalah distribusi penghargaan sehingga mereka mempunyai dampak positif terhadap motivasi individu untuk ambil bagian dan berusaha pada aktivitas yang diinginkan oleh manajemen puncak organisasi agar menciptakan sistem penghargaan yang efektif, merupakan suatu yang mendasar bila organisasi memiliki sistem penghargaan yang efektif untuk memperkirakan prestasi karyawan. Jika sistem penilaian prestasi tidak masuk akal atau tidak valid, penghargaan yang didistribusikan atas dasar tersebut akan langsung rusak dan sedikit berdampak pada motivasi.

IV. KESIMPULAN
      Berdasarkan definisi bahwa Agency Theory merupakan suatu teori yang menjelaskan hubungan antara dua pihak yaitu principal dan agen, sedangkan Stewardship Theory merupakan teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer atau eksekutif sebagai steward untuk bertindak sesuai keinginan principal.
      Model yang dipilih agen dan principal dalam pengambilan keputusan ada empat macam:
a.       Minimalisir biaya potensial
b.      Agen bertindak oportunistik
c.       Prinsipal bertindak oportunistik
d.      Memaksimalkan kinerja potensial
      Beberapa proposisi yang diusulkan berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan sosiologis dalam penggunaan Stewardship Theory:
§  Orang yang memiliki dimotivasi oleh tingginya kebutuhan kemungkinan besar menjadi steward dalam hubungan principal steward dibandingkan dengan yang tidak dimotivasi oleh tingginya kebutuhan.
§  Orang yang dimotivasi oleh faktor intrinsik kemungkinan besar menjadi steward dalam hubungan dengan principal / steward dibandingkan dengan yang dimotivasi oleh faktor ektrinsik.
§  Orang yang mempunyai pengenalan yang tinggi dengan organisasi, kemungkinan besar menjadi steward dalam hubungan dengan principal / steward dibandingkan dengan pengenalan yang rendah dengan organisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Anthoni, Denda Bedford, Management Control System, Erlangga, Jakarta, 1990.

James H. Davis, F. David Scoorman dan Lex Donalson, Toward a Stewardship Theory of Management, Academy of Management Review Vol. 22, No. 1, page 22-47, 1997.

John W. Dichaut and Kevin A. Mc. Cabe, The Behavioral Foundation of Stewardship Accounting and a Proposed Program of Research : What is Accountability?, Behavioral Research in Accounting Vol. 9, page 60-87, 1997.

Lex Donaldson and James H. Davis, Stewardship Theory or Agency Theory : CEO Governance and Shareholder Returns, Australian Journal of Management, Vol. 16, page 49-64, 1 June 1991.

Vernon Kam, Accounting Theory, California State University Haywand, California, 1989.

0 komentar: