Minggu, 02 Januari 2011

KEBANGKRUTAN DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN : DAMPAKNYA KEPADA STRUKTUR DAN KOMPOSISI DEWAN

ABSTRAK

Penelitian ini menguji hubungan antara struktur tata kelola dan kebrangkrutan perusahaan. Analisis regresi logistik dari perusahaan-perusahaan utama yang bangkrut dan perusahaan yang bertahan sebagai kelompok pasangan mengindikasikan indikator-indikator dari kesehatan keuangan, pemilihan saham, kualitas dewan direksi, dan struktur tata kelola perusahaan sebagai prediksi dari kebangkrutan.
Secara khusus, model mengindikasikan adanya perbedaan antara kebangkrutan dan kelompok pasangan dalam proporsi gabungan direksi, eksekutif puncak, struktur dewan direksi dan hubungan interaksi mereka.

LATAR BELAKANG
Bangkrutnya perusahaan adalah keadaan yang umumnya penting untuk mengkaji strategi yang diterapkan oleh pihak manajemen. Lebih jauh, review atas kajian strategi yang relevan, keuangan, akuntansi, hukum, dan ekonomi membimbing kita untuk setuju dengan Hambrick dan D’Aveni bahwa menurunnya perusahaan dalam skala luas dan kebangkrutan adalah bidang yang relatif belum tergali.
Penelitian dalam bidang ini menunjukkan secara luas tentang kebangkrutan perusahaan dan sebagai konsekuensi atas kemampuannya untuk sukses melakukan penataan kembali (restrukturisasi). .Moulton dan Thomas memberikan suatu ikhtisar tentang kebangkrutan sebagai strategi yang disengaja dan pengujian empiris atas hubungan berbagai faktor untuk reorganisasi yang berhasil. Struktur tata kelola tidak termasuk dalam analisis mereka.
Fokus penelitian ini secara khusus adalah hubungan potensial antara kebangkrutan dan dua aspek yang banyak diperdebatkan dalam perusahaan: komposisi dewan, atau rasio dari anggota luar terhadap total anggota dan CEO-struktur dewan direksi. Hanya ada dua penelitian yang menguji tentang struktur tata kelola dan kebangkrutan. Chaganti, Mahajan, dan Sharma menemukan bahwa tidak ada hubungan antara komposisi dewan direksi dan kebangkrutan dalam studi di 21 perusahaan retail. Hambrick dan D’Aveni menemukan bahwa CEO yang dominan lebih mungkin menjadi faktor penyebab daripada CEO yang lemah apabila dihubungkan dengan perusahaan yang bangkrut.

STRUKTUR TATA KELOLA
Meskipun ada kesepakatan antara para teoritikus yang memperhatikan CEO terbaik – komposisi dewan direksi – menyetujui bahwa satu individu seharusnya tidak secara bersama-sama memegang jabatan sebagai CEO dan board chairperson – keterbatasan dari kajian empiris adalah tidak menyakinkan akan hal ini. Mallette dan Fowler menunjukkan bahwa pemisahan CEO dan posisi chairperson berhubungan dengan lebih sedikit adopsi dari ketentuan ”poison pill”.
Hasil penelitian dari 100 perusahaan melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara CEO – dualitas board chairperson dan variasi dari indikator kinerja. Rechner dan Dalton melaporkan bahwa perusahaan dengan komposisi dualitas memperlihatkan kinerja keuangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain.
Hambrick dan D’Aveni (1988) menyatakan bahwa perubahan positif tidak mungkin dilakukan didalam kondisi krisis di perusahaan yang jatuh dan bangkrut. Laporan tahunan Content analisis atas perusahaan yang bangkrut mengindikasikan bahwa manajemen menyangkal adanya krisis dan perubahan penjelasan tentang penurunan ini kepada lingkungan eksternal mereka.

PERUMUSAN MASALAH
1. Apakah perusahaan yang bangkrut mempunyai pengaruh yang lebih besar atas bergabungnya CEO-struktur board person daripada perusahaan yang mampu bertahan?
2. Apakah perusahaan yang bangkrut mempunyai poporsi affiliated diectors lebih tinggi daripada perusahaan yang mampu bertahan?
3. Apakah hubungan antara CEO CEO-struktur board person dan proporsi affiliated diectors yang membedakan kebangkrutan dari perusahaan yang bertahan ?

HIPOTESIS
1. Perusahaan yang bangkrut mempunyai pengaruh yang lebih besar atas bergabungnya CEO-struktur board person daripada perusahaan yang mampu bertahan.
2. Perusahaan yang bangkrut mempunyai poporsi affiliated diectors lebih tinggi daripada perusahaan yang mampu bertahan?
3. Hubungan antara CEO-struktur board person dan proporsi affiliated diectors akan membedakan kebangkrutan dari perusahaan yang bertahan?

METODE PENELITIAN
Studi yang dilakukan diperbandingkan sepansang desain untuk 57 perusahaan yang bangkrut dan 57 perusahaan yang tidak bangkrut. Informasi perusahaan tersebut dilakukan selama 10 tahun dari 1972 sampai dengan 1982. Sumber informasi diperoleh dari Dun and Bradstgreet, The Securities and Exchange Commision, sebelumnya diteliti oleh Altman (1983) dan Funk dan Scott’s Index of Corporate Change.

1. VARIABEL PENELITIAN
Kebangkrutan perusahaan adalah variabel binari. Variabel kebangkrutan adalah untuk tahun dimana arsip catatan terjadi. Semua variabel lainnya ditinggalkan dan memperlihatkan keadaan lima tahun sebelumnya dari arsip kebangkrutan. Data yang relevan dikumpulkan untuk kedua perusahaan yang bankrut dan yang tidak.
CEO - Komposisi dewan direksi, variabel ini adalah binari. Kesamaan individual atau tidak secara serempak perpindahan atau perubahan CEO dan komposisi dewan direksi. Komposisi - Hubungan struktur, variabel ini diukur dari perkalian antara variabel CEO-komposisi dewan direksi dengan proporsi afiliasi direksi.

2. VARIABEL PENGENDALI
Tiga indikator keuangan yang umum digunakan dalam pemelitian kebangkrutan adalah profitabilitas (laba bersih terhadap total aktiva), likuiditas (aktiva lancar terhadap kewajiban lancar), dan leverage (hutang jangka panjang). Indikator ini juga digunakan penelitian oleh D’eveni (1990); Flagg, Giroux & Wiggins, (1991); Hambrick & D’Aveni (1988); Marlette & Fowler (1992).
Saham biasa diukur dalam 4 cara, yaitu presentase saham perusahaan yang dimiliki oleh investor institusi, manajerial dan pemegang saham yang memiliki 5% atau lebih saham. Kepemilikan saham sejumlah 5% juga digunakan dalam penelitian ini. Variabel ini juga digunakan dalam penelitian Baysinger 91991), Boeker (1992), Hill & Snell (1988), Marlette & Fowler (1992), Wade (1990).
Penelitian ini juga menambah variabel pengendali lain yaitu kualitas dewan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas dewan direksi adalah (1) jumlah keseluruhan jabatan direktur perusahaan yang dimiliki, (2) jumlah keseluruhan non-jabatan direktur perusahaan yhang dimiliki, (3) Jumlah CEO yang dimiliki perusahaan, dan (4) latar belakang pendidikan yang diukur dari kelulusan perguruan tinggi.

ANALISIS REGRESI LOGISTIK
Variabel terikat (dependent variable) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel dikotomus dan variasi dari variabel pengendali dan sifat dari variabel bebas, maka analisis yang tepat digunakan analisis regresi logistik untuk menguji hipotesis yang diajukan.
Langkah dalam analisis regresi logistik menilai overall fit model terhadap data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood. Likelihood dari model adalah probalilitas bahwa model yang dihipotesiskan mengambarkan data input. Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fitt menguji data empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan rasio likelihood, dimana lebih mudah dalam interprestasi dan dapat digunakan dalam analisis regresi berganda.

HASIL PENELITIAN
Deskripsi statistik dan korelasi untuk semua variabel dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 2 menjelaskan hasil dari analisis regresi logistik. Langkah pertama dalam tabel 2 menunjukkan logaritma likelihood statistik 101,19, angka statistik ini menunjukkan angka konstan. Kami menganggap bahwa indikasi prosentase ketepatan menjadi 50%, sepanjang diketahui bahwa sebagian perusahaan akan bangkrut and sebagian laigi tidak.
Langkah selanjutnya, kami dapat menentukan rincian kontribusi atas kumpulan variasi dari variabel pengendali dalam suatu model. Termasuk varibel keuangan dalam langkah pertama, misalnya hasil perbaikan signifikansi (dari 50% sampai dengan 71,23%) untuk memprediksi kebangkrutan. Tambahan variabel pengendali yang lain juga memperbaiki model regresi logistik. Kepemilikan saham biasa menjadikan ketepatan nilai sebesar 84,93% dan kualitas dewan menaikkan ketetapan nilai sebesar 87,17%.
Langkah terakhir, variabel tata kelola (governance) ditambahkan. Semua kumpulan variabel (keuangan, kepemilikan dan kualitas dewan) dimasukkan tahapan lebih dahulu sebagai variabel kendali. Perhitungan model dan perbaikan ketepatan nilai dalam setiap fungsi untuk semua variabel yang dimasukkan, dilihak dari rasio likelihood regresi logistik kami mengilustrasikan bahwa tambahan variabel tata kelola (governance) lebih lanjut mempertinggi nilai model. Selain itu, menguji atas tahapan kelima menduga bahwa tambahan dari interaksi CEO-struktur dewan dan proporsi afiliasi direksi menaikkan model dan menghailkan nilai ketepatan akhir sebesar 94,52%. Dari tanda koefisien, dapat dilihat, perbandingan untuk mempertemukan pengendalian perusahaan, yaitu kebangkrutan perusahaan dapat dilihat dari rendahnya profitabilitas, likuidutas dan ekuitas yang dipegang oleh institusi, serta sedikit CEO dalam susunan dewan.
Meskipun analisis ini menghasilkan nilai dari variabel bebas 5 tahun mendatang untuk menduga kebangkrutan, juga menyatakan analisis yang sebanding, dengan penggunaan nilai tahun aktual. Pertimbangan hanya indikator keuangan (profitabilitas, likuiditas dan leverage) menghasilkan ketepatan nilai sebesar 95,54% dalam model.

DISKUSI
Hasil penelitian ini menduga hubungan antara struktur tatakelola (governance) dan kebangkrutan. Pengamatan terhadap statistik deskriptif mungkin menggambarkan ketajaman fokus. Prosentase kedua struktur 37,5% untuk perusahaan yang tidak bangkrut dan 53,8% untuk perusahaan bangkrut. Direksi perusahaan yang tidak bangkrut 44,9% adalah afiliasi, sedangkan perusahaan yang bangkrut 59.5%.
Meskipun hasil ini memberikan harapan, mereka seharusnya diinterprestasikan dengan berhati-hati dan tidak secara luas melebihi konteks fokus di penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kumpulan perusahaan bangkrut dan dihdapkan dengan kelompok pengendali. Selama beberapa periode, Beberapa relatif besarnya skala perusahaan menjadi subyek kebangkrutan. Lebih dari itu, hasil penelitian ini menggambarkan kebijakan struktur tatakelola 5 tahun kedepan digunakan untuk menduga kebangkrutan. Kami menduga bahwa ini merupakan keseimbangan penjelasan kekuatan struktur tatakelola, indikator keuangan dan peristiwa kebangkrutan. Dalam tahun aktual kebangkrutan, hanya indikator keuangan menyediakan dasar ketepatan diatas 95%.
Kami berpikir dampak perbedaan struktur tatakelola setelah perusahaan bangkrut. Hal ini menyatakan bahwa beberapa perusahaan yang bangkrut selalu berjaga-jaga terhdap perencanaan reorganisasi dan kelengkapan assets yang layak. Moulton dan Thomas (1993) mengestimasikan bahwa kurang lebih 10% semua perusahaan yang memasuki gejaloa bangkrut dapat dijelaskan secara baik sebelum periode kebangkrutan. Ini dimungkinkan perbedaan sruktur tatakelola dalam periode yang penting dapat menunjukkan sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan.
Hubungan ini juga dapat menjadi subjek yang penting dalam penelitian selanjutnya, dimana dilakukan investigasi keseimbangan antara struktur tatakelola dan kondisi keuangan. Sutton dan Callahan (1987) menyatakan bahwa prediksi perusahaan melindungi dari kebangkrutan dapat ditunjukkan dari kondisi keuangan. Mereka menyatakan bahwa stigma assosiasi yang muncul berkaitan dengan kebangkrutan adalah faktor yang penting sebagai tanggungjawab perusahaan untuk merestrukturisasi dengan baik perusahaan.

0 komentar: