Minggu, 02 Januari 2011

THE EVOLUTION OF MANAGEMENT ACCOUNTING AND CONTROL SYSTEMS

I. PENDAHULUAN

Sistem informasi akuntansi pada suatu organisasi memiliki dua subsistem utama : system akuntansi manajemen dan system akuntansi keuangan. System informasi akuntansi adalah suatu subsistem dari system informasi manajemen secara keseluruhan. Kedua subsitem akuntansi itu dibedakan oleh tujuannya, sifat masukannya, dan jenis proses yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
System informasi akuntansi keuangan ( financial accounting information system ) berhubungan dengan penyediaan keluaran bagi penggunan eksternal. System tersebut menggunakan peristiwa ekonomi sebagai masukan dan memprosesnya sampai memenuhi aturan dan konvensi tertentu. Sedangkan untuk system akuntansi manajemen menghasilkan informasi untuk pengguna internal, seperti manajer, esekutif, dan pekerja. Akuntansi manajemen mengidentifikasikan, mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasikan, dan melaporkan informasi yang bermanfaat bagi pengguna internal dalam merencanakan, mengendalikan, dan membuat keputusan.
Lingkungan ekonomi yang dihadapi banyak perusahaan dewasa ini telah menuntut adanya pengembangan terhadap praktek – praktek akuntansi manajemen yang inovatif dan relevan. Akhir – akhir ini tekanan persaingan global telah mengubah lingkungan ekonomi kita, yang memaksa banyak perusahaan di Amerika Serikat untuk mengubah secara dramatis cara mereka mengoperasikan bisnisnya. Perubahan ini menyebabkan terciptanya lingkungan baru pada akuntansi manajemen, setidak – tidaknya untuk sejumlah besar organisasi. Karena lingkungan berubah, maka akuntansi manajemen tradisional tidak digunakan lagi. Bagi beberapa perusahaan, manfaat sisterm akuntansi manajemen kontemporer yang mempresentasikan pembebaban biaya yang lebih rinci dan akurat melebihi biayanya.
Kemajuan di bidang teknologi dan proses produksi berdampak dramatis terhadap lingkungan manufaktur. Perubahan ini berdampak pada system kalkulasi biaya produk seperti, adanya system Just In Time yaitu suatu system yang hanya memproduksi barang ketika produk dibutuhkan dan dalam jumlah yang diminta konsumen, dan kalkulasi biaya berdasarankan aktivitas (ABC) dimana akan meningkatkan akurasi pembebanan biaya karena pertama – tama melakukan penelusuran biya aktivitas dan kemudian biaya produk atau pelanggan yang mengkonsumsi berbagai aktivitas tersebut ( Hansen Mowen, 19xx, 18 ).
Paper ini membahas mengenai tahapan-tahapan perkembangan akuntansi manajemen yang dimulai dengan adanya perkembangan akuntansi biaya dan management control system. Perkembangan akuntansi manajemen pada kenyataannya banyak dipengaruhi oleh perkembangan di dunia praktik. Hal inilah yang akan mewarnai konsep akuntansi manajemen yang banyak dikenal sekarang ini. Pengaruh sektor riil dalam akuntansi manajemen ditandai oleh besarnya pengaruh penerapan sistem akuntansi yang diterapkan di perusahaan Du Pont, Perusahaan Baja Carnegie dan General Motors (GM). Bagian ini juga akan membahas mengenai munculnya manajemen ilmiah (scientific management) sebagai upaya meningkatkan efisiensi perusahaan. Serta mengulas mengenai penerapan akuntansi mananejemen dalam lingkungan kontemporer. Pada paper ini juga akan diungkapkan apa-apa saja yang seharusnya menjadi agenda penelitian di masa datang, sebagai suatu upaya dalam menggali konsep sebenarnya dari akuntansi manajemen.

II. PEMBAHASAN

EVOLUSI DARI AKUNTANSI MANAJEMEN
Ringkasan Sejarah Perkembangan Akuntansi Biaya (1850-1900)
Perkembangan akuntansi biaya di masa lampau, tentunya tidak terlepas dari perkembangaan sektor industri di Amerika Serikat. Pada waktu itu sistem pengendalian manajemen sudah mulai diterapkan di sektor transportasi, produksi dan distribusi, dalam periode 1850-1925. Pada masa itu perencanaan dan pengendalian internal secara intensif sudah diaplikasikan di perusahaan tekstil dan perusahan perkeretaapian. Penerapan sistem ini ditujukan bagi perbaikan dalam bidang administratif sebagai upaya dalam mengkoordinasikan seluruh aktivitas inti dari perusahaan tersebut, seperti bagaimana proses produksi dari bahan mentah sampai ke barang jadi.
Sebagai contoh penerapan sistem pelaporan statistik sebagai sebuah cara dalam mengevaluasi dan mengawasi jasa yang mereka hasilkan, seperti adanya rasio operasi (laba operasi dibagi tingkat penjualan). Pada tahun 1800-an perkembangan indutri semakin pesat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang bergerak dalam memproduksi barang secara masal (mass production).
Contoh perusahaan yang cukup besar dalam era ini adalah perusahaan baja yang dimilki oleh Andrew Carnegie. Perusahaan baja Carnegie telah cukup berhasil dalam menerapkan sistem informasi akuntansi sebagai alat pengendalian mereka. Perusahaan ini menerapkan sistem voucher akuntansi yang mencatat seluruh biaya yang digunakan oleh perusahaan untuk setiap unit yang diproduksinya, sehingga perusahan secara cepat dapat menentukan berapa biaya yang harus dikenakan pada setiap variasi produksinya. Carnegie beserta partner mengembangkan sebuah sistem yang mapan dalam mengestimasi berapa biaya per unit produk yang dihasilkan. Hal ini akan berperan besar dalam pengambilan keputusan apakah mereka akan menerima kontrak dari perusahaan lain atau tidak. Dengan kata lain mereka akan berhati-hati dalam mengestimasi biaya produknya.
Hal yang menarik dari kasus perusahaan baja Carnegie ini adalah mereka lebih memfokuskan kepada komponen biaya bahan baku dan tenaga kerja yang pada masa kini disebut prime cost ataupun direct cost. Carnegie beserta koleganya hampir tidak pernah memperhatikan adanya unsur biaya overhead dan depresiasi. Hal ini tentunya berdampak kepada belum adanya metode yang mapan dalam alokasi biaya overhead maupun biaya tetap ke produk. hingga akhir tahun 1800-an. Dalam periode ini juga mulai berkembang apa yang dinamakan manajemen ilmiah (scientific management). Manajemen ilmiah memberi penekanan pada analisis pekerjaan dan studi gerak (motion study). Manajemen ilmiah dikembangakan oleh Frederick Taylor , Harrington Emerson, A. Hamilton Church, dan Henry Towne.
Pendekatan manajemen ilmiah ini memberi persepektif baru dalam mengukur kinerja karyawan, melalui jumlah unit produk yang dihasilkan. Yang kemudian akan dijadikan dasar bagi pihak manajemen dalam memberikan upah dan bonus. Pendekatan manajemen ilmiah juga telah memberikan masukan mengenai bagaimana cara mengukur dan mengalokasikan biaya overhead pabrik ke dalam produk. Dengan munculnya pendekatan manajemen ilmiah ini maka mulailah bermunculan metode–metode baru dalam akuntansi biaya, seperti standard costing, analisis cost variances, dan penggunaan metode statistik dalam menentukan perilaku biaya.
Sejarah Perkembangan Pengendalian Manajeial
Perkembangan dalam era ini sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi di perusahaan Du Pont. Diawali dengan berdirinya Perusahaan Bubuk Du Pont yang kemudian berkembang pesat menjadi perusahaan yang besar dengan beberapa departemen yang tetap berada di bawah pengawasan kantor pusat. Salah satu inovasi yang paling berpengaruh hingga saat ini, adalah dilakukannya desentralisasi perusahaan. Perusahaan dibagi ke dalam beberapa departemen seperi departemen manufaktur, penjualan, keuangan dan pembelian. Masing-masing departemen akan lebih memfokuskan diri ke dalam bidangnya masing-masing dan diberikan kebebasan untuk menyusun strategi bagi peningkatan kinerja departemen masing-masing dan pada akhirnya perusahaan secara keseluruhan.
Pada kondisi desentralisasi seperti itu Perusahaan Du Pont harus membuat suatu indikator pengukuran kinerja yang tepat, Untuk itulah kemudian mereka mengembangkan indikator yang disebut Return On Investment (ROI) Indikator ROI diperoleh dari membandingkan antara return dengan investasi yang ditanamkan untuk menghasilkan return tersebut. Pendekatan ROI selanjutnya lebih dikembangkan lagi, oleh Donaldson Brown (staf keungan Du Pont) yang merumuskan bahwa ROI merupakan penggabungan dari sakes turnover ratio (penjualan dibagi dengan total investasi) dan operating ratio (earning dibagi penjualan). Sistem penilaian kinerja suatu perusahaan dalam era ini, telah berubah drastis dengan penemuan indikator ROI ini, meskipun di sisi lain, Du Pont mengalami kendala dalam implementasi prinsip desentralisasinya, karena ternyata General Manager di kantor pusat masih dominan dalam mengendalikan manajer departemen-departemen.
Pasca perang dunia I, Perusahaan Du Pont membeli sebagian besar saham General Motors. Hal ini menjadikan kendali mayoritas General Motors (GM) pada saat itu dipegang oleh Du Pont dengan Pierre Du Pont sebagai Presiden Direktur GM. Pada saat itu GM sedang mengalami kesulitan finansial, karena itulah Pierre Dupont beserta stafnya melakukan beberapa langkah penyelamatan perusahaan. Pada akhirnya GM berhasil melewati masa krisis tersebut, bahkan mampu membuat suatu sistem pelaporan dan evalusi kinerja yang mapan dengan mendasarkan kepada dua hal : pertama, tujuan GM adalah untuk menghasilkan tingkat ROI yang memuaskan dalam seluruh siklus bisnisnya, dan bukan hanya bertujuan peningkatan laba tahunan semata. Kedua, dengan berpedoman pada target price, diharapkan GM dapat tetap mempertahankan tingkat ROI yang diinginkan meskipun tingkat penjualannya berada di bawah kapasitas penuh. Pada era ini juga berkembang perdebatan mengenai transfer pricing, dan bagaimana penerapannya dalam suatu korporasi dengan beberapa anak perusahaan.
Perkembangan dalam Akuntansi Biaya dan Pengendalian Manajerial Sejak Tahun 1925
Perkembangan sistem akuntansi biaya dan pengendalian manajerial yang terjadi dari Tahun 1880 hingga 1925 telah mendorong munculnya pendekatan-pendekatan baru dalam sistem akuntansi biaya. Namun sejak Tahun 1925 pendekatan baru tersebut lebih banyak dipelopori oleh kaum akademisi dan hanya sedikit yang berasal dari praktisi. Hal ini menyebabkan kurang aplikatifnya metode yang ditemukan tersebut. Meskipun demikian, ada beberapa metode yang muncul pada periode ini, di-antaranya metode Capital Budgeting, Discounted Cash flow, dan Residual Income. Pada periode ini juga muncul teori agensi yang sangat berpengaruh terhadap munculnya akuntansi manajemen di kemudian hari. Teori agensi pada hakikatnya menjelaskan mengenai kontrak yang terjadi antara dua pihak principal dan agent yang kemudian diimplementasikan ke dalam pengelolaan sebuah perusahaan. Untuk itulah agen harus menyediakan informasi dan sistem akuntansi manajemen bagi principal mengenai berbagai hal, diantaranya pendapatan perusahaan.
Arah Baru Untuk Penelitian Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen.
Penelitian dalam bidang akuntansi biaya dan akuntansi manajemen kontemporer seharusnya diarahkan kepada pengembangan model akuntansi yang dapat mengakomodir perubahan lingkungan dan pengembangan struktur organisasi dan teknologi operasi manufaktur yang mendukung pengembangan akuntansi manajemen. Ada tiga skenario yang berkaitan dengan masa depan akuntansi manajemen :
a. Skenario bervisi suram. Pada skenario ini akuntan manajerial tidak lagi mempunyai hasrat untuk memperoleh suatu otoritas dalam suatu perusahaan.
b. Skenario yang berupa imajinasi. Para akuntan manajerial mempunyai keinginan untuk memahami organisasi lebih komprehensif, dan mereka inigin menjadi tenaga spesialis di bidangnya. Mereka ingin menjadi bagian integral dalam perubahan organisasi.
c. Skenario realistis. Akuntansi yang kini ada akan relatif tetap dan perubahan di masa depan dimungkinkan melalui suatu pertimbangan mengenai relevansi ada atau tidaknya perubahan tersebut.
Arah Baru Bagi Penelitian Pengendalian Manajemen
Di tengah penggunaan analisis tradisional dalam memahami praktek pengendalian manajemen kontemporer, maka penelitian yang bertujuan untuk memberikan pemikiran yang baru, sangat terbuka lebar. Salah satu masalah yang signifikan dalam konteks akuntansi manajemen kontemporer adalah mengenai distorsi konsep profit center.
a. Pengaruh external dalam penerapan akuntansi manajemen anak perusahaan, seperti kebijajakan FASB dab SEC, menghambat munculnya proses inovasi bagi kemajuan korporasi.
b. Financial entrepreneurship
Keinginan jangka pendek untuk memeperoleh keuntungan yang besar, mengakibatkan anak perusahaan lebih memilih keuntungan melalui instrument keuangan dan bukan operasi utama perusahaan.
c. Perilaku oportunis jangka pendek
Para pimpinan anak perusahaan, lebih berfikir jangka pendek dalam meningkatkan keutungan seperti dengan memotong biaya produk dan biaya-biaya lain yang berdampak dalam jangka panjang seperti biaya pengambangan SDM, mengakibatkan tujuan jangka panjang korporasi terabaikan.
Ada lima alasan yang dapat menjelaskan mengapa distorsi ini terjadi (1) pemahaman siklus bisnis yang kurang tepat; (2) hasrat memperoleh insentif dalam jangka pendek; (3) skala perusahaan; (4) melimpahnya calon eksekutif yang masih gemar mencari kesempatan berkarir di perusahaan lain; (5) pengaruh General Manager yang masih kuat; (6) konsep pengendalian manajemen tradisonal yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Dari gambaran sekilas mengenai bagaimana perkembangan evaluasi kinerja manajemen dari aspek finansial saja, ternyata pada kenyataannya belumlah memadai. Masih ada aspek lain yang harus diperhatikan seperti bagaimana kualitas SDM dan pembenahan struktur organisasi, yang hasilnya relatif, baru akan dirasakan dalam jangka panjang.

PERKEMBANGAN (PARADIGMA) AKUNTANSI MANAJEMEN
Mengenai perkembangan paradigma akuntansi manajemen, Ferrara (1995) menyebutkan ada empat tahapan dengan masing-masing tahapan mempunyai karakteristik spesifik tertentu. Masing-masing paradigma tersebut, secara berturut-turut adalah meliputi:
 Paradigma Pertama: Era Revolusi Industri Plus (masa peralihan abad 19 s/d tahun 1940-an)
Paradigma ini muncul dengan warna masa revolusi industri. dalam hal ini perkembangan pemikiran ekonomis Frederick Taylor turut melandasi konsep dalam akuntansi manajemen. Di era ini, penekanan perhitungan dan analisis biaya meliputi biaya-biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik, yang bersama-sama dengan biaya-biaya pemasaran dan administrasi menjadi biaya total per unit output. Kemudian dengan menambahkan tingkat laba yang diinginkan akan menjadi harga jual suatu produk. Berkaitan dengan hal tersebut, dari paradigma ini kemudian muncul dua persoalan, yaitu:
1. Apakah volume aktifitas seharusnya digunakan untuk menentukan biaya-biaya per unit ?
2. Bagaimana seharusnya laba yang diinginkan ditentukan ?
 Paradigma Kedua: Era Analisis Cost-Volume-Profit dan Direct Costing (tahun 1940- an s/d tahun 1980-an)
Dalam paradigma ini diperkenalkan perbedaan antara biaya-biaya tetap dan variabel, yang pada akhirnya mengarahkan kepada analisis cost-volume-profit dan direct costing. Paradigma kedua ini memperbaiki persoalan yang muncul dalam paradigma pertama, dengan menunjukkan bahwa:
1. Biaya variabel per unit ditentukan oleh engineering standards dan analytic techniques, yang berarti bahwa persoalan volume aktifitas berhubungan secara esensial kepada biaya tetap.
2. Selanjutnya, beberapa biaya variabel telah menjadi tetap untuk masa tertentu. Union con-tracts dan labor legislation telah mempengaruhi biaya tenaga kerja hanya dalam cara ini.
 Paradigma Ketiga: Era Activity-Based Costing (akhir tahun 1980-an s/d awal tahun 1990-an)
Paradigma ini hanya mempertimbangkan dua biaya variabel tambahan dalam pembentukan biaya total per unit. Biaya variabel tambahan atau baru tersebut dihubungkan kepada kompleksitas dan diversitas produk. Pengakuan tambahan biaya variabel ini didesain untuk memperbaiki akurasi dari biaya unit total, yang kemudian seharusnya memperbaiki penentuan harga penjualan dan keputusan product mix.
Dan dalam sistem ABC ini, ada tiga unsur biaya manufakturing variabel yaitu:
1. Biaya yang berubah dengan unit-unit produk.
2. Biaya yang berubah dengan kompleksitas produk.
3. Biaya yang berubah dengan diversitas produk.
 Paradigma Keempat: Era Market-Driven Standard (Allowable atau Target) Cost sebagai Lawan Engineering-Driven Standard Cost (tahun 1990-an s/d sesudahnya)
Paradigma ini sekaligus mempertanyakan validitas beberapa paradigma yang didasarkan pada engineering-driven standard costs, yang antara lain dikembangkan oleh Taylor. Biaya yang diperkenankan (allowable) atau target per unit merupakan market-driven Standard cost yang harus dipenuhi jika menginginkan pencapaian laba tertentu. Namun demikian paradigma ini juga masih juga menimbulkan persoalan tentang bagaimana laba yang diinginkan tersebut ditentukan

DASAR-DASAR TEKNOLOGI MANUFAKTUR
Perkembangan baru dalam dasar dan teknologi manufaktur dilatarbelakangi oleh peningkatan kekuatan persaingan global sehingga mendorong pengusaha untuk mencari metode produksi yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang berkualitas. Oleh sebab itu diperlukan suatu penggunaan teknologi maju. Teknologi maju ini memungkinkan penurunan biaya per unit, meningkatkan fungsionalitas produk, menghasilkan produk berorientasi pada kepuasan pembeli dan memungkinkan penurunan harga jual produk.
Penggunaan teknologi maju diantaranya adalah Computer Aided Design (CAD), Computer Aided Manufacturing System (CAM), Computer Integrated Manufacturing (CIM), Flexible Manufacturing System (FMS) dan sebagainya. Menurut Dan Ciampa, penerapan CIM sulit berhasil tanpa didahului dengan implementasi Total Quality Management dan Just in Time.
a. Just in Time.
Just in time dikembangkan oleh pengusaha Jepang dengan tujuan untuk penyempurnaan secara terus menerus terhadap produktivitas dan kualitas produk. JIT disebut “Pull System” yaitu sistem yang berusaha meminimumkan persediaan. Prinsip dasar dari JIT adalah kesederhanaan dan melakukan sesuatu dengan benar, artinya adanya persediaan adalah kewajiban sehingga harus dikurangi sebisa mungkin. Manfaat persediaan yang sedikit adalah mengurangi waktu produksi, menghemat tempat dan kualitas produk yang lebih baik (mudah diketahui bila ada kesalahan produksi sertakan memberikan service yang lebih baik kepada konsumen.
Sedangkan menurut Hansen & Mowen ( 19xx, 16) Just In Time adalah system yang memproduksi barang hanya ketika produk dibutuhkan dan hanya dalam jumlah yang diminta konsumen. Tarikan permintaan mempengaruhi produksi melalui proses manufaktur. Setiap operasi mempoduksi hanya apa yang diminta dari operasi yang sedang berjalan. Tidak ada produksi berlangsung hingga suatu tanda dari satu proses berurutan menunjukkan kebutuhan untuk berproduksi. Komponen dan bahan tiba tepat pada saat akan digunkan dalam berproduksi.
Implementasi JIT dalam perusahaan dapat diwujudkan melalui beberapa teknik, antara lain :


 Menurunkan “Buffer Inventory”(Cadangan Persediaan)
Buffer Inventory muncul karena adanya kemacetan mesin produksi atau dapat juga disebabkan produk yang cacat (defects). Di saat terjadi kemacetan dalam satu mesin produksi, maka proses produksi pada mesin brikutnya akan terhenti. Ini dapat dicegah jika terdapat persediaan material yang dapat dimanfaatkan untuk mengulang proses produksi dari awal. Persediaan inilah yang dikenal dengan Buffer Inventory. Tujuan JIT adalah meyakinkan bahwa setiap mesin akan menghasilkan dan mengirimkan barang dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat pada mesin berikutnya. Jika tujuan ini tercapai, maka cadangan persediaan tidak akan diperlukan lagi.
 Menurunkan setup cost
Dengan mesin kontrol numerik, penyetelan cukup dilakukan dengan memasukkan program baru ke dalam komputer. Kehadiran program komputer untuk mengendalikan mesin manufaktur menurunkan biaya penyediaan suku cadang pengganti untuk berbagai jenis mesin yang sudah tidak diproduksi lagi. Bahkan untuk suku cadang yang mahal jarang dibutuhkan, perusahaan sama sekali tidak mempunyai persediaan penggantinya. Dengan ukuran produksi yang lebih kecil, biaya set up yang muncul akibat cacat produksi dapat diminimalkan. Dengan persediaan lebih sedikit, ruang penyimpanan dapat dikurangi, sehingga ruang penyimpanan dapat dikurangi, sehingga ruang pabrik dapat digunakan secara efisien.
Dari penjelasan diatas kita dapat menyadari bahwa JIT mempunyai implikasi yang sangat besar bagi perusahaan, khususnya dari segi pengendalian manajemen. Dengan sistem JIT, persediaan barang dalam proses menjadi sangat tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Satu-satunya persediaan yang ada dalam perusahaan adalah persediaan bahan baku dan persediaan barang jadi. Akibatnya, sistem job order costing akan beralih pada sistem proses costing. Selanjutnya aplikasi JIT akan memaksa manajemen untuk memfokuskan pada pelaksanaan proses produksi yang benar sejak awal dan perhatian pada waktu pelaksanaan proses produksi itu sendiri. Akhirnya JIT akan mendorong perusahaan kearah upaya perbaikan kualitas dan produktivitas secara berkelanjutan , tidak hanya dalam lingkup produksi saja, tetapi dalam lingkup perusahaan secara keseluruhan.
b. Advance Technology (Teknologi Maju).
Material Requirement Planning (MRP) System menggunakan komputer untuk menkoordinasikan rencana produksi secara detail dalam sistem manufaktur yang membutukan banyak komponen dan bagian yang perlu dirakit. Tujuan MRP adalah perencanaan dan pengendalian yang terotomatisasi untuk menjamin kelancaran produksi sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan jadwal produksi yang terinci menurut waktu dan kualitas produksi.

Manufacturing Resources Planning (MRP II) merupakan perluasan MRP dengan memasukkan perencanaan kapasitas pembelian dan sumber-sumber pemanufakturan lainnya sebagai satu kesatuan. Sistem ini dipandang sebagai sistem pendorong (Push System). Sistem MRP adalah langkah pertama dalam komputerisasi manufaktur penggunaan komputer dalam mendesain produk (Computer Aided Design-CAD) dan dalam teknik proses produksi (Computer Assisted Engineering-CAE) menjadi berkembang. CAD membawa perubahan besar dalam produktivitas para perancang dan dalam kualitas produk kombinasi CAD-CAE tidak hanya meningkatkan kualitas dengan biaya rendah tetapi juga mengurangi waktu yang telah ditentukan. Penggabungan kedua fungsi tersebut menghasilkan stimulasi perubahan proses desain sebelum produk diproduksi sehingga dapat menyempurnakan dan mengurangi biaya produksi. Computer Assisted Manufacturing (CAM) menggunakan komputer untuk perencanaan, penerapan dan pengendalian proses produksi.
Total Quality Control (TQC) menyatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam proses produksi harus dikerjakan dengan benar pada saat permulaan. Biasanya (walaupun tidak harus) TQC memerlukan STP(Statistical Process Control) yaitu prosedur statistik yang memonitor faktor-faktor kritis dalam proses produksi. Proses produksi akan dihentikan apabila faktor-faktor kritis keluar dari batas toleransi.
Numerical Control (NC) menggunakan mesin-mesin yang dapat diprogram dengan menggunakan kode tertentu, yang dewasa ini diprogram dan dikendalikan dengan komputer (Computer Numerical Control-CNC). Mesin NC bersifat fleksibel, mesin ini dapat melakukan pekerjaan yang berbeda dalam waktu singkat sehingga akan mengurangi biaya set up serta menyempurnakan kualitas produk dan mengurangi jam kerja tenaga kerja langsung.
c. Sistem Manufaktur yang fleksibel.
Konsep ini didasarkan konsep “penyederhanaan-pengotomatisasian-pengintegrasian” yang meliputi semua teknik yang memberikan fasilitas yang fleksibel melalui pengurangan setup time guna mengurangi persediaan. Sistem ini terdiri dari:
 Just in Time (JIT)
 Island of Automation (IA)
 Computer Integrated Manufacturing (CIM)
Produksi berdasar JIT merupakan perwujudan konsep penyederhanaan dan pengeliminasian pemborosan dalam proses produksi. IA mendasarkan konsep pengautomatisasian proses khusus atau fungsi tertentu yang memerlukan investasi modal besar. CIM berpola komputerisasi yang menghubungkan bentuk desain dengan teknik produksi dan manufaktur produksi sesungguhnya.


d. Konsekuensi Perkembangan Manufaktur
Konsekuensi pengembangan manufaktur yang digambarkan pada bagan I yang memperbandingkan jenis dan fungsi manufaktur tradisional dan manufaktur berteknologi tinggi sebagai berikut :

Bagan I
Konsekuensi Pengembangan Manufaktur
Jenis dan fungsi Manufaktur Tradisional Kemajuan Teknologi Modern
Proses dan fasilitas Banyak penggunaan mesin2
Beberapa peralatan gudang yang besar. Perlu banyak tempat Mesin Fleksibel terpusat sedikit peralatan . Tidak perlu gudang, tidak banyak tempat
Perangkat komputer Rangka Jaringan Mini. Mikto/PC Berbagai Saluran/jaringan mini. Mikro dan mini
Perencanaan dan pengendalian Fluktuasi permintaan konstan. Beberapa pengulangan penjadwalan. Rencana mingguan, waktu yg lama, ukuran lebih panjang,dan kesulitan penjualan Stabilitas permintaan. Penjadwalan minimum. Tidak ada perubahan, rencana perjam, waktu singkat. Ukurannya pendek dan kesatuan penjualan
Disain produk Penurunan siklus hidup beberapa perubahan mesin. Beberapa kompleksitas komponen. Pengembangan kualitas melebihi siklus hidup, kebebasan pilihan Siklus hidup lebih pendek, sedikit perubahan mesin. Sedikit kompleksitas komponen, sedikt kerusakan dan keterbatasan pilihan
Pengendalian keuangan Efektivitas tenaga kerja, tidak ditekan pada investasi , orientasi terbuka,focus pd by.variable, penyebaran overhead,pengukuran biaya Penitikberatan keuntungan, intensifikasi investasi, by. Produk jadi,biaya variable minimum, btkl,fleksibelitas ketergantungan dan ukuran kualitas
Organisasi Bersifat individu, keputusan lama, hirarki/tingkatan Keputusan bersama/produk bersama, keputusan cepat & fleksibel, tingkatan lebih rendah.


Advanced Technology (AT) memperpendek tingkat hierarki dalam organisasi dan mempunyai implikasi penting dalam pengawasan. AT juga mengubah hubungan supplier perusahaan melalui penerapan JIT. Selain itu AT juga membantu meningkatkan pelayanan melalui pengurangan lead time.
e. Pengaruh AT dalam Fungsi Biaya
Pengimplementasian biaya JIT, CAD, CAE berpengaruh terhadap biaya produksi. Penggunaan CAE dan CAE akan mengurangi waktu yang diperlukan untuk memperkenalkan produk baru. Dengan demikian Product Life Cycle berkurang. AT juga memperpendek fasilitas manufaktur yang mungkin sudah ketinggalan zaman sebelum mengalami penurunan aktivitas. Terhapusnya biaya tenaga kerja mengakibatkan hanya biaya bahan baku yang menjadi biaya langsung dan semua biaya konversi termasuk kategori biaya tidak langsung. Dasar baru untuk alokasi sekelompok gabungan biaya tidak langsung untuk produksi harus dikembangkan bila distorsi yang serius dalam penentuan biaya produksi ingin dihilangkan. Tenaga kerja langsung suatu biaya variabel telah digantikan mesin-mesin dan beberapa tenaga ahli profesional yang gajinya diperhitungkan sebagai biaya tetap.
f. Penentuan Biaya Produk
Perubahan biaya dari produksi langsung menjadi biaya produksi tidak langsung dan dari biaya variabel menjadi biaya tetap mengidentifikasikan bahwa banyak sistem biaya tradisional mungkin menimbulkan jumlah biaya menyesatkan bila dipakai untuk pengambilan keputusan.
 ABC (Activity Based Costing)
Fokus utama dari ABC adalah pelaksanaan kegiatan untuk memproduksi suatu produk. Biaya dari kegiatan ini diidentifikasi dan ditelusuri berdasar atas penggunaan produk untuk tiap kegiatan. ABC adalah “……kumpulan dari informasi prestasi keuangan dan operasional yang berhubungan dengan aktivitas bisnis yang penting. Aktivitas menggambarkan tugas berulang-ulang yang dilakukan oleh tiap bagian khusus dalam perusahaan yang menjalankan usahanya sesuai dengan tujuan perusahaan (Romano,1989).
Menurut Daljono ( 2004 : 185 ), Activity Based Costing yaitu penghitungan Harga Pokok Produk (HPP) yang mendasarkan pada aktifitas. ABC dikenal juga dengan transaction costing ( Pembebanan HPP berdasarkan transaksi ). Aktivitas (transaksi) yang mengkonsumsi sumber daya overhead, diidentifikasikan dan dihubungkan dengan biaya BOP yang terjadi. Anggapan dasar pada ABC adalah BOP yang disebabkan oleh aktifitas yang dapat diusut ke unit produk individual berdasarkan frekuensi pemakaian (pengkonsumsian) sumber daya overhead oleh setiap produk.
Sebagaimana telah kita ketahui adanya produk yang kompleks, jumlah biaya manufaktur dan pemasaran yang melonjak, dan munculnya biaya pengembangan yang tinggi membuat perusahaan dihadapkan pada permasalahan product costing yang rumit. Metode ABC diperkenalkan oleh para pakar akuntansi manajemen untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan dalam hal product costing tersebut.
Inti dari metode ABC adalah kemampuan untuk mengidentifikasi setiap kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu produk. Biaya yang ditimbulkan oleh suatu aktivitas harus dapat dilacak dan diidentifikasi melalui cost driver. Cost driver ini ditentukan berdasarkan besarnya aktivitas yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Alasan penggunaan suatu cost driver adalah karena cost driver dianggap sebagai alat terbaik untuk mengukur konsumsi aktivitas overhead suatu produk. Penggunaan konsep cost driver inilah yang lantas mendasari alasan mengapa metode ABC lebih efisien dalam mengalokasikan biaya dan menentukan harga produk dibandingkan dengan metode costing konvensional.
 Product Life Cycle (PLC)
Karena masih pendeknya siklus hidup untuk banyak produk dan meningkatnya biaya desain dan pengembangan, maka lebih banyak perhatian tertuju pada pembagian biaya selama siklus hidup produk. Sekarang manajemen PLC mencoba menggabungkan menggabungkan pandangan pemasaran dan teknik dari PLC.
Dalam Life Cycle Costing (LCC) biaya diukur pada tahap PLC dan diakumulasikan pada tiap tahap selama pengembangan dan produksi. LCC digunakan dalam kebijakan penentuan harga dan mengendalikan contribution margin produk selama tahapan yang berbeda. Biaya selama tahap produksi dan distribusi banyak ditentukan oleh komitmen yang berkenaan dengan bahan baku, spesifikasi produk serta proses dan perlengkapan produksi yang dibuat. Faktor biaya dan pendapatan juga menentukan panjangnya PLC. Cycle Costing digunakan dalam kebijakan penentuan harga dan mengendalikan margin kontribusi produk selama tahapan yang berbeda. Khususnya dalam tahap awal dari desain dan rekayasa produk,komitmen yang berkenaan dengan bahan baku, spesipikasi produk serta proses dan perlengkapan produksi yang dibuat.
g. Akibat Teknologi Maju Pada Fungsi Biaya
Dengan adanya JIT akan memberi suatu perubahan penting pada fungsi biaya suatu perusahaan. CAD dan CAE menyingkat waktu dalam memperkenalkan produk baru didalam pengembangan kompetisi secara keseluhan. Karena adanya keterbatasan siklus hidup suatu produk, maka penting sekali adanya biaya desaian dan pengembangan. Sebesar 90% dari biaya siklus hidup suatu produk telah terjadi sebelum produksi dimulai.( Berlinear dan Brimson, 1988). Perubahan teknologi yang cepat juga memperpendek kegunaan masa beberapa fasilitas manufaktur, yang mungkin sudah ketinggalan jaman sebelum mengalami penurunan aktivitas. Gambar 3 dibawah ini dapat memberikan gambaran tentang perubahan pola perilaku biaya.

Bagan 3
Pola Perilaku Perubahan Biaya

other

Engineering

teknologi
inventory
direct material
teknologi

direct labor

h. Analisis Biaya Strategik
Perencanaan strategik menjadi sangat penting dengan adanya persaingan global dan perkembangan teknologi. Analisis biaya strategik berarti menggunakan informasi biaya dalam pengembangan strategi. Untuk mendiagnosis keunggulan kompetitif suatu perusahaan harus dipandang dari unsur-unsur yang membentuknya yang disebut porter sebagai rantai nilai. Analisis biaya strategik melibatkan tahap-tahap berikut:
• Mendefinisikan rantai nilai yang ada di perusahaan dan menyerahkan biaya dan kekayaan pada kegiatan yang berharga.
• Mengidentifikasikan biaya dan harga dari seluruh rantai nilai pesaing-pesaing
• Selidiki cost driver yang mempengaruhi tiap kegiatan berharga dan perubahan yang menyebabkan harga beli rendah dan mempertinggi kepuasan pembeli.
Pengalokasian biaya pada aktivitas penciptaan nilai menggunakan konsep ABC yang tujuannya untuk menghubungkan biaya dengan nilai tambah yang diterima konsumen dan dapat digunakan untuk bahan perbandingan perusahaan lain.
Target costing adalah alat untuk mengurangi biaya keseluruhan daur hidupnya dengan bantuan bagian produksi, teknik, litbang, pemasaran dan departemen akuntansi. Tujuannya untuk membuat produk dengan harga spesifik. Target costing digunakan dalam tahap perencanaan dan perekayasaan.
i. Analisis Investasi Modal
Investasi dalam CIM dan FMS seringkali sulit dilaksanakan bila analisisnya menggunakan perangkat konvensional. Analisis dalam CIM mengakibatkan penurunan ROI dalam jangka pendek tetapi akan meningkat dalam jangka panjang. Untuk konsekuensi jangka panjang penggunaan tingkat payback tidaklah tepat. Konsep NPV lebih tepat diterapkan. Dalam kontek ini penggunaan tingkat diskon yang lebih tinggi ditanyakan para ahli.
Discount Factor berupa rata-rata tertimbang dari biaya modal dan biaya pinjaman modal. Biaya pinjaman modal menggunakan biaya nominal dari hutang jangka panjang dan pendek sesudah pajak. Biaya modal disini adalah biaya opportunis bagi investor. Biaya modal dapat diperkirakan dengan dua cara :
1. menggunakan tingkat pengembalian nominal historical atas saham antara 12-13% pertahun.
2. menggunakan tingkat pengembalian riil (bebas dari inflasi) sekitar 8-9% dan menambahkan tingkat inflasi yang diharapkan selama umur proyek tersebut.
Masalah utama pada saat mengevaluasi investasi dalam CIM atau FMS adalah pengukuran keuntungan dari produk yang berkualitas tinggi dan preningkatan kepuasan pelanggan. Tiga langkah yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi investasi dalam teknologi baru
 Strategic Justification
 Cost Justification
 Benefit Analysis
j. Penilaian Kinerja
Dari penjelasan sebelumya JIT menunjukkan pengukuran prestasi secara tradisional efisiensi tenaga kerja, variable anggaran dan bahan baku memiliki kegunaan yang terbatas. Tujuan jangka panjang JIT adalah mengurangi persediaan dan peningkatan kualitas total , meminimalisasikan aktivitas total, meminimalisasikan aktivitas yang tak bernilai tambah. Garrison (1991) membedakan 5 bidang dalam pengukuran prestasi :
 Ukuran Pengawasan Kualitas
Pengukurannya meliputi jumlah klaim, keluhan pelanggan kerusakan dan biaya pengerjaan kembali
 Ukuran Pengawasan Material
Pengukurannya meliputi persentase material dari total biaya, lead time,presentase sisa dari total biaya dan sisa kerugian actual
 Ukuran Pengawasan Persediaan.
Pengukurannya meliputi perputaran persediaan bahan baku dan barang jadi, jumlah macam persediaan.
 Ukuran Kinerja Mesin
Pengukurannya meliputi persentase mesin yang tersedia, persentase kerusakan mesin, waktu pemasangan mesin, berhentinya mesin pemeliharaan preventif dan presentase penggunaan mesin-mesin tersedia.


 Ukuran Kinerja Pengiriman
Pengukurannya meliputi persentase pengiriman tepat waktu, waktu perputaran pengiriman, kecepatan, efisiensi perputaran dalam pabrik, daftar pesanan dan total waktu penyelesaian.

RISET ILMIAH
A. Pengawasan Manajemen
Konsep baru yang dikembangkan kaum Harvard dalam system pengendalian manajemen adalah pengklasifikasian berdasarkan obyek yang dikendalikan yaitu dibedakan menjadi 3 yaitu pengawasan hasil, pengawasan pelaksanaan, pengawasan personel.
B. Behavior Accounting Dan Pengolahan Informasi
“Behavior Accounting” memusatkan diri pada perilaku manusia karena berhubungan dengan masalah informasi akuntansi. Pendekatan yang dipakai sebagi paradigma adalah :
1. Teori Kontigensi ( Contigency Theory)
Teori ini mengasumsikan bahwa terdapat konsep kesesuaian antara rancangan-rancangan dalam system akuntansi dengan kemungkinan-kemungkinan tertentu. Teori ini mempelajari bagaimana teknologi, struktur organisasi, persaingan dan variable lain yang mempengaruhi system akuntansi.
2. Slack
Slack yaitu kelebihan sumber daya yang diakumulasi prestasi terbaik dalam satu periode yang dikompensasikan pada satu prestasi yang lebih rendah dalam periode berkutnya. Macam-macam slack terdiri dari slack organisasi dan slack anggaran.
3. Anggaran Partisipasi
Anggaran Partisipasi penting untuk meningkatkan prestasi. Partisipasi anggaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tujuan disamping pengarahan, usaha, ketekunan, strategi, umpan balik kemajuan dan imbalan yang diberikan.
4. Pengolahan informasi oleh manusia.
Informasi akuntansi digunakan untuk pengambilan keputusan, sedangkan pengolahan informasi oleh manusia mencoba memperbaiki proses keputusan yang didasarkan pada informasi akuntansi. Kecenderungan yang ada dalam perilaku pengambilan keputusan oleh para ahli dan manajer adalah sebagai berikut :
- Para ahli cenderung tidak mudah percaya pada sesuatu
- Secara individu para ahli atau manajer cenderung konsisten pada pendapatnya.
- Tingkat kesepakatan antara ahli atau manajer cenderung rendah
- Informasi tambahan yang diperoleh sesudah kesepakatan cenderung tidak berpengaruh lagi.
Dari hasil studi Macinthos menunjukkan bahwa individu dalam struktur kognitif yang berbeda lebih menyukai dan bekerja lebih baik dengan tipe akuntansi dan system yang berbeda.
C. Informasi Ekonomi
Informasi ekonomi mengacu pada permintaan dalam konteks akuntansi telah dikembangkan dalam menghasilkan system analisis biaya pendapatan yang sistematis untuk mengevaluasi informasi dan sebagai alternatif pengukuran.
D. Teori Keagenan ( Agency Theory)
Teori ini mempelajari hubungan berdasarkan kontrak antara prinsipal dan agen. Adapun asumsi-asumsi yang dipakai dalam teori ini yaitu :
1. Agen dan prinsipal bertingkah laku sesuai dengan kepentingannya dan berusaha untuk memaksimumkan keuntungannya dan atau kepuasan
2. Agen dan prinsipal memperhatikan kompensasi keuangan dan kekayaan yang diterima.
3. Agen diperkirakan akan malas dan lebih tidak bersedia untuk menanggung resiko disbanding prinsipal, maka agen perlu diawasi dan diberi intensif
4. Adanya perbedaan antara tingkah laku terhadap resiko dari prinsipal dan agen
5. Perbedaan antara informasi tentang lingkungannya.
Beberapa peneliti tentang teori peragenan percaya bahwa masalah terbesar dalam pendesainan sistem pengawasan manajemen adalah evaluasi prestasi dan penggunaan imbalan sehingga resiko dapat dibagi antara manajer dan pemilik dengan cara yang menguntungkan kedua belah pihak.

III. KESIMPULAN
Sistem informasi akuntansi pada suatu organisasi memiliki dua subsistem utama : system akuntansi manajemen dan system akuntansi keuangan. System informasi akuntansi adalah suatu subsistem dari system informasi manajemen secara keseluruhan. Kedua subsitem akuntansi itu dibedakan oleh tujuannya, sifat masukannya, dan jenis proses yang digunakan untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
Tahapan-tahapan perkembangan akuntansi manajemen dimulai dengan adanya perkembangan akuntansi biaya dan management control system. Pengaruh sektor riil dalam akuntansi manajemen ditandai oleh besarnya pengaruh penerapan sistem akuntansi yang diterapkan di perusahaan Du Pont, Perusahaan Baja Carnegie dan General Motors (GM). Perkembangan paradigma akuntansi manajemen, menurut Ferrara (1995) ada empat tahapan dengan masing-masing tahapan mempunyai karakteristik spesifik tertentu, yaitu : (1)Paradigma Pertama: Era Revolusi Industri Plus (masa peralihan abad 19 s/d tahun 1940-an); (2) Paradigma Kedua: Era Analisis Cost-Volume-Profit dan Direct Costing (tahun 1940- an s/d tahun 1980-an); (3) Paradigma Ketiga: Era Activity-Based Costing (akhir tahun 1980-an s/d awal tahun 1990-an); (4) Paradigma Keempat: Era Market-Driven Standard (Allowable atau Target) Cost sebagai Lawan Engineering-Driven Standard Cost (tahun 1990-an s/d sesudahnya).
Perkembangan baru dalam dasar dan teknologi manufaktur dilatarbelakangi oleh peningkatan kekuatan persaingan global sehingga mendorong pengusaha untuk mencari metode produksi yang lebih efisien dan menghasilkan produk yang berkualitas. Penggunaan teknologi maju diantaranya adalah Computer Aided Design (CAD), Computer Aided Manufacturing System (CAM), Computer Integrated Manufacturing (CIM), Flexible Manufacturing System (FMS) dan sebagainya. Contohnya penerapannya adalah Just In Time, dan Activity Based Costing.
Pada beberapa riset alamiah yang dilakukan meliputi, Pengawasan Manajemen, Behavior Accounting Dan Pengolahan Informasi , Informasi Ekonomi, Teori Keagenan ( Agency Theory) akan menjadi agenda penelitian di masa datang, sebagai suatu upaya dalam menggali konsep sebenarnya dari akuntansi manajemen.



























REFERENCE

Daljono, “Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian” . Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.2004. hal. 185.
Hansen, Mowen. “ Akuntansi Manajemen” . Jilid 1. Penerbit Erlangga.1999.
Holzer, HP & Norreklit, H. “Management Accounting and Control System”.Tijdschrift Voor Economie er Management. Vol XXXVI.3.1991.
Robert, S. Kaplan. “The Evolution Of Management Accounting “. The Accounting Review. LIX (3) pp.390 – 418. 1984.

0 komentar: